BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF
PKRT yang mempunyai usaha mikro mempunyai potensi untuk mengembangkan perekonomian desa. Usaha mereka dapat maju apabila
mereka memiliki akses dan kontrol terhadap sumberdaya produktif. Gerak mereka terhambat disebabkan ada ketidakadilan gender yang ada dalam
pemanfaatan program pembangunan masyarakat di Desa Sekarwangi ataupun dalam kehidupan mereka sehari-hari. Adanya anggapan bahwa perempuan
mempunyai usaha mikro hanya sekedar membantu suami mencari nafkah tambahan mempunyai dampak yang luas terutama dalam pengembangan usaha
mikronya. Mereka kesulitan untuk memperoleh akses terhadap permodalan, pemasaran, program pembangunan dan pendidikan keterampilan.
Pemberdayaan perempuan kepala rumahtangga yang mempunyai usaha mikro diarahkan pada keadilan dan kesetaraan gender KKG dengan mengarah
pada Gender And Development GAD, yaitu PKRT usaha mikro dapat memperoleh akses dan kontrol terhadap program pembangunan yang dapat
meningkatkan usaha mikro mereka. Program yang dihasilkan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sosial dan ekonomi PKRT secara berkelanjutan agar
mereka mampu mandiri baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari komunitas. Hal tersebut dapat dicapai bila terjadi sinergi antar kelompok
masyarakat dan keterpaduan kelembagaan dalam komunitas yang terjalin melalui jejaring sosial. Penyusunan program pemberdayaan bagi PKRT usaha
mikro dilakukan dengan tahap-tahap: identifikasi masalah dan kebutuhan, identifikasi potensi lokal, pendayagunaan sumber-sumber lokal, penyusunan dan
pengusulan rencana.
7.1. Tahap Identifikasi Masalah dan Kebutuhan
Terdapat masalah ketidakadilan gender terhadap perempuan, yaitu program pembangunan belum memperhatikan kebutuhan dan kepentingan
perempuan kepala rumahtangga yang mengelola usaha mikro. Mereka belum sepenuhnya dapat mengakses program P2KP dan UP2K-PKK. Gambaran
112 masalah yang dialami oleh PKRT dapat dilihat pada gambar 8. yaitu bagan
pohon masalah seperti beriku t ini:
Gambar 8. menjelaskan bahwa inti masalah yang dialami oleh PKRT usaha mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang adalah usaha mikro
mereka kurang berkembang. Hal tersebut disebabkan adanya isu ketidakadilan gender yang menganggap bahwa mereka adalah pencari nafkah tambahan,
SEBAB MASALAH
Ketidakadilan Gender dalam komunitas
Keragaman isi warungan terbatas
Kesulitan menyekolahkan
anak Kebutuhan hidup
tidak terpenuhi
Usaha mikro tidak berkembang
INTI MASALAH AKIBAT MASALAH
1 Akses dan kontrol Permodalan
terbatas 5 Akses dan
Kontrol PKRT terhadap P2KP dan
UP2K-PKK terbatas 7 Akses dan kontrol
Pengetahuan dan Keterampilan PKRT
terbatas 3 Akses dan
kontrol Pemasaran terbatas
Dana digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup Dana
dimanfaatkan oleh elite masyarakat
8 Belum memperoleh
pendidikan keterampilan
Modal habis untuk membayar hutang
ke rentenir Stok barang
terbatas Tidak mendapat
ijin suami
Khawatir tidak mampu
membayar cicilan Belum mengenal
warga lebih dekat
6 Tidak diikutsertakan dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi
Hanya didata tetapi tidak ada
realisasi
2 Belum mengetahui dana
potensial dalam komunitas
Gambar 8. Analisis Pohon Masalah PKRT Usaha Mikro di desa Sekarwangi Kecamatan Katapang
Tidak mempunyai KTP untuk akses
kredit
4 Beban kerja berlebih
113 pekerjaan perempuan sebatas di rumah saja ditambah dengan beberapa
keterbatasan PKRT usaha mikro dalam memperoleh akses terhadap sumberdaya yang ada di Desa Sekarwangi. Hubungan antar kelembagaan
seperti antara BUMDES, PKK, PEMDA yang menjadi jejaring belum terjalin. Hal- hal yang menjadi faktor penyebab ketidakadilan gender sehingga usaha mikro
PKRT tidak berkembang secara keseluruhan adalah:
1. Akses dan kontrol terhadap permodalan terbatas.
Kesempatan PKRT usaha mikro terhadap permodalan sangat terbatas. Modal mereka hanya bersumber dari diri sendiri, keluarga dan rentenir dengan
jumlah sekitar Rp. 100.000,- sampai dengan Rp. 300.000,-. Adanya anggapan bahwa perempuan hanya sebagai pencari nafkah tambahan berpengaruh
terhadap perolehan permodalan yang diterima oleh PKRT. Pengambilan keputusan terhadap permodalan juga mempengaruhi keterbatasan dari PKRT
untuk mengembangkan usahanya. Akses dan kontrol mereka terhadap permodalan menjadi terbatas disebabkan oleh beberapa faktor:
a. Tidak mempunyai KTP untuk akses kredit. Beberapa perempuan di Desa Sekarwangi ada yang tidak memiliki Kartu
Tanda Penduduk KTP. Mereka menganggap bahwa kepemilikan KTP tidak banyak gunanya dan tidak diperiksa. Apabila ada kebutuhan untuk meminjam
kredit kepada suatu lembaga, mereka lebih mengandalkan KTP suaminya. Hal tersebut menyebabkan mereka sangat bergantung pada suaminya apabila akan
meminjam modal kepada suatu lembaga. Mereka juga beranggapan bahwa suami mereka yang bekerja di luar rumah dan sebagai kepala keluarga lebih
mendesak untuk memiliki KTP. b. Modal habis untuk membayar hutang ke rentenir.
Modal usaha mikro yang dikelola oleh PKRT berasal dari hasil keuntungan usaha yang diperolehnya per hari, tetapi sebagian besar keuntungan
dipergunakan untuk membayar hutang kepada rentenir. Hal tersebut dilakukan karena apabila tidak dibayarkan dengan segera, maka bunga hutangnya akan
semakin bertambah. Sisa dana kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sisanya baru untuk modal usaha. Kontrol PKRT usaha mikro
untuk tidak meminjam dana kepada rentenir lemah, karena suaminya tidak
114 bekerja sehingga pinjam ke rentenir merupakan cara cepat untuk mendapatkan
uang kas. c. Belum mengetahui dana potensial dalam komunitas.
PKRT usaha mikro di Desa Sekarwangi tidak mengetahui lembaga dana yang potensial untuk membantu mengatasi masalah permodalan yang
dialaminya. Mereka memilih meminjam kepada rentenir, karena prosesnya mudah dan berdasarkan atas kepercayaan atau pinjam kepada keluarganya.
Jejaring kelembagaan formal seperti PKK, BUMDES dan program P2KP belum dapat menyentuh kebutuhan usaha mikro yang dijalankan oleh PKRT yang ada
di Desa Sekarwangi. Lembaga formal yang lain di luar komunitas Desa Sekarwangi seperti Pemda juga belum menyentuh segi pengembangan usaha
mikro terutama yang dikelola oleh PKRT. Program prioritas desa baru bergerak dalam pembangunan fisik dan belum sampai pada pemberdayaan PKRT usaha
mikro. d. Dana digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dana hasil usaha terkadang habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kadang-kadang usaha warungan yang dikelola oleh seorang
PKRT terpaksa harus tutup untuk sementara waktu, karena kehabisan modal untuk membeli barang-barang persediaan warungannya. Hal tersebut
menyebabkan kondisi hidup seorang PKRT semakin sulit.
2. Akses dan kontrol pemasaran terbatas.
Permasalahan PKRT usaha mikro diantaranya adalah pemasaran barang yang terbatas. Usaha yang dijalankan misalnya pembuatan rangginang, usaha
sulam renda dan kerajinan smock. Gerak mereka terbatas karena selain menjalankan usaha mereka juga mereka mengerjakan pekerjaan domestik.
Adanya anggapan bahwa gerak langkah perempuan adalah di dalam rumah, sedangkan laki-laki di luar rumah menyebabkan PKRT usaha mikro terbatas
gera knya untuk memperluas jaringan pemasaran. Beberapa hal yang menyebabkan akses dan kontrol terhadap pemasaran terbatas adalah:
115 a. Beban kerja berlebih
PKRT yang mengelola usaha mikro mempunyai beban kerja berlebih. Mereka selain menjalankan usaha mikronya ju ga mempunyai tanggung jawab
untuk mengelola urusan rumahtangga yaitu mengurusi suami, membereskan rumah dan mengasuh anak. PKRT usaha mikro berupaya untuk membagi kerja
produktif, reproduktif dan sosial kemasyarakatan secara seimbang. Mereka mencari nafkah untuk kelangsungan hidup bagi diri dan keluarganya, bekerja
mengurus rumahtangga dan di lain pihak mereka perlu berPenyadarandengan warga masyarakat di sekitar lingkungannya, sehingga upaya untuk memperluas
jaringan pemasaran terbatas. Kontrol PKRT usaha mikro di sini lemah, karena ia tidak mampu melakukan posisi tawar dengan suaminya untuk membagi
pekerjaan domestik. b. Stok barang terbatas.
Ketersediaan barang erat kaitannya dengan sumberdaya manusia dan permodalan. Beberapa PKRT yang mengelola usaha mikro mengeluh bahwa
sulit mencari orang yang dapat membantu pekerjaan mereka. Hal tersebut disebabkan keahlian yang mereka miliki sulit untuk dibagi kepada yang lain dan
sistem pembayaran upah yang masih terbatas, karena barang yang dijual juga terbatas hasiln ya atau keuntungannya.
c. Belum mengenal warga lebih dekat. Warga pendatang yang tinggal di Desa Sekarwangi dan mengelola usaha
mikro terutama untuk menjahit hias merasa kesulitan dalam mengembangkan usahanya. Hal tersebut disebabkan mereka belum mengenal warga masyarakat
di Desa Sekarwangi secara lebih dekat, sehingga usaha mereka juga belum dikenal oleh warga masyarakat yang lain.
3. Akses dan kontrol terhadap P2KP dan UP2K-PKK terbatas.
Akses dan kontrol mereka terhadap program pembangunan yang ada seperti P2KP dan UP2K-PKK terbatas karena adanya anggapan bahwa mereka
hanya sebagai pencari nafkah tambahan, sehingga jumlah dana yang diterimanya dan jumlah PKRT yang dapat mengakses program tersebut terbatas.
116 Faktor-faktor yang menyebabkan akses dan kontrol PK RT usaha mikro terhadap
program pembangunan antara lain: a. Dana dimanfaatkan oleh elite masyarakat.
Dana P2KP sebagian besar dimanfaatkan oleh warga masyarakat yang menjadi pengurus pengelolaan dana bergulir tersebut. Dana bergulir terlebih
dahulu diberikan kepada keluarga terdekat yang mempunyai jenis usaha baru, sedangkan untuk warga yang miskin yang membutuhkan suntikan dana
permodalan diberikan sisanya. Hal tersebut berdampak pada perkembangan usaha mikro yang dikelola oleh perempuan kepala rumahtangga yang tergolong
dalam kategori keluarga Pra KS dan KS1. b. Hanya didata tetapi tidak ada realisasi.
Sebagian PKRT menyatakan bahwa mereka sebelumnya didata untuk memperoleh bantuan dana bergulir P2KP, tetapi setelah dana itu ada, mereka
tidak mendapatkannya. Mereka akhirnya meminjam ke sumber yang lain seperti ke rentenir untuk menutupi kebutuhan usaha mikronya.
c. Khawatir tidak mampu membayar cicilan. Ada kekhawatiran yang tersirat dari para pengelola dana program
pembangunan yang ada di Desa Sekarwangi, yaitu jika mereka memberikan pinjaman kepada PKRT usaha mikro yang masuk dalam kategori keluarga Pra
KS dan KS 1, maka dana tersebut tidak akan kembali. Selain karena adanya anggapan bahwa kemampuan mereka untuk mengembalikan dana tersebut
terbatas juga hasil usaha mikro yang dijalaninya banyak dihutangi oleh pembeli, sehingga dana untuk mengembalikan cicilan tidak ada.
d. Tidak diikutsertakan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Sebagian dari PKRT usaha mikro mengatakan bahwa mereka tidak
menerima penjelasan tentang bagaimana program P2KP dan UP2K-PKK yang ada di desa mereka. Bagi PKRT usaha mikro yang menerima bantuan, mereka
hanya diterangkan tentang jumlah cicilan yang harus dikembalikan berdasarkan jumlah pinjaman dan berapa bulan cicilan tersebut akan di lunasi.
117
4. Akses dan kontrol pengetahuan dan keterampilan PKRT terbatas.
PKRT usaha mikro memiliki pengetahuan dan keterampilan terbatas. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis usaha yang dikelola oleh mereka terbatas pada
usaha kecil-kecilan dan keterampilan mereka dalam pengelolaan hasil usaha juga terbatas, sehingga usaha mikro mereka kurang berkembang. Hal tersebut
berdasarkan adanya ideologi gender bahwa pekerjaan perempuan hanya di rumah saja dan laki-laki yang bekerja keluar rumah.
a. Belum pernah memperoleh pendidikan keterampilan. Sebagian PKRT usaha mikro memerlukan pendidikan dan keterampilan
untuk menambah wawasan usaha mereka. Mereka belum pernah memperoleh pelatihan keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka selama ini,
seperti bagaimana cara mengelola usaha warungan, mengelola permodalan agar berkembang, keterampilan membuat makanan atau menjahit, yang kesemuanya
disesuaikan dengan kebutuhan usaha mereka. b. Tidak mendapat ijin suami.
Sebagian dari PKRT yang mengelola usaha mikro merasa kesulitan memperoleh ijin suami untuk mengikuti pelatihan keterampilan terutama apabila
pelatihan tersebut memerlukan waktu lebih dari satu hari dan menginap, karena akan berdampak pada kerja produktif dan reproduktif mereka, walaupun
pelatihan tersebut berupaya untuk meningkatkan usaha mikro yang dikelolanya. Kontrol PKRT usaha mikro terhadap pengetahuan dan keterampilan lemah,
karena ia tidak dapat melakukan posisi tawar dengan suaminya untuk memajukan usahanya dengan mengikuti pelatihan keterampilan.
Identifikasi masalah dan kebutuhan PKRT usaha mikro seperti pada Tabel 28. berikut ini:
118 Tabel 28. Identifikasi Masalah dan Kebutuhan PKRT Usaha Mikro di Desa
Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005
MASALAH KEBUTUHAN
UPAYA PEMECAHAN MASALAH
Ketidakadilan Gender dalam komunitas
Adanya informasi kepada warga masyarakat tentang kesetaraan dan
keadilan gender. Penyadaran Gender
Akses dan kontrol PKRT terhadap program P2KP
dan UP2K-PKK terbatas. Adanya Peran serta PKRT dalam
kegiatan forum desa. Pemberian kesempatan
bagi PKRT untuk aktif dalam forum desa
Tidak diikutsertakan dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi Adanya wadah bagi perempuan untuk
menyalurkan aspirasi dan permasalahannya.
Pembentukan Forum Perempuan
Beban kerja berlebih Adanya pelayanan kesejahteraan
sosial bagi anak yang ibunya bekerja. Pembentukan Kelompok
Bermain Anak Akses dan kontrol
Permodalan terbatas Muncul kemandirian dan swadaya
masyarakat dalam mengelola permodalan.
Pengelolaan tabungan secara kelompok
Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan PKRT usaha mikro.
Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan usaha bagi
PKRT Akses dan kontrol
Pengetahuan dan Keterampilan PKRT
terbatas Adanya diklat tentang tata cara
pengelolaan perkoperasian. Pendidikan dan Pelatihan
tentang Perkoperasian Belum mengetahui dana
potensial dalam komunitas Adanya hubungan antar kelembagaan
untuk menjaring sumberdaya permodalan bagi PKRT usaha mikro.
Perluasan jejaring sosial untuk menggalang
permodalan Akses dan kontrol
Pemasaran terbatas Adanya jaringan pemasaran bagi PKRT
usaha mikro. Perluasan jejaring kerja
pemasaran
7.2. Tahap Identifikasi Potensi Lokal