PENGERTIAN PEDAGANG KAKI LIMA

+,-.-,--+ 6 , , , , , , , , , , , , - - - - - - - - - - - - . . . . . . . . . . . . , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - . . . . . . . . . . . . + + + + + + + + + + + + . . . . . . . . . . . . , , , , , , , , , , , , Dalam rangka melakukan Kajian Model Pengembangan PKL selanjutnya akan ditinjau landasan teoritis tentang PKL. Namun terlebih dahulu akan ditinjau landasan teoritis sektor informal, karena sektor ini sangat berkaitan erat dengan usaha kaki lima. Usaha kaki lima adalah bagian tidak terpisahkan dari sektor informal. Karena itu, maka pada bagian ini akan dibagi dalam tiga bagian, yaitu: a Pengertian PKL, b Review kajian pustaka PKL, c Kebijakan pembinaan PKL, dan d Program pembinaan PKL.

2.1 PENGERTIAN PEDAGANG KAKI LIMA

Konsep sektor informal ini mula pertama dikembangkan oleh Terry McGee yang pada tahun 1970 yang telah merintis penelitian-penelitian tentang PKL di Hongkong. Studi ini kemudian dikembangkan lebih lanjut di Jakarta dan Bandung Indonesia, Kuala Lumpur, Malaka Malaysia, Manila dan Bagio Filipina. Faset penelitian ini menambah keterangan secara lebih terperinci dari teka-teki menggelembungnya sektor jasa dan perdagangan di daerah perkotaan di kawasan ini. Untuk negara berkembang, pengertian sektor jasa dan perdagangan yang tersirat dalam definisi yang digunakan sesungguhnya berlainan sekali dengan kenyataan dan kegiatan ekonomi sebagian besar dari tenaga kerja yang perdefinisi digolongkan sebagai bekerja di sektor informal. Istilah sektor informal juga diperkenalkan oleh Keith Hart pada tahun 1971 dalam penelitiannya tentang “Small-scale Enterpreneurs in Ghana”. Hart menggambarkan sektor informal sebagai angkatan kerja perkotaan serta berada di luar pasar kerja yang terorganisasi. Sethuraman 1981 menyebutkan ”sektor informal sebagai unit-unit berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang, dimasuki oleh penduduk kota terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan” Hazel Moir, 1978. +,-.-,--+ 7 Sampai sekarang baru Sethuraman dari ILO yang rel atif berhasi l m erum uskan def inisi t eorit is tentang sekto r i nf orm al. D i te rj em ahkan ke dal a m bahasa Indones i a def i n i si nya menjadi sebagai berikut: ” S e k t o r i n f o r m a l t e r d i r i d a r i u n i t - u n i t u s a h a b e r s k a l a k e c i l y a n g m e n g h a s i l k a n d a n m e n d i s t r i b u s i k a n b a r a n g d a n j a s a d e n g a n t u j u a n p o k o k m e n c i p t a k a n k e s e m p a t a n k e r j a d a n p e n d a p a t a n b a g i d i r i s e n d i r i d a n d a l a m u s a h a n y a i t u s a n g a t d i h a d a p k a n b e r b a g a i k e n d a l a s e p e r t i f a k t o r m o d a l f i s i k , f a k t o r p e n g e t a h u a n d a n f a k t o r k e t e r a m p i l a n . ” H i d a y a t , 1 9 9 3 Kriteria yang sering dipakai untuk membedakan sektor formal dan informal adalah yang dipakai ol eh ILO adal ah peri hal bantuan atau pr oteksi ekonomi yang diberikan oleh pem erintah. Dil ihat dari kepentingan perumusan kebijakan, kriteria yang di pakai ol eh ILO tersebut mengandung kel em ahan karena dalam kenyataan di lapangan, bantuan ekonomi yang telah disediakan ternyata tidak mudah atau sulit untuk dimanfaatkan ol eh sektor i nform al Hida yat, 1993. Jadi, masalahnya adalah bukan perihal ada atau tidak adanya bantuanproteksi ekonomi yang disedi akan oleh pemerintah, melainkan yang lebih penting dan lebih relevan dilihat dari kepentingan kebijaksanaan adalah faktor ”keterjangkauan” accessibility terhadap bantuan yang telah disediakan. Dalam konteks pembangunan, yang relevan ialah mencari jawaban d a r i p e r t a n ya a n : ” A p a k a h b a n t u a n e k o n o m i d a r i p e m e r i n t a h i t u s a m p a i k e k e l o m p o k s a s a r a n y a n g t e l a h d i t e n t u k a n m e n u r u t r e n c a n a ? Me n g a p a m a s i h a d a p i h a k y a n g b e l u m me n e r i m a n y a ? M e n g a p a m a s i h a d a p i h a k y a n g t e l a h m e n e r i m a b a n t u a n i t u t e t a p i m a s i h t e t a p l e m a h b e l u m b e r d i k a r i ? ” +,-.-,--+ 8 “A p a ci r i - c i r i p o k o k s e kt o r i nf o r m a l d i I n d o n e s i a ? ”. P a d a ta h u n 197 8 Hi dayat t el ah m erum us kan 11 sebel as ciri pokok sektor informal. Rumusan tersebut kemudian ol eh Biro Pusat Statistik telah dipakai sebagai landasan survei nasional tentang pekerja sektor informal di Indonesia. Kini ciri-ciri pokok tersebut telah menjadi baku, yakni : 1. K egi atan usaha t i dak ter organ i sas i sec ara baik kar ena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal. 2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha. 3. P o l a k e g i a t a n u s a h a t i d a k t e r a t u r b a i k d a l a m a r t i lokasi maupun jam kerja. 4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini. 5. Unit usaha sudah keluar dan masuk dari satu sub-sektor ke lain sub-sektor. 6. Teknologi yang dipergunakan bersifat primitif. 7. Mod al dan per p ut aran usa ha r el at if keci l , sehi ng ga skala operasi juga relatif kecil. 8. P end i di kan yang di perl uk an unt uk m enj al ankan usa ha tidak memerlukan pendidikan formal karena pendidikan yang di p er l uk an di p er ol e h da r i p en g al am a n s am bi l bekerja. 9. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan one-man-enterprise dan kalau mengerjakan buruh berasal dari keluarga. 10. S um ber d ana mod al usaha pada um um nya beras al dar i tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi. 11. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan rendah dan kadang-kadang juga yang berpenghasilan menengah. Kegiatan-kegiatan sektor informal dapat pula dicirikan sebagai berikut: 1 mudah masuk, 2 bersandar pada sumberdaya lokal, 3 usaha milik keluarga, 4 operasi skala kecil, 5 padat karya dan adapted technology, 6 keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah, dan 7 tidak diatur +,-.-,--+ 9 dan pasar kompetitif. Pada dewasa ini pengertian sektor informal dapat pula dikelompokkan sebagai PengUsaha Mikro dan Kecil sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008. Dengan kata lain, sektor informal di kota terutama harus dipandang sebagai unit-unit beskala mikro dan kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang yang masih dalam suatu proses daripada dianggap sebagai sekelompok perusahaan yang berskala kecil dengan masukan-masukan modal dan pengelolaan yang besar. Hidayat mengajukan beberapa aspek kebijakan yang perlu diperhatikan dalam rangka mengatasi masalah sektor informal, yaitu: 1. K e h a d i r a n s e k t o r i n f o r m a l d a l a m p e r c a t u r a n p e r e k o n o m i a n Indonesia sangat erat kaitannya dengan masalah kependudukan dan kebijakan kesempatan kerja. Sampai saat ini sek t or i nf orm al m as i h t et a p be r p er an t er ut am a t e na ga kerja yang berstatus sebagai swakarya. Agar kedua sektor yakni yang f orm al dan inf ormal dapat dij adikan agent of development maka perlu dikembangkan hubungan kemitraan yang setara antara kedua sektor tersebut terutama antara usaha skala besar dan skala Usaha Mikro dan kecil. 2. Menurut laporan BP S tahun 2009, 69,49 dari tenaga kerja Indonesia bekerja di s ekt or i nf orm al. S eba gi an bes ar da ri pek erj a sek tor i nf orm al k ota ber hubunga n de ngan k egi at an perdag an gan e c e r a n d a n j a s a - j a s a t e r d i r i d a r i j a s a p e r o r a n g a n s e p e r t i P K L , tukang cukur dan pembantu rumah tangga, jasa masyarakat seperti bidan dan guru agama, dan jasa usaha seperti calo dan reparasi. Pengaturan dan pembinaan kegiatan perdagangan eceran dan jasa selalu berkaitan dengan tata ruang dan waktu. Dengan pemberian tempat yang relatif permanen bagi kedua kegiatan tersebut maka perkembangan sektor informal, khususnya di perkotaan, maka dapat dibentuk suatu organisasi yang fungsinya membantu para pedagang. Organisasi ini, penulis beri nama Klinik Dagang”. Organisasi ini dapat berupa LSM atau koperasi. Dengan +,-.-,--+ 10 organisasi ini maka dapat dilakukan kontak dengan lembaga perbankan. 3. D i s e k t o r i n f o r m a l y a n g b a n ya k m e n a m p u n g u n i t u s a h a berskala mikro dan kecil, dengan struktur produksinya yang lebih bersifat padat karya dan sedikit padat energi, maka dalam menghadapi kemunduran laju ekonomi, ternyata mempunyai daya tangkal yang relatif tinggi karena secara cepat dapat men yesuaik an diri dengan tantangan baru. Selain itu, kelompok unit Usaha Mikro dan kecil telah menunjukkan semangat spirit bersaing yang sehat dalam meningkatkan efisiensi sistem ekonomi yang berlandaskan mekanisme harga. Di Eropa Barat kelompok usaha tersebut ternyata dapat menghambat tumbuhnya inefisiensi akibat kekuatan monopoli, dan merupakan ladang pers em ai a n s e ed be d unt uk t u m bu h n ya i n ova s i d an usa h a b ar u. 4. Mengingat lokasi sektor informal ada di daerah tingkat II, maka disarankan agar di masa mendatang penanganan sektor informal ha ru s di s er ahk an k e d a er a h ti n g k at II k ar en a s eti a p daerah mempunyai keunikan sendiri. 5. Untuk meningkatkan pendapatan di sektor informal dapat ditempuh beberapa cara, seperti : 1 meningkatkan keterampilan, 2 melakukan sistem “bapak angkat” sub-kontrak antara sektor formal dan informal, 3 menyalurkan kredit bank ke sektor informal, 4 mengurangi proteksi yang diberikan kepada sektor formal, dan 5 memungkinkan hasil produksi barang dan jasa dari sektor formal dipasarkan melal ui saluran pemasaran formal formal marketing channels. 6. Pengalaman di Peru menunjukkan bahwa meskipun akses untuk b antuan pem erint ah te l ah di p erm udah tet api bi aya unt uk mem perol eh ak s es t e r s e b ut r e l at i f t i n g g i b a g i s ek t or i nf o r m al . D e n g a n d em i k i a n , m e m b a n t u s e k t o r i n f o r m a l b e r a r t i h a r u s d i t i n j a u k e m b a l i berbagai perangkat hukum yang terlalu menganak- emaskan” sektor formal dan menganak-tirikan sektor informal. +,-.-,--+ 11 7. P e r l u d i p e r h a t i k a n b a h w a m e n g i n g a t s e b a g i a n b e s a r p a k e t der egul asi da lam bi dang ekonom i da n perdagan gan, sej ak Juni 1983, pada hakekatnya bertujuan untuk mendorong ekspor non- migas maka d e n g a n s e n d i r i n y a p a k e t t a d i k u r a n g m e n y e n t u h k e g i a t a n s e k t o r i nf ormal. D engan hampi r 2 3 da ri jum l ah pek erj a di I ndone sia pada t ahun 20 09 menyam bung hi dupnya dari s ekt or i nform al m aka sudah sel a yak n ya u nt uk di p i k i rk a n suat u p ak et ke bi j ak sa n aa n ya n g j ug a dapat mengangkat pekerj a di sektor informal. 8. Harus dicegah agar sektor informal tidak menjadi permainan p a r a p o l i t i s i a v o n t u r i r d a n b i r o k r a t t i d a k b e r t a n g g u n g j a w a b , y a k n i d e n g a n m e m b e r i k a n b e r b a g a i p e r l i n d u n g a n p o l i t i k t e t a p i t i dak dit i ndakl anj uti deng an ke bi j aks anaan konk ri t . K eperl uan seb enarn ya a d a l a h l a ngk a h k o nkr i t a ga r s ekt or i nf o rm a l d ap at m em pero l e h p er l a kua n ek on om i da n huk u m ya n g pr op o rs i o na l sep e rt i mitranya sektor formal. PKL termasuk salah satu bentuk usaha sektor informal. Istilah kaki lima pertama kali dikenal pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Raffles, yaitu ketika mengeluarkan peraturan lalu lintas, dinyatakan bahwa jalur berukuran five feet lima kaki = 150 cm = 1,5m di sepanjang kanan - kiri jalan ditetapkan peruntukannya sebagai jalur pejalan kaki. Kemudian tumbuh orang- orang yang yang menjajakan barangnya dengan gelaran dan gerobak dorong di sepanjang kanan kiri jalan tersebut, yang kemudian pedagang tersebut dinamakan sebagai “pedagang kaki lima” Victor B.T; 1982. Istilah kaki lima mulai digunakan secara resmi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 1978, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 1978 tentang Penataan, Pembinaan dan Pengendalian PKL di Wilayah DKI Jakarta, di mana pada Pasal 1 ayat e disebutkan bahwa “Pedagang kaki lima adalah mereka yang dalam usahanya mempergunakan bagian jalantrotroar dan tempat-tempat lain untuk kepentingan umum yang bukan diperuntukkan untuk usaha”. +,-.-,--+ 12 Pengertian PKL dalam pengaturan ini diartikan secara luas, karena tidak hanya bagian jalantrotoar, tetapi mencakup pula tempat-tempat untuk kepentingan umum yang bukan diperuntukkan tempat usaha serta tempat lain yang bukan miliknya. PKL adalah orang yang dengan modal yang relatif sedikit b e r u s a h a b i d a n g p r o d u k s i d a n p e n j u a l a n b a r a n g - b a r a n g j as a-j asa untuk m emenuhi kebutuha n k el om pok tert entu di dalam masyarakat, usaha tersebut dil aksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal Haryono, 1989.

2.2 REVIEW KAJIAN PUSTAKA PKL