109 Uraian di atas menjelaskan bahwa seorang PKRT mengalami kesulitan
dalam membagi urusan domestik rumahtangga dan mencari nafkah karena tidak mempunyai dukungan dari suaminya. Hal tersebut mengakibatkan ter jadinya
ketidakadilan gender apabila ternyata tidak ada perhatian dari lingkungan sekitar untuk membantu usaha mikro yang dijalankan oleh PKRT tadi.
6.3.4. Stereotipe
Stereotipe yang terjadi terhadap PKRT yang mengelola usaha mikro adalah usaha warungan dan dagang masakan adalah sebagai perpanjangan dari
urusan rumahtangga perempuan yang tidak terlepas dari aktivitas dapur. Hal tersebut dapat dilihat dari penerimaan dana bergulir program P2KP, yaitu
sebanyak 33 perempuan mengelola usaha warungan yang terdiri dari penjualan sembako, masakan matang, makanan anak-anak dan sebagainya.
6.3.5. Ideologi Gender
Perempuan di Desa Sekarwangi masih dianggap bahwa pekerjaannya mengurusi urusan rumahtangga merupakan kodrat dan kewajiban perempuan.
Hal tersebut berdampak bagi PKRT. Walaupun ia bekerja sendiri untuk menghidupi keluarganya, tetapi kesempatan untuk memperoleh modal usaha
dan berpartisipasi aktif di dalam kegiatan kemasyarakatan masih dianggap sebelah mata, tetapi bila ada keperluan pendataan, kaum perempuan masih
dianggap sebagai sumber yang potensial untuk mendata masalah
kependudukan.
6.4. Evaluasi Umum
PKRT usaha mikro dalam menjalankan usahanya mengalami keterbatasan akses dan kontrol terhadap sumberdaya produktif seperti
penggunaan tenaga kerja orang lain, kredit uang, modal, peralatanteknologi, pendidikanpelatihan dan kelembagan formal dalam komunitas. Hal tersebut
disebabkan adanya ketidakadilan gender yang ada dalam masyarakat seperti marjinalisasi, subordinasi, stereotipe dan beban kerja berlebih. PKRT usaha
mikro mengalami double burden yaitu mempunyai beban kerja berlebih dalam kegiatan sehari-harinya. Mereka mengerjakan pekerjaan domestik dan mengurus
usaha mikro.
110 Hasil usaha yang dijalankan oleh PKRT tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, karena habis untuk membayar hutang ke rentenir dan membiayai kehidupan rumahtangganya. Program pembangunan yang
digulirkan oleh pemerintah yaitu program P2KP dan UP2K-PKK belum mampu memecahkan masalah PKRT usaha mikro, karena tidak semua PKRT
mendapatkan bantuan tersebut. Akses dan kontrol PKRT terhadap kelembagaan formal masih terbatas.
Ikatan erat PKRT usaha mikro terbatas pada kelembagaan informal dalam masyarakat, seperti untuk mendapatkan kredit dan modal usaha, hubungan
dengan keluarga, teman, tetangga dan rentenir sangat dekat. Akses PKRT usaha mikro dengan lembaga formal sangat terbatas, karena kebijakan dari desa
berupa program pembangunan belum menyentuh masalah dan kebutuhan PKRT usaha mikro.
BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF
PKRT yang mempunyai usaha mikro mempunyai potensi untuk mengembangkan perekonomian desa. Usaha mereka dapat maju apabila
mereka memiliki akses dan kontrol terhadap sumberdaya produktif. Gerak mereka terhambat disebabkan ada ketidakadilan gender yang ada dalam
pemanfaatan program pembangunan masyarakat di Desa Sekarwangi ataupun dalam kehidupan mereka sehari-hari. Adanya anggapan bahwa perempuan
mempunyai usaha mikro hanya sekedar membantu suami mencari nafkah tambahan mempunyai dampak yang luas terutama dalam pengembangan usaha
mikronya. Mereka kesulitan untuk memperoleh akses terhadap permodalan, pemasaran, program pembangunan dan pendidikan keterampilan.
Pemberdayaan perempuan kepala rumahtangga yang mempunyai usaha mikro diarahkan pada keadilan dan kesetaraan gender KKG dengan mengarah
pada Gender And Development GAD, yaitu PKRT usaha mikro dapat memperoleh akses dan kontrol terhadap program pembangunan yang dapat
meningkatkan usaha mikro mereka. Program yang dihasilkan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sosial dan ekonomi PKRT secara berkelanjutan agar
mereka mampu mandiri baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari komunitas. Hal tersebut dapat dicapai bila terjadi sinergi antar kelompok
masyarakat dan keterpaduan kelembagaan dalam komunitas yang terjalin melalui jejaring sosial. Penyusunan program pemberdayaan bagi PKRT usaha
mikro dilakukan dengan tahap-tahap: identifikasi masalah dan kebutuhan, identifikasi potensi lokal, pendayagunaan sumber-sumber lokal, penyusunan dan
pengusulan rencana.
7.1. Tahap Identifikasi Masalah dan Kebutuhan
Terdapat masalah ketidakadilan gender terhadap perempuan, yaitu program pembangunan belum memperhatikan kebutuhan dan kepentingan
perempuan kepala rumahtangga yang mengelola usaha mikro. Mereka belum sepenuhnya dapat mengakses program P2KP dan UP2K-PKK. Gambaran