LATAR BELAKANG Kajian Model Pengembangan Pedagang Kaki Lima

+,-.-,--+ 1 + + + + + + + + + + + +

1.1 LATAR BELAKANG

Pertambahan penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, yang berarti angkatan kerja juga semakin meningkat. Menurut laporan BPS bulan Februari 2009, jumlah pertambahan angkatan kerja Indonesia mencapai 1,79 juta, padahal penyerapan tenaga kerja pada sektor formal sangat terbatas. Terbatasnya daya serap usaha sektor formal menjadi penyebab terjadinya pengangguran. Hal ini terlihat dari tingginya angka pengangguran, yaitu dengan angka pengangguran sebanyak 8,14, sementara jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 113,7 juta orang. Alternatif usaha yang ditempuh oleh tenaga kerja yang tidak terserap dalam usaha sektor formal adalah dengan membuka usaha di bidang usaha informal. Dari tenaga kerja yang berjumlah 91,86 tersebut, yang terserap di sektor formal sebesar 30,51 dan sisanya sebesar 68,49 terserap di Usaha MikroPKL Media Indonesia, 16 Mei 2009. Ini membuktikan bahwa alternatif usaha yang ditempuh oleh tenaga kerja yang tidak terserap dalam usaha sektor formal adalah dengan membuka usaha di sektor informal. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian ILO, di mana 35 penduduk Indonesia bekerja di sektor formal dan sisanya 65 bekerja di Usaha MikroPKL. Menurut Badan Penanaman Modal Asing, diperkirakan bahwa sekitar 70 modal domestik dan asing diinvestasikan di kota-kota besar di Indonesia, namun hanya menyerap sekitar 10-16 tenaga kerja formal. Dalam kelompok Usaha MikroPKL ini terdapat salah satunya adalah PKL, yang terutama terdapat di kota-kota. Usaha MikroPKL apabila dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 termasuk kelompok Usaha Mikro dan Kecil, di mana Usaha Mikro adalah kegiatan usaha dengan kriteria: a memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah tidak termasuk lahan dan +,-.-,--+ 2 bangunan tempat usaha, atau b memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. Sedang Usaha Kecil adalah kegiatan usaha dengan kriteria: a memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah tidak termasuk lahan dan bangunan tempat usaha, atau b memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM, termasuk PKL merupakan langkah strategis dalam meningkatkan dan memperkuat perekonomian dari bagian terbesar rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Karena itu, UMKM diharapkan dapat berperan besar dalam proses demokratisasi, penumbuhan kemandirian masyarakat, peningkatan kesejahteraan dan faktor strategis dalam mengurangi angka pengangguran, penurunan juml ah penduduk miskin, serta mengurangi ketim pangan pendapatan masyarakat. Peran UMKM dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari : a kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, b penyedia lapangan kerja yang terbesar, c pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, d pencipta pasar baru dan sumber inovasi ,dan e sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor Wayan Suarja PKL sebagai salah satu komponen utama dari Usaha Mikro yang terlibat dalam usaha sektor informal, menghadapi lingkungan yang masih kurang kondusif, sehingga menjadi faktor yang menghambat eksistensi dan perkembangan bisnisnya. Hal tersebut mengakibatkan kondisi umum PKL di daerah perkotaan mengalami produktivitas dan dayasaing yang relatif rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja PKL antara lain: a sulitnya mencari lokasi usaha yang sesuai dengan rencana tata ruang kota, yang akibatnya mereka melakukan kegiatan usahanya pada fasilitas-fasilitas umum +,-.-,--+ 3 seperti badan jalan, trotoar, saluran air, jalur hijau, taman dan sebagainya, b dukungan pemerintah daerah terhadap penyediaan lokasi usaha PKL masih sangat terbatas, c ketidakpastian t e r s e d i a n y a b a h a n b a k u u t a m a d a n t a m b a h a n p e n o l o n g , d keahlianketerampilan sumberdaya manusia belum berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan teknologi, e kebijakan fiskal dan moneter belum sepenuhnya mendukung pengembangan produksi, keahlian, teknologi dan pasar UMKM dan f kebijakan pemerintah dalam upaya pemberdayaan UMKM kurang komprehensif dan sering tidak konsisten. PKL-pangan kuliner merupakan PKL yang paling sering dan banyak ditemukan di setiap daerah. Kehadiran PKL-pangan telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat yang membutuhkan pangan yang siap saji. Namun, PKL tersebut umumnya belum menerapkan keamanan pangan dan sanitasi lingkungan yang baik. Hal tersebut secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Kualitas sumberdaya manusia yang baik dapat tercapai apabila setiap individu mendapat asupan pangan dalam jumlah yang cukup, aman, dan bergizi secara berkelanjutan yang pada gilirannya akan meningkatkan status kesehatan dan memberikan kesempatan agar setiap individu mencapai potensi maksimumnya. Kondisi masyarakat yang sehat akan mendongkrak kinerja fisik, intelektual, dan kreatifitas secara nasional sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperkuat dayasaing bangsa. Pemberdayaan terhadap PKL-pangan dapat menunjang terwujudnya ketahanan pangan dan kondisi masyarakat yang sehat sebagai fondasi dalam ketahanan nasional. Kebijakan pemberdayaan PKL harus memperhatikan sistem keseluruhan bukan hanya pada bagian hirarki yang rendah. Hal ini disebabkan PKL mempunyai beberapa karakteristik antara lain : 1 aspek ekonomi; usaha PKL merupakan kegiatan ekonomi skala kecil dengan modal relatif minim. Aksesnya terbuka, sehingga mudah dimasuki usaha baru, konsumen lokal dengan pendapatan menengah ke bawah, teknologi sederhanatanpa teknologi, jaringan usaha terbatas, kegiatan usaha dikelola satu orang atau usaha keluarga dengan pola manajemen +,-.-,--+ 4 yang relatif tradisional, 2 aspek sosial budaya; sebagian besar PKL berpendidikan rendah dan migran pendatang dengan jumlah anggota rumah tangga yang besar. Mereka juga bertempat tinggal di pemukiman kumuh, 3 aspek lingkungan; kurang memperhatikan kebersihan dan berlokasi di tempat yang padat lalu lintas. Ketidakberhasilan kebijakan dan program pemerintah daerah dalam mengembangkan PK L terkait dengan beberapa hal, se perti : 1 pendekatan yang masih bersifat otoriter di mana pengaturan, penataan, dan bantuan terhadap PKL dilaksanakan tanpa m elakukan kom unikasi dan kerjasama dengan PKL sendiri, 2 pelaksanaan kebijakanprogram bagi PKL belum terkoordinasi dengan baik antar dinas-dinas yang terlibat dalam penanganan PKL, dan 3 penertiban dan pengendalian PKL lebih didasari pada mekanisme proyek daripada semangat mengembangkan PKL sebagai salah satu basis perekonomian rakyat. Hal ini mengakibatkan PKL kesulitan untuk mengakses sarana dan prasarana usaha, modalkredit yang disediakan pemerintah daerah atau dari sumber-sumber pembiayaan lain. Berkenaan dengan hal di atas, Kem enterian Negara Koperasi Usaha Kecil dan Menengah melalui Asdep Urusan Penelitian UKM Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK memandang perlu untuk melakukan kajian untuk menganalisis berbagai aspek yang terkait dalam pengembangan PKL antara lain menyangkut : a deskripsi kinerja PKL, b faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PKL, c dampak P K L t e r h a d a p a s p e k e k o n o m i d a n s o s i a l , d f a s i l i t a s i d u k u n g a n y a n g d i p e r l u k a n P K L , e p e r a n k o p e r a s i , d a n f pengembangan model PKL.

1.2 RUMUSAN MASALAH