Outline 107 Buku Pedoman Pemutakhiran SSK 7 JUNI 2017

Bagian 2 Outline 107

Gambar. Struktur organisasi pemerintah daerah KabupatenKota Gambar. Struktur OPD yang terkait dalam pembangunan sanitasi KabupatenKota Lampiran 1.2: Ringkasan Eksekutif Hasil Kajian EHRA dan Kajian Lainnya

1.2.1 Ringkasan Eksekutif Kajian EHRA

Berisi intisari hasil analisa kajian EHRA, yang memuat minimum informasi berikut maksimal 2 halaman: i penjelasan umum tentang sampling dan stratifikasi bila tidak semua kelurahandesa diambil sebagai area kajian EHRA; ii hasil analisis mengenai Indeks Risiko Sanitasi sumber air, persampahan, air limbah domestik, 108 Bagian 2 Outline banjirgenangan, dan PHBS; iii prioritas berdasarkan permasalahan mendesak yang akan memberi arah pengembangan strategi. Contoh Ringkasan Eksekutif Kajian EHRA Kajian Penilaian Risiko Kesehatan LingkunganEnvinronmental Health Risk Assessment EHRA adalah sebuah survei partisipatif di tingkat KabupatenKota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Dalam pelaksanaan kajian EHRA menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 dua teknik pengumpulan data, yakni 1 wawancara interview dan 2 pengamatan observasi. Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang merupakan kader desaKesehatanPKK. Sementara Sanitarian bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaan survei. Unit sampling utama Primary Sampling adalah RT Rukun TetanggaPemangku. Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan acakberdasarkan total PemangkuRT di semua RW dalam setiap DesaKelurahan yang telah ditentukan menjadi area survei. Jumlah sampel RT per DesaKelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desakelurahan adalah minimal 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 sampai dengan 60 tahun. Metode penentuan target area survei dilakukan berdasarkan kondisi geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Stratifikasi. Hasil stratifikasi ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Kriteria utama penetapan strata tersebut adalah kepadatan penduduk, angka kemiskinan, daerahwilayah yang dialiri sungaikalisaluran drainasesaluran irigasi, daerah terkena banjir. Jumlah desakelurahan yang akan dijadikan objek kajian ini adalah 30 desakelurahan yang terdistribusi dalam 5 lima strata yaitu strata 0 sebanyak 2 desakelurahan, strata 1 sebanyak 11 desakelurahan, strata 2 sebanyak 8 desakelurahan, strata 3 sebanyak 8 desakelurahan, dan strata 4 sebanyak 1 desakelurahan. Karena di KabupatenKota XXX sampel yang akan dijadikan target survei adalah desakelurahan, maka hasil olah data adalah tidak per strata melainkan per desakelurahan. Di KabupatenKota XXX responden yang digunakan dalam kajian EHRA ini adalah sejumlah 1.200 responden yang telah dilakukan random sampling dan terdistribusi dalam 30 desakelurahan terpilih. Kondisi sampah di KabupatenKota XXX adalah sebanyak 46,8 melakukan pengelolaan sampah rumah tangga dengan cara dibakar. Sebesar 18,5 rumah tangga melakukan pemilahan sampah, sedangkan 81,5 rumah tangga tidak melakukan pemilahan sampah. Jumlah rumahtangga yang memiliki sarana jamban pribadi adalah sebesar 72,9, dimana sebanyak 24,2 rumah tangga memiliki saluran akhir pembuangan akhir tinja berupa tangki septik namun sebanyak 90,3 rumah tangga yang memiliki tangki septik tersebut tidak pernah mengosongkan tangki septik. Dari 1200 responden, ternyata 676 rumah tangga 56,3 telah memiliki Saluran Pengelolaan Air Llimbah SPAL, namun hanya sebesar 477 SPAL 70,5 yang berfungsi.

Bagian 2 Outline 109