92 dalam komunitas dapat memudahkan melihat beban kerja baik laki-laki ataupun
perempuan. Tabel 22. berikut ini menjelaskan tentang aktivitas gender untuk mengetahui pembagian kerja gender yang ada dalam komunitas.
Tabel 22. Profil Kegiatan Gender di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang
Tahun 2005
NO KEGIATAN
PD LD
AP AL
1. a.
Kerja Produktif Productive Work Usaha Tani sawah
Mengolah tanah membajak, mencangkul v
Mengairi sawah mengatur perairan v
Menanam padi v
Menyiangi rumput v
Memupuk v
Menyemprot membasmi hama v
Menjaga dari gangguan hama dan burung v
Memanen vv
v Merontokkan padi
v Pengeringan
v Penyeleban mengubah dari padi menjadi beras
v Pengepakan ke dalam karung
v Penjualan atau pemasaran
v
b. Mengelola warung vv
v
c. Pekerjaan buruh bangunanbengkel v
d. Pekerjaan peternakan vv
v
e. Pekerjaan jasa v
f. Berdagang v
2.
Kerja Reproduktif Reproductive Work
Melahirkan v
Mengasuh anak v
Menyusui anak v
Menyediakan makanan v
Mengambil air dan bahan bakar Berbelanja
v Perawatan pekarangan rumah
v vv
Membersihkan rumah menjaga kesehatan keluarga vv
v v
3. Kerja KomunitasSosial community Work
Upacara dan Peringatan Aktivitas pembangunan komunitas
v Partisipasi dan kelompok, dan organisasi
v vv
Mempersiapkan pesta v
v Menyiapkan pemakaman
v Aktivitas politik lokal
v Kegiatan keagamaan
v vv
v v
Sumber: Diadaptasi dari Aus AID’s to Gender and Development dalam IASTP II, 1999.
Keterangan: •
PD : Perempuan Dewasa. •
LD : Laki-laki Dewasa. •
AP : Anak Perempuan. •
AL : Anak Laki-laki. •
vv : Lebih dominan.
Data pada Tabel 22. menunjukkan bahwa Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang sebagian besar merupakan daerah pertanian. Pekerjaan produktif
dalam komunitas adalah bertani yang banyak dilakukan oleh laki-laki. Perempuan hanya melakukan pekerjaan produktif yang ringan seperti menanam
93 padi, menyiangi rumput dan memanen. Kondisi fisik secara tidak langsung
mempengaruhi aktivitas dan kegiatan antara laki -laki dan perempuan. Laki-laki mempunyai kondisi fisik yang kuat dan bidang pekerjaan yang dilakukannya
adalah yang bersifat penggunaan otot seperti mencangkul, perbengkelan, dan sebagainya. Perempuan sesuai dengan kondisi fisiknya juga mengerjakan
pekerjaan yang berkaitan dengan kegiatan kewanitaan dan paling terbesar adalah kegiatan reproduktif.
Kegiatan perempuan kepala rumahtangga yang mengelola usaha mikro di Desa Sekarwangi lebih banyak pada kegiatan produktif yaitu mengelola usaha
warungan atau dagang dan melakukan pekerjaan reproduktif yaitu mengelola pekerjaan domestik. Seorang PKRT usaha mikro dengan demikian mempunyai
beban kerja ganda apabila dilihat dari jam kerja harian yaitu dari subuh hingga malam hari PKRT lebih banyak melakukan pekerjaan produktif dan reproduktif.
Kalaupun pekerjaan tersebut dilakukan bersama-sama dengan suami atau anaknya, tetapi tetap lebih banyak dilakukan oleh PKRT, terutama untuk
pekerjaan reproduktif. PKRT yang mengelola usaha mikro juga ikut serta dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Mereka terhimpun dalam kegiatan PKK,
kegiatan arisan yaitu arisan telur dan arisan barang menjelang hari raya dan kegiatan keagamaan seperti kegiatan pengajian yang diadakan setiap minggu
yaitu pada hari Jumat hasil PRA. Kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh PKRT usaha mikro adalah
warungan atau berjualan makanan atau sayuran. Sedikit perempuan yang bergerak dalam kegiatan usaha yang lebih berat misalnya konveksi,
perbengkelan, berjualan beras, jasa seperti angkutan umum dan sebagainya, yang penghasilannya jauh lebih besar daripada berjualan warungan.
PKRT yang pasangan hidupnya menganggur mempunyai jadwal harian yang padat. Apabila suaminya mengerti akan kesulitan PKRT, maka ia akan
berusaha untuk membantu istrinya, tetapi apabila tidak memahami pekerjaan istrinya tentu akan menjadi masalah. Berdasarkan hasil wawancara sebagian
besar waktu PKRT habis untuk mengerjakan pekerjaan domestik rumahtangga dan setelah itu mengerjakan usaha mikronya. Suami PKRT yang menganggur
lebih santai menikmati waktunya di rumah. Laki -laki juga terlibat dalam mengelola warungan, yaitu pada saat istrinya mengantar anak sekolah, maka
suami yang menjaga warung. Kadang-kadang membuat keterampilan kecil-
94 kecilan untuk mengisi waktu luang, tetapi sebagian besar waktunya digunakan
untuk santai sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu NG PKRT usaha mikro: Suami saya baru kena PHK dari pabrik sepatu, sudah hampir satu Tahun
dia menganggur. Usaha yang saya jalankan sekarang adalah dagang bakso. Setiap hari kerjaan dia moyan berjemur dan setelah itu
menonton televisi. Urusan dapur sampai anak saya yang mengasuh sambil menjaga dagangan saya. Suami saya kadang-kadang membuat
sepatu dari bahan-bahan sisa pabrik.
Uraian di atas menggambarkan bahwa PKRT yang mengelola usaha mikro mengalami double burden atau beban ganda dalam mengelola urusan
rumahtangga dan usaha mikronya. Selain menjaga warungnya, seorang PKRT juga mengerjakan pekerjaan domestik seperti membersihkan rumah, memasak
dan mengasuh anak. Suaminya yang menganggur akibat PHK kadang-kadang mengisi waktu luangnya dengan mengerjakan pekerjaan ringan seperti membuat
atau memperbaiki sepatu dan jarang membantu mengerjakan pekerjaan istrinya apabila tidak diminta. Hal tersebut dapat menyebabkan konflik peran bagi PKRT
usaha mikro yaitu ada keinginan untuk mengurus rumahtangga tetapi di lain pihak ia juga menjalankan usaha mikronya.
Sebagian PKRT usaha mikro berkeinginan untuk melepaskan diri dari himpitan tersebut, tetapi tidak tega meninggalkan anak-anaknya karena sebagai
penopang perekonomian keluarga, seorang PKRT bertanggung jawab untuk menjaga kelangsungan pendidikan anaknya. Hal tersebut sebagaimana
diungkapkan oleh Ibu LI PKRT usaha mikro: Kalau saya tidak ingat sama anak-anak saya, ingin saya pergi
meninggalkan rumah kembali sama orang tua, karena saya capek dan bingung harus bagaimana mencari uang lagi. Suami menganggur dan
sulit mencari kerja lagi karena sudah tua, sedangkan anak-anak memerlukan biaya sekolah.
Uraian tersebut menggambarkan bahwa seorang PKRT usaha mikro mengalami posisi tidak mengenakkan dan mengalami konflik peran, sehingga
dapat menimbulkan stres karena terlalu lelah bekerja. Ia ingin menenangkan diri dan beristirahat dengan kembali ke orang tuanya, tetapi ia tidak tega
meninggalkan anak-anaknya yang masih sekolah. Pilihan yang sulit tersebut menyebabkan seorang PKRT usaha mikro tetap bertahan menjalankan
usahanya untuk membiayai kehidupan dan pendidikan bagi anak-anaknya agar mereka tidak mengalami nasib seperti dirinya dan bisa maju melebihi kehidupan
orang tuanya.
95
6.1.2. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro dalam Komunitas
Masalah PKRT tidak hanya berada pada beban ganda, tetapi juga adanya keterbatasan dalam akses dan kontrol. Tabel 23. berikut ini memaparkan
tentang kerangka analisis gender menurut profil akses dan kontrol yang ada pada sumberdaya produktif.
Tabel 23. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro terhadap Sumberdaya Produktif
di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005
LAKI-LAKI PEREMPUAN
NO. SUMBERDAYA PRODUKTIF
AKSES KONTROL
AKSES KONTROL
1. Penggunaan tenaga kerja orang lain
v v
v 2.
Kredit Uang vv
v v
3. Modal
v v
v v
4. Peralatanteknologi
v v
5. Pendidikanpelatihan
v v
6. Sumberdaya lain:
• Organisasi lokal
vv v
v •
Lembaga formal vv
v v
• Lembaga non formal
v v
• Pasar
v vv
Sumber: Diadaptasi dari Aus AID’s to Gender and Development dalam IASTP II, 1999.
Keterangan: •
vv : Lebih dominan.
Tabel 23. di atas menunjukkan bahwa akses dan kontrol perempuan sangat terbatas. Perempuan memiliki akses terhadap sumberdaya produktif
seperti penggunaan tenaga kerja, lahan, kredit uang, modal untuk usaha dan sumberdaya yang lain, tetapi kurang memiliki kontrol terhadapnya. Laki-laki
memiliki akses kesempatan dan kontrol menentukan dalam sumberdaya produktif. Penentuan tenaga kerja terutama dalam usaha mikro, laki -laki lebih
memegang peranan penting. Hasil wawancara menunjukkan bahwa perempuan bekerja hanya sekedar membantu suami, sedangkan tenaga kerja untuk laki-laki
lebih utama seperti yang diungkapkan oleh Ibu PP PKRT usaha mikro: Perempuan di sini bekerja hanya untuk membantu suami. Tetap saja
suami sebagai pencari nafkah untuk keluarga dan anak-anak. Uraian di atas mengungkapkan bahwa laki-laki sebagai pencari nafkah
utama dan perempuan sebagai pencari nafkah tambahan dinyatakan sendiri oleh perempuan di Desa Sekarwangi. Mereka belum menyadari bah wa adanya
anggapan tersebut mempengaruhi akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya produktif, seperti untuk memperoleh modal dan kredit untuk usaha
mengalami hambatan.
96 Pendidikanpelatihan belum diakses oleh perempuan, karena gerak
mereka dibatasi oleh urusan rumahtangga dan mengurus suami dan anak-anak. Apalagi untuk pendidikanpelatihan yang diselenggarakan di penginapan, mereka
sulit untuk memperoleh izin suami. Peralatan dan teknologi masih diakses dan dimiliki oleh laki -laki, seperti pembuatan kerupuk seblak, pengetahuan tentang
resep pembuatannya ada pada laki-laki. Usaha konveksi juga sebagian besar dikelola oleh laki -laki.
Sebagian PKRT yang mengelola usaha mikro dapat mengakses permodalan yang diperoleh dari program pembangunan yang ada di Desa
Sekarwangi Kecamatan Katapang, tetapi sebagian yang lain tidak dapat mengaksesnya. Hal tersebut disebabkan adanya kekhawatiran bahwa PKRT
usaha mikro tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Kontrol PKRT usaha mikro pada sumberdaya terbatas pada kontrol terhadap modal. Modal yang
diperolehnya berasal dari keluarga dan bila PKRT usaha mikro dapat mengakses program pembangunan, maka ia mendapatkan kewenangan untuk menentukan
jenis usahanya. Modal usaha diperoleh PKRT yang bergerak dalam usaha mikro melalui program P2KP dan UP2K-PKK, walaupun tidak semua memperolehnya
karena keterbatasan anggaran dan dana bersifat bergulir. Pengelolaan modal untuk usaha mikro diatur antara suami dan istri dalam
arti setelah modal ada dalam keluarga, pengalokasian cenderung didominasi oleh laki-laki. Kredit lebih besar diperoleh oleh laki -laki kemudian diserahkan
kepada istrinya yang mengelola usaha mikro. Hal tersebut dikarenakan untuk memperoleh kredit atau pinjaman diperlukan beberapa persyaratan administrasi
diantaranya KTP dan KK. Banyak perempuan di Desa Sekarwangi tidak mempedulikan kepemilikan KTP, karena dianggapnya tidak memberikan banyak
manfaat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak WN Pengurus P2KP: Kaum perempuan di sini banyak yang tidak memiliki KTP. Mereka merasa
tidak penting untuk memilikinya karena tidak pernah diperiksa dan KTP hanya digunakan untuk meminjam kredit ke bank. Sedangkan untuk
meminjam ke bank sudah ada suami. Mereka hanya di rumah saja dan tidak kemana-mana.
Uraian di atas mengungkapkan bahwa akses perempuan terhadap kredit masih terbatas karena mereka tidak mempunyai KTP yang dapat digunakan
sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman kredit. Mereka mengandalkan suaminya yang mempunyai KTP untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga
formal, sehingga yang tercantum dalam program P2KP lebih banyak nama laki-
97 laki daripada perempuan, padahal usaha mikro lebih banyak dikelola oleh
perempuan. Hal tersebut tentu dapat merugikan kaum perempuan terutama bagi PKRT usaha mikro, karena usahanya tidak dapat berkembang diakibatkan
ketergantungannya terhadap keberadaan suaminya, terutama pada kepemilikan KTP.
Kelembagaan formal yang dapat diakses oleh perempuan adalah PKK. Jumlah Kader yang terlibat di desa Sekarwangi sebanyak
± 56 orang yang
terbagi di 8 RW. Kontrol dalam lembaga ini tetap dikendalikan oleh desa, karena semua program-programnya ditentukan oleh desa. Kegiatan rapat rutin bulanan
PKK desa selalu dihadiri oleh Kepala Desa. Rencana program pengembangan desa selalu diinformasikan dan program kegia tan PKK juga diarahkan sesuai
dengan program desa. PKRT secara dominan mempunyai akses terhadap pasar, karena untuk
keperluan belanja usaha mikro yang dijalankannya, PKRT tidak bisa terlepas dari adanya pasar. Pasar terdekat yang biasa diakses oleh PKRT adalah Pasar
Soreang dan Pasar Sayati. PKRT tidak mempunyai kontrol untuk menentukan harga dan jumlah barang yang ada di pasar, karena ia hanya dapat membeli
sesuai keperluan dan jumlah uang yang ada pada dirinya.
6.1.3. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro terhadap Manfaat Kegiatan Pembangunan
Manfaat kegiatan pembangunan terhadap PKRT usaha mikro dapat dilihat dari sumberdaya yang ada di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang
seperti penghasilan, pangan, sandang, papan dan barang konsumen, kesempatan kerja, pendidikanpelatihan dan kekuasaan untuk status yang lebih
tinggi. Setelah adanya program P2KP dan UP2K-PKK tidak banyak memberikan manfaat terhadap kehidupan PKRT. Akses dan kontrol pada manfaat dari
kegiatan pembangunan dapat dilihat pada Tabel 24. berikut ini.
98 Tabel 24. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro terhadap Manfaat Kegiatan
Pembangunan di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005
LAKI-LAKI PEREMPUAN
NO. MANFAAT KEGIATAN
PEMBANGUNAN
AKSES KONTROL
AKSES KONTROL
1. Penghasilan
v v
v 2.
Pangan Sandang
Barang konsumen v
v 3.
Kesempatan kerja v
v v
4. Pendidikanpelatihan
v v
v 5.
Kekuasaan politis Status yang lebih tinggi
v v
Sumber: Diadaptasi dari Aus AID’s to Gender and Development dalam IASTP II, 1999.
Data pada Tabel 24. menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai akses dan kontrol terhadap penghasilan dari program pembangunan yang ada di Desa
Sekarwangi. Laki-laki dapat dengan mudah untuk meminjam dana bantuan P2KP dan UP2K-PKK karena mempunyai KTP. Kewenangan pengambilan keputusan
terhadap penggunaan dana tersebut juga dimiliki oleh laki-laki dengan memberikan dana secukupnya kepada istrinya untuk kehidupan sehari-harinya.
Perempuan hanya mempunyai akses dan tidak ada kontrol dari penghasilan yang diterimanya. Hal tersebut disebabkan penghasilan perempuan digunakan
untuk membiayai kehidupan diri dan anak-anaknya juga terlebih bagi seorang PKRT. Penghasilan yang diterimanya dari hasil usaha digunakan sepenuhnya
untuk menghidupi keluarga dan membiayai sekolah anak-anaknya. Program P2KP dan UP2K-PKK tidak banyak memberikan pengaruh yang
berarti terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang terutama bagi PKRT usaha mikro sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu IN Pengurus
P2KP: Dana P2KP dan UP2K-PKK tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan dan
sandang bagi PKRT usaha mikro. Jangankan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karena uang yang didapatnya digunakan untuk membayar
hutang ke rentenir.
Uraian tersebut menjelaskan bahwa dana dari P2KP yang diterima oleh PKRT usaha mikro pada awalnya digunakan untuk menambah modal usaha,
tetapi karena mereka sebelumnya mempunyai hutang ke rentenir, akhirnya uang tersebut digunakan untuk membayar hutang, sehingga usaha mereka tidak
berkembang.
99 Akses dan kontrol terhadap kesempatan kerja lebih dimiliki oleh laki-laki
dan mereka bukan merupakan rumahtangga PKRT, karena mereka lebih mempunyai peluang untuk mengembangkan usaha mereka dengan mendapat
pinjaman yang lebih besar seperti untuk usaha becak. Akses terhadap kesempatan kerja bagi perempuan terutama PKRT usaha mikro terbatas, karena
adanya anggapan bahwa mereka adalah pencari nafkah tambahan. Akses dan kontrol untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan juga lebih dimiliki oleh laki-laki,
karena mereka tidak terikat untuk melakukan pekerjaan reproduktif, sehingga mereka lebih leluasa untuk keluar rumah mengikuti kegiatan, sedangkan bagi
perempuan harus mendapat ijin suami sebelum mengikuti pendidikan atau pelatihan, apalagi untuk pelatihan yang perlu menginap. Apabila ternyata suami
tidak mengijinkan, maka perempuan tidak dapat mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan tersebut. Kekuasaan politis yaitu akses dan kontrol terhadap
peningkatan status yang lebih tinggi ada pada laki -laki, karena mereka mempunyai peluang untuk mengikuti kegiatan di desa daripada perempuan
apalagi bagi PKRT usaha mikro. Pemegang anggaran P2KP dan UP2K -PKK adalah para tokoh masyarakat yang sebagian besar yaitu sebanyak 14 orang
atau 80 adalah laki -laki yang menjadi Ketua RW dan tokoh masyarakat, dan 3 orang atau 20 adalah perempuan yang menjadi pengurus PKK dan kerabat
dari aparat desa.
6.1.4. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro terhadap Kelembagaan dalam Komunitas
Akses dan Kontrol PKRT usaha mikro terhadap kelembagaan formal dan informal digunakan untuk melihat bagaimana jejaring sosial PKRT usaha mikro
terhadap kelembagaan tersebut dan pola hubungan yang terjadi diantara mereka. Kesempatan dan kewenangan pengambilan keputusan untuk ikut
terlibat dalam kelembagaan formal dan informal dapat dilihat pada Tabel 25. berikut ini:
100 Tabel 25. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro terhadap Kelembagaan Formal
dan Informal serta Faktor Pendukungnya di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005
Lembaga Informal Lembaga Formal
Keluarga Teman
Kelompok arisan
Pasar Media
Kelompok KSM
Faktor Pendukung
Akses Kontrol
Akses Kontrol
Akses Kontrol
Akses Kontrol
Akses Kontrol
Akses Kontrol
Informasi: Pasar, harga,
inovasi produk. v
v v
v v
v Kepercayaan
kepada PKRT usaha mikro
v v
v v
Pemberian Kredit
v v
v v
v v
Perangkat publik dan
sumber potensi masyarakat
v v
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2005.
Data pada Tabel 25. menunjukkan bahwa akses dan kontrol PKRT usaha mikro terhadap lembaga informal dan formal terdiri dari informasi tentang harga,
produk dan pasar, kepercayaan terhadap PKRT, pemberian kredit dan perangkat publik atau sumber potensi masyarakat. Lembaga informal terdiri dari keluarga,
teman usaha atau teman yang beperan sebagai rentenir serta kelompok arisan. Lembaga formal terdiri dari pasar, media audio visual yang dapat digunakan
sebagai informasi, dan kelompok swadaya masyarakat KSM dalam program P2KP.
PKRT usaha mikro mempunyai kesempatan atau akses terhadap lembaga formal dan informal, baik dalam aspek informasi, kepercayaan, kredit
dan sumb er kemasyarakatan, tetapi mereka lebih banyak tidak mempunyai kewenangan mengambil keputusan terhadap aspek tadi. PKRT usaha mikro
mempunyai akses terhadap informasi dari lembaga informal seperti keluarga, teman usaha dan teman arisan. Sesama teman mereka biasa mengutarakan
kesulitan dan berbicara mengenai harga dan barang-barang yang dijual apabila jenisnya sama. Antara sesama PKRT usaha mikro biasanya mengetahui
bagaimana jenis usaha temannya dan mengetahui berapa keuntungan yang diperoleh temannya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu EM PKRT usaha
mikro yang mengelola dagangan asakan pada saat PRA: Usaha warungan dan dagangan asakan yang ada di Desa Sekarwangi
mengalami pasang surut yang kebalikan dari masing -masing usaha tersebut. Warungan mengalami keuntungan di akhir bulan, sedangkan
101 dagang asakan mengalami keuntungan pada awal bulan. Usaha
warungan memerlukan dana sebesar Rp. 200.000 sampai dengan Rp. 300.000 untuk menjalankan usahanya, sedangkan dagangan asakan
seperti saya memerlukan modal sebesar Rp. 250.000 sampai Rp. 500.000.
Uraian di atas menggambarkan bahwa sesama PKRT usaha mikro dapat mengetahui bagaimana kondisi usaha yang dikelola oleh temannya. Mereka
saling mengetahui kapan usaha maju dan kapan merugi, sehingga mereka dapat membuat antisipasi terhadap usahanya, seperti mengurangi stok barang yang
mudah basi pada saat sepi konsumen dan memperbanyak jenis barang yang dijual pada saat pembeli banyak. PKRT usaha mikro dapat mengambil keputusan
untuk menentukan berapa harga jual dari barang yang dijualnya berdasarkan informasi yang diperoleh dari temannya. Informasi tentang harga dan produk
yang dijual oleh PKRT usaha mikro diperolehnya dari lembaga formal seperti pasar, media dan Kelompok Swadaya Masyarakat KSM.
PKRT usaha mikro dalam menjalankan usahanya mempunyai akses terhadap kepercayaan dari keluarga, mereka memperoleh dukungan dan
bantuan dari keluarga seperti bantuan modal usaha. Mereka juga memperoleh kepercayaan dan dapat memutuskan untuk meminjam uang sebagai modal
usaha dari temannya yang menjadi rentenir. PKRT usaha mikro juga diberikan kepercayaan untuk mengambil barang di pasar dan membayarnya di kemudian
hari. Pemberian kredit untuk usaha mikro terhadap PKRT diberikan oleh keluarga, teman, kelompok arisan dan KSM. PKRT usaha mikro banyak
memperoleh dukungan dari teman, seperti teman usaha dan temannya yang menjadi rentenir.
Pengambilan keputusan PKRT usaha mikro untuk terlibat dalam meminjam kredit dari rentenir. Mereka lebih suka meminjam kepada rentenir,
karena prosesnya mudah dan tidak rumit, serta cara penagihannyapun ramah sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu LI PKRT usaha mikro:
Saya kadang kehabisan modal untuk usaha karena hasil usaha dipakai untuk berobat anak saya yang sakit, belum lagi untuk biaya dapur dan
sekolah anak. Persediaan rokok juga dihabiskan oleh suami saya. Dia menganggur. Akhirnya saya meminjam pada tante sebutan untuk
rentenir. Prosesnya mudah dan cara menagihnya juga ramah.
Uraian di atas menjelaskan bahwa warga masyarakat terutama PKRT dalam mengatasi masalah permodalan usaha mikro lebih banyak meminjam
kepada rentenir bank keliling. Mereka mempunyai anggapan bahwa dengan
102 meminjam kepada rentenir prosesnya lebih mudah, hanya mengandalkan
kepercayaan dan mereka menagihnyapun ramah, sehingga mereka lebih percaya kepada rentenir.
Akses PKRT usaha mikro terhadap perangkat publik dan sumber potensi masyarakat terbatas pada teman usahanya dan KSM. Lembaga tersebut dapat
digunakan oleh PKRT usaha mikro untuk memperoleh dukungan modal usaha dan berkelompok untuk mengembangkan usaha.
6.1.5. Faktor yang Berpengaruh terhadap Partisipasi PKRT Usaha Mikro
Faktor yang berpengaruh menunjukkan adanya aspek politik, ekonomi, budaya dan pendidikan yang dapat mempengaruhi partisipasi PKRT usaha mikro
keberadaan usahanya. Tabel 26. berikut ini menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi PKRT usaha mikro.
Tabel 26. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Partisipasi PKRT Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005
Kesempatan Dampak
Faktor-faktor
Lk Pr
Lk Pr
Politik kebijakan v
v v
v Ekonomi
v v
Budaya v
v v
Pendidikan v
v Sumber: Diadaptasi dari The Oxfam Gender Training Manual Terjemahan dalam
Harsoyo, 1998.
Tabel 26. menunjukkan bahwa faktor politik, ekonomi, budaya dan pendidikan dapat memberikan kesempatan dan dampak terhadap PKRT usaha
mikro. Laki-laki lebih mempunyai kesempatan untuk berperan dalam kegiatan politik seperti menjadi perangkat desa, mulai dari RT, RW, Kadus sampai aparat
desa. Mereka dapat menga mbil keputusan atas program dan kegiatan yang ada dalam komunitas. Kesempatan perempuan untuk aktif dalam bidang politik
terbatas hanya sebagai pengurus PKK yang tidak mempunyai suara untuk menentukan kebijakan program dan kegiatan, karena keikutsertaan perempuan
dalam kegiatan PKK hanya dikarenakan suami mereka menjadi pejabat di Desa Sekarwangi. Hal tersebut akan memberikan pengaruh terhadap PKRT usaha
mikro, apalagi bagi pendatang baru, karena program dan kegiatan tidak memberikan kesempatan bagi PKRT usaha mikro untuk terlibat di dalamnya.
Penduduk lama cenderung untuk mempertahankan kondisi yang ada dan tidak
103 ingin ada perubahan walaupun perubahan itu bersifat positif seperti untuk
membangun masyarakat. Masyarakat akan mengikuti perubahan jika dianggap hal tersebut bermanfaat bagi kehidupan mereka dan ada buktinya, misalnya
dengan adanya pembangunan fisik jalan, mereka baru percaya terhadap program pembangunan fisik yang ada di wilayahnya dan terutama terhadap profil
kepemimpinan kepala desa. Laki-laki mempunyai akses terhadap faktor ekonomi. Mereka lebih mudah
memperoleh pinjaman dari P2KP karena kepemilikan KTP, sedangkan perempuan terutama PKRT usaha mikro terbatas aksesnya terhadap program
P2KP dan UP2K-PKK. Dampak yang dialami oleh PKRT usaha mikro adalah terbatasnya akses mereka terhadap program P2KP dan UP2K -PKK
menyebabkan usaha mikro yang dikelolanya tidak berkembang karena keterbatasan akses permodalan usaha.
Faktor budaya memberikan dampak bagi PKRT usaha mikro, yaitu hubungan kekerabatan kuat di Desa Sekarwangi dan adanya pembedaan
terhadap warga pendatang. Hal tersebut berpengaruh terhadap pemberian bantuan dari Program P2KP. Bantuan dana bergulir P2KP sebagian besar
diberikan kepada kerabat pemuka masyarakat yang merupakan penduduk asli, sehingga PKRT usaha mikro sulit menjangkau program pembangunan yang ada
di Desa Sekarwangi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu AN PKRT usaha mikro:
Bantuan P2KP diberikan kepada saudara-saudara pemegang bantuan, terutama saudara dari Pak RW. Mereka rata-rata orang kaya. Ibu El itu
penduduk baru, sehingga tidak diberikan bantuan P2KP walaupun kondisi kehidupannya sangat minim dan warungan yang dikelolanya sering tutup
karena kehabisan modal.
Uraian tersebut menggambarkan bahwa program P2KP lebih banyak dimanfaatkan oleh kerabat dan golongan elit masyarakat karena mereka
dianggap dapat mengembalikan pinjaman, sehingga dana P2KP dapat digulirkan. PKRT usaha mikro yang membutuhkan dana tersebut tidak
memperoleh kesempatan untuk meminjam karena ada kekhawatiran cicilan pinjaman tidak kembali, sehingga warung yang dikelolanya sering tutup karena
tidak ada modal untuk membeli barang sebagai stok. Ibu EL PKRT usaha mikro mengungkapkan pendapatnya yaitu sebagai
berikut:
104 Waktu itu saya didata katanya untuk mendapatkan bantuan P2KP, tetapi
setelah dana itu turun dan orang-orang sudah pada mendapatkan, saya tidak diberikan, padahal saya sudah tinggal di sini 8 Tahun. Saya
akhirnya meminjam dana tersebut di desa tempat saya dulu tinggal. Orang-orang sana percaya kepada saya dan sekarang pinjaman itu
sudah saya lunasi.
Uraian di atas menggambarkan bahwa program P2KP belum sepenuhnya menyentuh para pendatang walaupun sudah ada kepastian bahwa dana tersebut
dapat dikembalikan. PKRT usaha mikro terutama pendatang hanya didata saja tetapi setelah dana sudah ada diberikan kepada orang-orang terdekat atau
saudara pengelola dana P2KP, sehingga usaha mikro yang dikelola PKRT tidak mengalami perkembangan. Adanya anggapan bahwa perempuan hanya sebagai
pencari nafkah tambahan juga berpengaruh terhadap pemberian bantuan, karena bantuan dana bergulir sebagian besar diberikan kepada laki -laki yang
dianggap sebagai pencari nafkah utama dan penopang nafkah keluarga. Faktor pendidikan juga mempengaruhi PKRT usaha mikro. Terbatasnya
pendidikan yang dimiliki oleh mereka memberikan dampak terhadap keterampilan yang dimiliki oleh mereka, sehingga mempengaruhi jenis usaha
mikro yang dikelolanya. PKRT usaha mikro mempunyai kesempatan untuk mengikuti keterampilan sebagai wahana untuk menambah wawasan, tetapi gerak
langkahnya kadang terhambat karena harus memperoleh ijin suami untuk keluar rumah, walaupun kegiatan yang akan diikutinya bersifat positif.
Pengambilan keputusan dalam keluarga tetap ditentukan oleh laki-laki. PKRT yang memiliki usaha mikro dan masih mempunyai suami dalam upayanya
untuk memperoleh tambahan modal dari pihak luar selalu meminta ijin dari suaminya terlebih dahulu. Apabila suaminya berkata tidak boleh, maka PKRT
tidak akan meminjam uang tersebut. Alasan yang dilontarkan adalah khawatir tidak bisa membayar cicilannya nanti karena keuntungan hasil usaha selalu habis
untuk biaya hidup sehari-hari.
105
6.2. Peran dan Kebutuhan PKRT Usaha Mikro dalam Program Pembangunan
Peran PKRT usaha mikro dalam program pembangunan merupakan suatu analisis untuk melihat pemenuhan peran produktif, reproduktif dan
kemasyarakatan serta identifikasi kebutuhan gender praktis-strategis yang menjadi tujuan dari program pembangunan masyarakat di Desa Sekarwangi
Kecamatan Katapang. Analisis peran PKRT usa ha mikro dalam program pembangunan masyarakat menggunakan Teknik Analisis Moser.
Kebutuhan gender terhadap program P2KP dan UP2K-PKK dapat dilihat pada Tabel 27. yang menggambarkan bagaimana kedua program tersebut
apakah memenuhi kebutuhan praktis dan strategis PKRT usaha mikro.
Tabel 27. Analisis Perencanaan Gender terhadap Peranan dan Kebutuhan
Gender yang Dipenuhi oleh Program di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005
Peranan yang Difokuskan Kebutuhan Gender yang
Dipenuhi
Maksud Nyata
Maksud Nyata
NAMA PROGRAM
Reprodu ktif
Produktif
Kemasy Reproduktif
Produktif
Ke masy
Keb Gender Praktis
Keb Gender
Strgs Keb
Gender Praktis
Keb Gender
Strgs
P2KP v
v v
v UP2K-
PKK v
v v
v Sumber: Diadaptasi dari The Oxfam Gender Training Manual Terjemahan dalam
Widaningroem, 1998.
Data pada Tabel 27. menunjukkan bahwa pada awalnya peranan gender yang difokuskan pada program pembangunan masyarakat adalah untuk
memenuhi kebutuhan produktif dan kemasyarakatan gender. Kebutuhan gender yang nyata terpenuhi hanya terbatas pada kebutuhan gender praktis, walaupun
tidak semua anggota terpenuhi kebutuhannya, karena dana tersebut hanya bergulir pada tingkat tokoh masyarakat dan hanya sedikit ke PKRT kurang dari
10. Program kegiatan P2KP dan UP2K-PKK belum memenuhi kebutuhan
gender apalagi bagi PKRT, baik kebutuhan yang bersifat praktis maupun strategis. Dana yang diperoleh dari program P2KP ternyata habis dan tidak bisa
bergulir karena terpakai untuk memenuhi kebutuhan subsisten. Kebutuhan strategis adalah kebutuhan yang berhubungan dengan peningkatan peran
106 perempuan dalam masyarakat. Adanya program P2KP dan UP2K-PKK belum
dapat meningkatkan peran perempuan terutama PKRT. Mereka lebih baik meminjam pada rentenir daripada meminjam ke P2KP ataupun UP2K -PKK
karena persyaratan dan prosedurnya yang sulit.
6.3. Identifikasi Ketidakadilan Gender terhadap PKRT Usaha Mikro dalam Komunitas