Partisipasi dalam Lembaga Kerangka Alur Berfikir

21 Analisis pembagian kerja ini perlu untuk mengidentifikasikan: 1 kegiatan mana yang memiliki potensi untuk dikaitkan dengan program pembangunan 2 kapasitas waktu laki-laki dan perempuan 3 ketidakseimbangan beban kerja antara laki-laki dan perempuan 4 ketidakseimbangan pendapatan yang dihasilkan melalui pekerjaan laki-laki dan perempuan.

b. Profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat.

Akses dan kontrol peluang dan penguasaan terhadap sumberdaya dalam keluarga maupun masyarakat pada umumnya, dapat dilihat dari profil peluang dan penguasaan terhadap sumberdaya dan manfaat. Profil peluang dan penguasaan terhadap sumberdaya ini mencakup informasi siapa yang mempunyai peluang dan penguasaan terhadap 1 sumberdaya fisikmaterial, misalnya tanah, modal, peralatan dan sebagainya 2 pasar komoditi untuk membeli dan menjual barang dan kerja 3 sumberdaya sosial budaya, misalnya informasi, pendidikan dan latihan tenaga kerja, dan lain-lain atau singkatnya dapat dikategorikan sebagai sumberdaya politis, ekonomi, waktu dan lain-lain. Sedangkan profil peluang dan penguasaan terhadap manfaat mencakup informasi siapa yang mempunyai peluang dan penguasaan atas hasil 1 pendapatan 2 kekayaan bersama 3 kebutuhan dasar: makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain 4 pendidikan 5 prestisepolitical power. Akses peluang adalah kesempatan untuk menggunakan sumberdaya ataupun hasilnya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumberdaya tersebut. Analisis peluang dan penguasaan terhadap sumberdaya dan manfaat membantu untuk mengidentifikasikan: 1 di mana kekurangan sumberdaya yang dapat diatasiditanggulangi melalui kegiatan program pembangunan 2 ketidaksamaan peluang dan penguasaan antara laki -laki dan perempuan 3 siapa memperoleh manfaat dari penggunaan sumberdaya yang ada, dan 4 potensi apa yang dapat digunakan dan ditingkatkan melalui kegiatan pembangunan.

c. Partisipasi dalam Lembaga

Akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat yang ada dalam masyarakat juga dapat dilihat dari partisipasinya. Partisipasi dalam hal ini dapat berupa 1 partisipasi kuantitatif mengukur aksesibilitas yaitu beberapa laki-laki dan perempuan berperanserta dalam lembaga tertentu dengan kedudukan dan tugas apa, dan 2 partisipasi kualitatif mengukur kontrol yaitu bagaimana 22 peranan laki-laki dan perempuan dalam mengambil keputusan tentang kebijakan lembaga tersebut. Analisis partisipasi dilakukan untuk lembaga formal dan informal yang di desadusun masyarakat yang relevan untuk dikaitkan dengan atau dimanfaatkan untuk kegiatan program pembangunan, misalnya: kelompok petani, koperasi, kelompok simpan pinjam, kelompok agama, arisan, LKMD, dan lain-lain. Analisis pola partisipasi berguna untuk memperlihatkan: 1 hirarki wewenang yang ada di suatu dusundesamasyarakat 2 ketidakseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan di lembaga- lembaga yang ada 3 pada lembaga mana peranserta perempuan perlu diperkuat 4 alasan keterbatasan peranserta perempuan yang dapat dilihat dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi seperti ekonomi, pembagian kerja, norma sosial budaya dan sebagainya.

d. Pengambilan keputusan di dalam keluarga

Gambaran pola kontrol.penguasaan yang ada dalam masyarakat dan terbentuk secara sosial dalam beberapa hal dapat dikaji dari analisis pola pengambilan keputusan dalam keluarga. Analisa pola pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan untuk melihat: 1 siapa bertanggung jawab untuk apa 2 siapa memperoleh manfaat apa 3 siapa bisa dijadikan mitra untuk kegiatan program pembangunan yang menyangkut perubahan sikap dan perilaku.

2. Kerangka Analisis Moser Moser, 1986

Kerangka analisis menurut Moser dapat dilihat dari kebutuhan praktis dan strategis gender. Analisis kebutuhan praktis dan strategis berguna untuk menyusun suatu perencanaan ataupun mengevaluasi apakah suatu kegiatan pembangunan telah mempertimbangkan ataupun ditujukan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan baik oleh laki -laki dan perempuan. Kebutuhan praktis adalah kebutuhan yang diformulasikan dari kondisi kongkrit pengalaman perempuan, dengan posisi gender mereka dalam pembagian kerja secara seksual dan untuk kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan strategis adalah kebutuhan yang dirumuskan dari analisa subordinasi perempuan terhadap laki-laki, dan dari analisa ini diidentifikasikan kepentingan gender strategis untuk mencapai suatu alternatif kelembagaan masyarakat yang lebih setara dan yang lebih memuaskan dari yang ada sekarang, baik dilihat dari 23 segi struktur maupun sifat hubungan antara laki-laki dan perempuan Moser, 1999. Tabel 2. berikut ini menampilkan perbedaan antara kebutuhan praktis dan strategis gender. Tabel 2. Perbedaan Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender. Kebutuhan praktis menyangkut keadaan =situasi Kebutuhan strategis menyangkut kedudukan =posisi Biasanya berhubungan dengan keadaan hidup yang tidak memuaskan, misalnya kurangnya sumberdaya, tidak dipenuhi kebutuhan dasar. Contoh: masalah air minum, pangan, kesehatan, dsb. Dapat segera diidentifikasi karena langsung dirasakan, dapat dipenuhi dalam waktu relatif pendek melalui intervensi tertentu, misalnya membangun sumur, menjala nkan posyandu dsb. Berkaitan dengan peranan-peranan dan kedudukan di masyarakat yang dipengaruhi faktor struktural seperti ekonomi, sistem politik, perundang-undangan, kebijakan kesejahteraan, norma-norma sosial-budaya dsb. Menyambut peluang dan kekuasaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan kesempatan untuk memilih dan menentukan cara hidup. Cara menanggulangi kebutuhan praktis: melibatkan perempuan sebagai pemanfaat dan mungkin sebagai peserta. Memperbaiki kondisi hidup perempuan melalui kegiatan dengan suatu hasil yang langsung dan cepat dirasakan. Tidak merubah peranan-peranan dan hubungan sosial budaya yang ada. Cara menanggulangi kebutuhan strategis: Melibatkan perempuan sebagai pelaku atau memfasilitasi perempuan untuk menjadi pelaku dan penentu kegiatan. Dilakukan melalui penyadaran, perkuatan rasa percaya diri, pendidikan pengembangan, pengorganisasian masyarakat perempuan dan sebagainya. Memperkuat perempuan untuk memperoleh kesempatan yang lebih banyak dalam pengambilan keputusan di semua bidang dan semua tingkat masyarakat, memperjuangkan akses dan kontrol terhadap sumberdaya yang lebih besar. Sumber: A Theory and Methodology of Gender Planning: Meeting Women’s Practical and Strategic Gender Needs, 1986. Suatu program pembangunan yang berwawasan gender seharusnya berusaha untuk mengidentifikasi terlebih dahulu ataupun memperhatikan kebutuhan masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan Gender And Development, kebutuhan masyarakat tadi dibedakan antara kebutuhan laki-laki dan perempuan baik yang bersifat praktis maupun strategis. Kebutuhan praktis berkaitan dengan kondisi misalnya: kondisi hidup yang tidak memadai, kurangnya sumberdaya seperti pangan, air, kesehatan, pendidikan anak, pendapatan dll, sedangkan kebutuhan strategis berkaitan dengan posisi misalnya: posisi yang tersubordinasi dalam masyarakat atau keluarga. Pemenuhan kebutuhan praktis melalui kegiatan pembangunan kemungkinan hanya memerlukan jangka waktu yang relatif pendek. Proses tersebut melibatkan input seperti peralatan, tenaga ahli, pelatihan, klinik atau 24 program pemberian kredit dan lain-lain. Umumnya kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan praktis dan memperbaiki kondisi hidup akan memelihara atau bahkan menguatkan hubungan tradisional antara laki-laki dan perempuan yang ada. Sedangkan untuk mencapai kepentingankebutuhan strategis berkaitan dengan perbaikan posisi perempuan misalnya memberdayakan perempuan agar memperoleh kesempatan lebih besar terhadap akses sumberdaya, partispasi yang seimbang dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan dan lain-lain memerlukan jangka waktu relatif lebih panjang. Kepentingan-kepentingan strategis biasanya relatif lebih kabur dibanding kepentingan praktis yang mudah terlihat. Perempuan sebagai suatu kategorikelompok biasanya memiliki kepentingan strategis sebagai berikut: 1 mengurangi kerentanan terhadap kekerasan dan eksploitasi, 2 lebih memiliki jaminan ekonomi, ketidaktergantungan, pilihan dan kesempatan, 3 berbagi tanggung jawab untuk kegiatan reproduktif dengan laki-laki atau lembaga- lembaga masyarakat, 4 pengorganisasian masyarakat dengan perempuan untuk menggalang kekuatan, solidaritas dan aksi 5 meningkatkan kekuatan politik, 6 meningkatkan kemampuan untuk memperbaiki kualitas hidup dan masa depan anak-anaknya, 7 lebih manusiawi dan berkeadilan dalam proses pembangunan. Langkah-langkah untuk mencapai kebutuhan strategis di dalam suatu kegiatanprogram: 1 Analisis gender suatu masyarakat dilakukan sebelum kegiatan atau program dimulai. Dalam analisis ini dilakukan secara partisipatif dengan harus melibatkan laki-laki dan perempuan baik bersama atau secara terpisah bila diperlukan mulai dari tingkat akar rumputdesa. Analisis gender yang dilakukan sebelum dilaksanakannya suatu program akan berguna memberikan informasi untuk memperbaiki program, perencanaan dan rancangannya, ataupun menyediakan data dasar yang berguna untuk mengukur perubahan kondisi dan posisi kemudian. 2 Konsultasi pada perempuan. Hal ini memerlukan identifikasi pengorganisasian masyarakat perempuan atau yang berafiliasi pada perempuan, wakil-wakil dalam suatu wilayah program, dan cara- cara yang cocok untuk berkonsultasi dan bekerja sama mereka. Jaringan konsultatif dapat termasuk konsultan lokal, pegawai pemerintah, anggota pengorganisasian masyarakat, tokoh perempuan dalam masyarakat. Nasehat dapat dicari dengan cara memaksimalkan keterlibatan perempuan, manfaat, dan partisipasinya sebagai pengambil keputusan serta dengan menjalin kerjasama 25 dan support dari laki -laki. 3 Memperoleh dukungan dari laki -laki. Dukungan dan keterlibatan laki -laki sangat penting dalam kegiatan pembangunan bersama perempuan, baik dalam program pembangunan yang masih terpadu maupun program pembangunan khusus untuk perempuan. Kesempatan-kesempatan seharusnya diciptakan untuk berdialog ataupun bernegosiasi antara laki-laki dan perempuan, untuk mendapatkan kesepahaman bersama akan manfaat baik untuk laki -laki dan perempuan. Strategi untuk mencapai hal ini sebaiknya dibangun oleh laki -laki dan perempuan yang memang sudah saling mendukung. 4 Memperluas kesempatan bagi perempuan. Memaksimalkan keterlibatan perempuan dalam kegiatan kolektif, pengorganisasian masyarakat masyarakat perempuan, dan pengambilan keputusan dalam masyarakat; akan memperkuat kesempatan perempuan untuk mengelola mencapai dan menerima informasi dan latihan, dan menambah rasa percara diri dan kredibilitas. 5 Mendukung usaha- usaha pengorganisasian masyarakat. Memberikan dukungan pada perempuan tingkat lokal dan gabungan pengorganisasian masyarakat kerja di tingkat akar rumput yang memfokuskan pada penelitian advokasi dan pengembangan kebijakan. Penguatan jaringan antara pengorganisasian masyarakat yang serupa di tingkat nasional, regional dan internasional juga penting dirintis utnuk jangka panjang. 6 Mendorong kesadaran gender. Mempromosikan kepekaan gender dan keahlian merencanakan yang berwawasan gender diantara seluruh stakeholder pembangunan LSM, Pemerintah, agen-agen partner luar negeri. Proses ini dilakukan melalui serangkain diskusi sistematik dan pelatihan- pelatihan, penilaian terhadap struktur dan praktek-praktek pelaksanaan pembangunan. Moser, 1986 Analisis gender digunakan untuk memahami apa kebutuhan gender yang meliputi kebutuhan praktis dan strategis sebagai analisis perenc anaan dan penyusunan program, akses dan kontrolnya terhadap sumberdaya dan adakah kesenjangan gender di dalamnya, sehingga dapat dianalisa dan dicarikan jalan pemecahan secara partisipatif bersama dengan masyarakat. 26

2.1.4. Usaha Mikro

Usaha mikro adalah suatu unit ekonomi yang melakukan aktivitas dengan tujuan menghasilkan barang atau jasa untuk dijual atau ditukar dengan barang lain dan ada seseorang atau lebih yang bertanggung jawab dan punya kewenangan untuk mengelola usaha tersebut BPS, 2000. Usaha tersebut di dalamnya adalah usaha rumahtangga yang dilakukan pada lokasitempat yang tidak tetap keliling ataupun dilakukan pada suatu lokasi tetap namun tempat perlengkapan usahanya dipindah-pindahkan tidak tetap. Usaha mikro merupakan bagian dari pengemb angan ekonomi rakyat Juoro, 1999. Sebagai pelaku ekonomi, rakyat menjalankan usahanya dalam bentuk, pertama, usaha tradisional seperti nelayan tradisional. Kedua, sektor usaha berupa sektor informal, misalnya pedagang kaki lima, memetik hasil alam dengan teknologi sederhana seperti memetik hasil hutan dan mengekstraksi bahan tambangmineral atau pertambangan rakyat, dan melakukan budidaya secara sederhana seperti perkebunan rakyat dan perikanan rakyat. Ketiga , small but modern enterprises atau dapat juga dalam bentuk family enterprises yang dikelola secara profesional. Aspek yang terkait dengan pengembangan ekonomi kerakyatan antara lain: 1 infrastruktur 2 kapital 3 jaringan kerja business network, pemasaran, informasi, manajemen dan teknologi 4 capacity building sumberdaya manusia dan kelembagaan. Usaha mikro menurut Ismawan 2003 dapat dikembangkan secara riil strategis dengan alasan sebagai berikut: 1. Usaha mikro telah mempunyai kegiatan ekonomi produktif, sehingga kebutuhannya adalah pengembangan dan peningkatan kapasitas bukan penumbuhan, sehingga lebih mudah dan pasti; 2. Apabila diberdayakan secara tepat, usaha mikro akan secara mudah berpindah menjadi sektor usaha kecil; 3. Secara efektif mengurangi kemiskinan, maupun membantu pemberdayaan rakyat kategori fakir miskin, serta usia lanjut dan muda. Usaha mikro dan usaha kecil menurut Soemantri, dkk 2000 memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam hal 1 Usaha mikro-kecil dapat menyerap tenaga kerja yang relatif besar. Daya serap ini dapt menjembatani kesenjangan yang tajam antara golongan berpunya dengan golongan papa. 2 27 Menjadi bumper pencegah terjadinya revolusi. 3 Sebagai penghasil devisa dan penyedia jasa yang murah bagi pekerja di sektor lebih besar. Bagi praktisi terutama perempuan, usaha mikro-kecil diminati dengan alasan 1 Menopang kelangsungan hidup rumahtangga. 2 Memenuhi kebutuhan pengembangan diri. 3 Memberi peluang terjadinya peningkatan kesejahteraan keluarga secara lahir batin. Usaha mikro memiliki pekerja ku rang dari 5 lima orang termasuk tenaga keluarga yang tidak dibayar BPS, 2000. Modal usaha mikro kurang dari 20 juta berkisar pada kegiatan pertanian dan produk-produk bahan pangan, kegiatan usaha mikro pada umumnya terbatas untuk memenuhi kehidupan sehari-hari bagi pemilik dan pekerjanya Juoro, 1999. Usaha mikro sebagai suatu kelembagaan tidak hanya sekedar group of people Garcia, 1994. Tanpa kelembagaan, maka tak akan ada masyarakat dengan segala kebudayaannya. Ia bertanggung jawab terhadap kebutuhan manusia dan kelangsungan masyarakat. Kelembagaan dari sudut pandang ekonomi, fungsi utamanya adalah agar tercapai efisiensi dalam bertindak. Kelembagaan “…. persist us to carry on our daily lives with a minimum of repetition and costly negotiation” Bromley, 1993. Suatu tindakan menjadi ekonomis, karena telah ada pedoman dalam bertindak. Pelaku ekonomi tak akan bertindak secara acak, namun mengikuti pola yang sudah disepakati. Pengembangan kelembagaan mengacu pada proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga dalam mengefektifkan penggunaan sumberdaya manusia dan keuangan yang ada Israel, 1992. Tujuan utamanya adalah mengefektifkan penggunaan sumberdaya, suatu tujuan utama bagi upaya pembangunan dan menjadi sangat mendesak dalam mengatasi krisis ekonomi dewasa ini. Usaha mikro sebagai suatu kelembagaan perlu dibangun jaringan untuk melancarkan mekanisme kerja dan memfasilitasi munculnya kemitraan dan arus informasi diantara lembaga-lembaga yang terkait Haeruman dan Eriyatno, 2001. Kelembagaan yang terkait dengan pengembangan ekonomi lokal ini antara lain adalah: 1 Lembaga produksi 2 Lembaga distribusi 3 Lembaga keuangan 4 Lembaga keswadayaan masyarakat 5 Kelembagaan advokasi kelembagaan pendukungpenyuluhan. Kelima kelembagaan tersebut perlu bersinergi untuk mencapai kondisi yang kondusif. Pendekatan praktis yang 28 digunakan untuk membangun sistem jaringan kelembagaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jaringan kelembagaan perlu terfokus pada kluster kegiatan ekonomi unggul yang telah diidentifika si; 2. Kegiatan ekonomi dikembangkan dengan pendekatan “ market driven”. 3. Adanya keterkaitan yang erat untuk memberi kesempatan kepada Usaha Kecil Menengah untuk mengakses pasar yang lebih luas, melalui kolaborasi kemitraan dengan usaha besar. 4. Memunculkan peluang berkembang dan hubungan public private yang produktif dan transparan. 5. Pendekatan kerja utama adalah pendekatan pemberdayaan empowerment masyarakat lokal, dengan memberikan kesempatan partisipasi pada setiap tahapan kegiatan, mulai dari perencanaan dan pengambilan keputusan. Usaha mikro yang ada di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang bersifat tidak tetap, dalam arti mereka berusaha manakala ada modal yang memadai, tetapi bila tidak ada modal maka usaha yang dijalankannya tidak bergerak. Usaha yang dijalankan berkisar pada penjualan makanan kecil, gorengan, warungan dan tidak sedikit yang bergerak dibidang konveksi. Lokasi desa yang dekat dengan pabrik rajut, memungkinkan mereka untuk membuka usaha konveksi dengan cara makloon, yaitu mengambil bahan dari pabrik untuk dijahit lurus dan dikerjakan di rumah masing-masing. Usaha makanan yang dijalankan juga tidak terlepas dari banyaknya pendatang yang tinggal di Desa Sekarwangi yang bekerja sebagai buruh pabrik.

2.2. Kerangka Alur Berfikir

Perempuan kepala rumahtangga merupakan bagian dari komunitas yang berada di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung. Mereka memiliki keterbatasan pendidikan rata-rata tamat SLTP Indarwati, 2004. Mereka mempunyai beban ganda artinya mereka bekerja sebagai pencari nafkah utama, bekerja di sektor domestik dan mereka hidup dalam kondisi yang serba terbatas secara ekonomi. Karakteristik PKRT dalam komunitas dilihat melalui komposisi penduduk, pendidikan dan mata pencaharian yang ada dalam komunitas. Karakteristik tersebut dapat juga dilihat dari jumlah tanggungan dan bagaimana sistem norma dan nilai yang ada dalam masyarakat terhadap PKRT yang 29 mengelola usaha mikro. Evaluasi program P2KP dan UP2K-PKK dilihat dari pengembangan ekonomi lokal, pengembangan modal dan gerakan sosial serta kebijakan dan perencanaan sosial dan bagaimana pengaruhnya terhadap PKRT usaha mikro. Hasil dari pemetaan dan evaluasi program adalah identifikasi kondisi PKRT usaha mikro. Identifikasi ini dilakukan dengan menggunakan Analisis Harvard untuk melihat kondisi dan peran gender terutama PKRT dalam komunitas yang meliputi pembagian kerja, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat, faktor yang berpengaruh, akses dan kontrol terhadap kelembagaan. Analisis Moser untuk melihat peran dan kebutuhan Gender terutama PKRT dalam program pembangunan apakah program tersebut dapat memenuhi kebutuhan praktis dan strategis gender. Analisis Gender dipergunakan untuk melihat ketidakadilan gender dalam komunitas terutama bagi PKRT yang mengelola usaha mikro, sehingga dari adanya identifikasi ini dapat disusun program pemberdayaan bagi PKRT usaha mikro. Proses penyusunan program pemberdayaan perempuan terutama bagi PKRT usaha mikro terdiri dari 5 lima tahap, yaitu 1 Identifikasi masalah dan kebutuhan, 2 Identifikasi potensi lokal, 3 Pendayagunaan sumber-sumber lokal dan analisis stakeholder, 4 Penyusunan dan pengusulan rencana. Penyusunan program pemberdayaan bagi perempuan kepala rumahtangga terutama PKRT usaha mikro dilakukan melalui Participatory Rural Appraissal PRA dan diskusi kelompok dengan melibatkan stakeholder agar kebutuhan dan masalah yang dirasakan oleh PKRT usaha mikro dapat disusun program strateginya secara partisipatif. Alur Kerja Berpikir dapat digambarkan sebagai berikut: 30 Gambar 2 Alur Kerja Berpikir Pemberdayaan Perempuan Kepala Rumahtangga melalui Pengembangan Jejaring Sosial.

II. Evaluasi Program P2KP dan UP2K-PKK: - Pengembangan Ekonomi Lokal

- Pengembangan Modal dan Gerakan Sosial. - Kebijakan dan Perencanaan Sosial.

III. Identifikasi Kondisi PKRT usaha mikro:

= Kondisi dan Peran Gender terutama PKRT Usaha Mikro dalam Komunitas : Pembagian kerja, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat, faktor yang berpengaruh, akses dan kontrol terhadap kelembagaan. = Peran dan kebutuhan Gender terutama PKRT Usaha Mikro melalui Program Pembangunan: analisis perencanaan gender, intervensi kebutuhan gender. 11 = Ketidakadilan Gender dalam Komunitas.

V. Program Pemberdayaan Perempuan Kepala

Rumahtangga PKRT Usaha Mikro melalui Pengembangan Jejaring Sos ial

IV. Proses Penyusunan Program Pemberdayaan PKRT Usaha Mikro

secara Partisipatif:

I. Karakteristik PKRT usaha mikro dalam komunitas:

= Pemetaan Sosial - Pendidikan. - Mata Pencaharian. - Kepemilikan Usaha Mikro. - Komposisi Penduduk. = Karakteristik Subyek kasus. = Analisis Jejaring Sosial 1. Tahap Identifikasi Masalah dan Kebutuhan. 2. Tahap Identifikasi Potensi Lokal. 3. Tahap Pendayagunaan Sumber-sumber Lokal. 4. Tahap Penyusunan dan Pengusulan Rencana. Keterangan: Tanda panah menunjukkan alur kerja berpikir.

BAB III METODE KAJIAN

Penyusunan Kajian dilaksanakan melalui tiga tahap yang meliputi 1 Praktek Lapangan I berupa pemetaan sosial; 2 Praktek Lapangan II berupa evaluasi program dan 3 Praktek Lapangan III berupa Penyusunan Program Pemberdayaan PKRT Usaha mikro. Tahap-tahap tersebut dilaksanakan di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang, dan setiap tahap merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi, artinya data yang diperoleh pada tahap pertama dan kedua dipadukan dengan data tahap ketiga yang kemudian dipergunakan dalam penulisan Laporan Kajian. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus untuk memperdalam masalah kajian. Pertimbangannya adalah bahwa kajian yang dilaksanakan merupakan kajian pengembangan masyarakat untuk mempelajari kasus usaha mikro perempuan kepala rumahtangga PKRT dan karakteristiknya di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung. 3.1. Batas-batas Kajian 3.1.1. Tipe Kajian Tipe Kajian yang digunakan adalah Evaluasi Sumatif Deskriptif Sitorus, 2004, yaitu dengan dasar-dasar sebagai berikut: 1. Deskripsi penguraian: menggambarkan suatu kejadian atau gejala sosial secara lengkap, rinci dan mendalam. Kajian ini menggambarkan kondisi usaha mikro yang dilaksanakan oleh anggota komunitas terutama perempuan yang menjadi kepala rumahtangga dan jejaring sosial yang ada di dalam komunitas tersebut. 2. Evaluasi Sumatif: menentukan efektivitas tindakan dan intervensi program dan kebijakan; penilaian tipe-tipe intervensi yang efektif dan kondusif untuk mencapai efektivitas tersebut. Kajian ini menilai keefektifan program P2KP dan UP2K-PKK dalam meningkatkan kesejahteraan sosial terutama bagi perempuan kepala rumahtangga usaha mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung. Kajian ini berupaya memberikan