95
6.1.2. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro dalam Komunitas
Masalah PKRT tidak hanya berada pada beban ganda, tetapi juga adanya keterbatasan dalam akses dan kontrol. Tabel 23. berikut ini memaparkan
tentang kerangka analisis gender menurut profil akses dan kontrol yang ada pada sumberdaya produktif.
Tabel 23. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro terhadap Sumberdaya Produktif
di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005
LAKI-LAKI PEREMPUAN
NO. SUMBERDAYA PRODUKTIF
AKSES KONTROL
AKSES KONTROL
1. Penggunaan tenaga kerja orang lain
v v
v 2.
Kredit Uang vv
v v
3. Modal
v v
v v
4. Peralatanteknologi
v v
5. Pendidikanpelatihan
v v
6. Sumberdaya lain:
• Organisasi lokal
vv v
v •
Lembaga formal vv
v v
• Lembaga non formal
v v
• Pasar
v vv
Sumber: Diadaptasi dari Aus AID’s to Gender and Development dalam IASTP II, 1999.
Keterangan: •
vv : Lebih dominan.
Tabel 23. di atas menunjukkan bahwa akses dan kontrol perempuan sangat terbatas. Perempuan memiliki akses terhadap sumberdaya produktif
seperti penggunaan tenaga kerja, lahan, kredit uang, modal untuk usaha dan sumberdaya yang lain, tetapi kurang memiliki kontrol terhadapnya. Laki-laki
memiliki akses kesempatan dan kontrol menentukan dalam sumberdaya produktif. Penentuan tenaga kerja terutama dalam usaha mikro, laki -laki lebih
memegang peranan penting. Hasil wawancara menunjukkan bahwa perempuan bekerja hanya sekedar membantu suami, sedangkan tenaga kerja untuk laki-laki
lebih utama seperti yang diungkapkan oleh Ibu PP PKRT usaha mikro: Perempuan di sini bekerja hanya untuk membantu suami. Tetap saja
suami sebagai pencari nafkah untuk keluarga dan anak-anak. Uraian di atas mengungkapkan bahwa laki-laki sebagai pencari nafkah
utama dan perempuan sebagai pencari nafkah tambahan dinyatakan sendiri oleh perempuan di Desa Sekarwangi. Mereka belum menyadari bah wa adanya
anggapan tersebut mempengaruhi akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya produktif, seperti untuk memperoleh modal dan kredit untuk usaha
mengalami hambatan.
96 Pendidikanpelatihan belum diakses oleh perempuan, karena gerak
mereka dibatasi oleh urusan rumahtangga dan mengurus suami dan anak-anak. Apalagi untuk pendidikanpelatihan yang diselenggarakan di penginapan, mereka
sulit untuk memperoleh izin suami. Peralatan dan teknologi masih diakses dan dimiliki oleh laki -laki, seperti pembuatan kerupuk seblak, pengetahuan tentang
resep pembuatannya ada pada laki-laki. Usaha konveksi juga sebagian besar dikelola oleh laki -laki.
Sebagian PKRT yang mengelola usaha mikro dapat mengakses permodalan yang diperoleh dari program pembangunan yang ada di Desa
Sekarwangi Kecamatan Katapang, tetapi sebagian yang lain tidak dapat mengaksesnya. Hal tersebut disebabkan adanya kekhawatiran bahwa PKRT
usaha mikro tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Kontrol PKRT usaha mikro pada sumberdaya terbatas pada kontrol terhadap modal. Modal yang
diperolehnya berasal dari keluarga dan bila PKRT usaha mikro dapat mengakses program pembangunan, maka ia mendapatkan kewenangan untuk menentukan
jenis usahanya. Modal usaha diperoleh PKRT yang bergerak dalam usaha mikro melalui program P2KP dan UP2K-PKK, walaupun tidak semua memperolehnya
karena keterbatasan anggaran dan dana bersifat bergulir. Pengelolaan modal untuk usaha mikro diatur antara suami dan istri dalam
arti setelah modal ada dalam keluarga, pengalokasian cenderung didominasi oleh laki-laki. Kredit lebih besar diperoleh oleh laki -laki kemudian diserahkan
kepada istrinya yang mengelola usaha mikro. Hal tersebut dikarenakan untuk memperoleh kredit atau pinjaman diperlukan beberapa persyaratan administrasi
diantaranya KTP dan KK. Banyak perempuan di Desa Sekarwangi tidak mempedulikan kepemilikan KTP, karena dianggapnya tidak memberikan banyak
manfaat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak WN Pengurus P2KP: Kaum perempuan di sini banyak yang tidak memiliki KTP. Mereka merasa
tidak penting untuk memilikinya karena tidak pernah diperiksa dan KTP hanya digunakan untuk meminjam kredit ke bank. Sedangkan untuk
meminjam ke bank sudah ada suami. Mereka hanya di rumah saja dan tidak kemana-mana.
Uraian di atas mengungkapkan bahwa akses perempuan terhadap kredit masih terbatas karena mereka tidak mempunyai KTP yang dapat digunakan
sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman kredit. Mereka mengandalkan suaminya yang mempunyai KTP untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga
formal, sehingga yang tercantum dalam program P2KP lebih banyak nama laki-
97 laki daripada perempuan, padahal usaha mikro lebih banyak dikelola oleh
perempuan. Hal tersebut tentu dapat merugikan kaum perempuan terutama bagi PKRT usaha mikro, karena usahanya tidak dapat berkembang diakibatkan
ketergantungannya terhadap keberadaan suaminya, terutama pada kepemilikan KTP.
Kelembagaan formal yang dapat diakses oleh perempuan adalah PKK. Jumlah Kader yang terlibat di desa Sekarwangi sebanyak
± 56 orang yang
terbagi di 8 RW. Kontrol dalam lembaga ini tetap dikendalikan oleh desa, karena semua program-programnya ditentukan oleh desa. Kegiatan rapat rutin bulanan
PKK desa selalu dihadiri oleh Kepala Desa. Rencana program pengembangan desa selalu diinformasikan dan program kegia tan PKK juga diarahkan sesuai
dengan program desa. PKRT secara dominan mempunyai akses terhadap pasar, karena untuk
keperluan belanja usaha mikro yang dijalankannya, PKRT tidak bisa terlepas dari adanya pasar. Pasar terdekat yang biasa diakses oleh PKRT adalah Pasar
Soreang dan Pasar Sayati. PKRT tidak mempunyai kontrol untuk menentukan harga dan jumlah barang yang ada di pasar, karena ia hanya dapat membeli
sesuai keperluan dan jumlah uang yang ada pada dirinya.
6.1.3. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro terhadap Manfaat Kegiatan Pembangunan