+,-.-,--+
104 berpengaruh dalam jangka panjang. Konsumsi pangan yang tidak aman
misalnya karena mengandung bahan-bahan berbahaya dan pemicu kanker pada akhirnya menimbulkan biaya yang tidak sedikit. Karena itu, penanganan
PKL-pangan harus dilihat dari dua sisi yaitu sisi pedagang dan sisi konsumen atau masyarakat secara luas.
Model pengembangan PKL yang disajikan pada laporan kajian ini merupakan rumusan dari hasil kajian literatur, survei lapangan, FGD, dan juga
lokakarya nasional. Survei lapangan dan FGD dilaksananakan di lima kota di lima provinsi berbeda. Sedangkan Lokakarya nasional dilaksanakan pada
tanggal 7 Desember 2009 di Bogor dengan menghadirkan pembicara dari Institut Pertanian Bogor, Kementerian Negara KUKM, Pemerintah Kota Bogor,
dan Ikatan Akuntan Indonesia. Lokakarya dihadiri oleh lebih dari 100 peserta dari semua pemangku kepentingan termasuk para pelaku PKL, perbankan,
pemerintah, dan akademisi.
4.6.1 Model Umum
Model yang dikembangkan dalam kajian ini difokuskan untuk pengembangan dan pembinaan PKL yang bergerak di bidang pangan.
Karena itu, beberapa aspek sangat spesifik dan hanya cocok untuk PKL- pangan. Aktor utama yang berperan dalam pembinaan dan
pengembangan PKL-pangan adalah pemerintah daerah pemda tingkat II kabupaten dan kota. Hal ini karena banyak aspek penataan dan
pengembangan PKL-pangan yang berada di bawah kewenangan pemda tingkat II seperti misalnya terkait registrasi, penyediaan fasilitas bersama,
dan tata ruang. Selain itu, karena masih perlunya penjabaran UU no 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro. Dalam hal ini, pemda tingkat II
kabupatenkota harus mampu menjadi fasilitator dalam mendorong PKL menjadi sektor usaha formal sehingga PKL dapat meningkatkan
kinerjanya dan tidak lagi menimbulkan masalah sosial. Keterlibatan institusi atau pihak lain misalnya Kementerian Negara Koperasi dan UKM
adalah sebagai aktor pendukung.
+,-.-,--+
105 Berdasarkan hasil observasi lapang dengan menggunakan
metode bench marking pada beberapa daerah kajian maka diperoleh 2 kota sebagai best practice pengembangan PKL-pangan yaitu Surakarta
dan Mataram. Hasil pembahasan FGD untuk kedua best practice tersebut menjadi masukan dalam mendesain model umum penataan
PKL. Model umum yang dikembangkan model terkonsentrasi concentrated dan model tersebar dispersed.
A. Model Terkonsentrasi
Dalam model terkonsentrasi, pemda merencanakan tata ruang kotadaerah dan mendorong PKL agar dapat berkelompok
pada suatu daerah tertentu yang menjadi lokasi usaha bersama. Pengembangan PKL dengan model terkonsentrasi memiliki
keuntungan yaitu dapat memudahkan dalam penataan kelembagaan PKL. PKL yang telah berkelompok akan mudah dalam membentuk
paguyuban dan akhirnya menjadi koperasi. Koperasi PKL yang telah terbentuk dapat berperan sebagai mediatorfasilitator untuk
memenuhi kebutuhan PKL dan meningkatkan kinerjanya antara lain dalam hal penyediaan sarana dan prasarana usaha, pembiayaan,
sanitasi lingkungan dan pemasaran produk. Dengan model terkonsentrasi akan memudahkan dalam penyaluran fasilitas
bersama antara lain air bersih, listrik, sanitasi, tempat pembuangan sampah, dan akses jalan yang dapat menunjang kinerja PKL, dan
selain itu juga dapat memudahkan aspek pemasaran untuk dipromosikan sebagai daerah wisata kuliner khas dari masing-
masing daerah melalui media masa dengan difasilitasi oleh pihak Pemda dan koperasipaguyuban. Dalam model ini, Kementerian
Negara Koperasi dan UKM berperan untuk menginisiasi pembentukan payung hukum legalisasi PKL dan memfasilitasi
pembentukan koperasi PKL. Kemudian juga memfasilitasi PKL terhadap alternatif sumber pembiayaan seperti dana bergulir dan
KUR mikro.
+,-.-,--+
106 Namun model terkonsentrasi memiliki beberapa kelemahan
yaitu harus ada daerah yang dijadikan sebagai tata ruang untuk lokasi usaha bersama PKL. Kemudian kelemahan lain dari model ini
adalah pemerintah daerah dapat mengalami kesulitan untuk menggiring PKL ke lokasi usaha yang baru karena PKL khawatir
akan kehilangan konsumen. Selain itu juga, pindahnya PKL ke tempat usaha yang baru rawan dengan terjadinya manipulasi dalam
proses relokasi oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan lain. Sehingga diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah daerah
untuk pembinaan dan pengembangan PKL. Pengembangan PKL dengan model terkonsentrasi dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 8
Gambar 8 Pengembangan PKL Model Terkonsentrasi B. Model Tersebar
Dalam model tersebar maka pemerintah daerah berperan dalam mendatameregistrasi, mengatur lokasi usaha PKL yang telah
ada, dan mengatur waktu kegiatan usaha PKL sehingga dapat meminimalkan dampak negatif keberadaan PKL. Pengembangan
PKL dengan model tersebar memiliki keuntungan yaitu Pemerintah daerah tidak perlu menyediakan tempat baru untuk relokasi PKL.
+,-.-,--+
107 Sehingga dalam hal ini, investasi yang dikeluarkan pemerintah
daerah untuk penataan PKL tidak terlalu besar. Dalam model tersebar, partisipasi PKL dalam proses penataan dan pembinaan
akan lebih tinggi karena PKL merasa berada dalam habitatnya dan tidak khawatir kehilangan konsumen. Kementerian Negara Koperasi
dan UKM berperan sebagai fasilitator PKL terhadap akses pembiayaan melalui Koperasi Simpan Pinjam dan mendukung
pembinaan PKL dengan program inkubator melalui BDS Bussiness Development Service, sehingga PKL tersebut dapat menjadi
wirausaha binaan. Kelemahan dari pengembangan PKL dengan model tersebar
adalah PKL akan relatif sulit untuk membentuk kelompok dan koperasi. Lokasi PKL yang relatif tersebar dan menyebabkan
pengadaan fasilitas bersama untuk menunjang kinerja PKL menjadi sulit. Lokasi usaha PKL yang tidak sesuaitidak mengikuti tata ruang
dapat menimbulkan masalah sosial antara lain mengganggu ketertiban dan kenyamanan. Karena itu, diperlukan peran aktif dari
pemerintah daerah dan institusi lain yang terkait dalam melakukan pembinaan dan pengembangan PKL. Pengembangan PKL dengan
model tersebar dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 9. Pemerintah daerah tingkat II berperan dalam capacity
bulding PKL-pangan melalui Business Development Service BDS. BDS dimaksudkan untuk memberikan layanan informasi dalam
memperluas pasar, akses permodalan, pengembangan teknik produksi melalui teknologi tepat guna dan pengembangan organisasi
dan manajemen. Lebih lanjut pemerintah daerah tingkat II juga berperan dalam pengaturan lokasi usaha, registrasi, pengaturan
waktu, dan perkuatan modal PKL. Sedangkan Kementerian Negara KUKM terutama berperan
dalam aspek kelembagaan dan pembiayaan. Dalam aspek kelembagaan Kementerian Negara KUKM berperan melalui BDS
+,-.-,--+
108 sedangkan dalam aspek pembiayaan melalui pembentukan Koperasi
Simpan Pinjam.
Gambar 9 Pengembangan PKL Model Tersebar
Berdasarkan kedua model tersebut terkonsentrasi dan tersebar akan dilakukan pengkajian lebih lanjut ke dalam lima aspek yaitu aspek
kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek sarana dan prasarana usaha, aspek sanitasi lingkungan dan aspek pemasaran. Penentuan model
pengembangan PKL yang paling tepat untuk setiap daerah harus disesuaikan dengan kondisi lokal spesifik yang ada dengan tetap
memperhatikan kelima aspek tersebut secara komprehensif.
4.6.2 Aspek Kelembagaan