Contextual Teaching and Learning CTL

commit to user 20 umumnya muncul dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Satu lagi ide penting dari Vygotsky adalah Scaffolding yaitu pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak melakukannya. Penafsiran terkini terhadap ide-ide Vygotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Nur dan Wulandari 2006 dalam Trianto 2007: 27 menambahkan bahwa tugas yang kompleks tersebut dapat diajarkan sedikit demi sedikit dan komponen demi komponen sehingga pada suatu hari diharapkan akan terwujud suatu kemampuan yang utuh. Keterkaitan teori Vygotsky dalam penelitian ini bahwa pada pembelajaran materi elektrokimia dengan penerapan CTL metode eksperimen dan pemberian tugas, siswa diberi tugas kemudian siswa menyelesaikannya dengan cara berkelompok sehingga muncul percakapan , kerjasama antar individu dan terjadi interaksi sosial.

3. Contextual Teaching and Learning CTL

Kata kontekstual contextual berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana, dan keadaan konteks” KUBI, 2002:519. Sehingga Contextual Teaching and Learning CTL dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Menurut Elaine B. Johnson 2009:19, CTL digambarkan sebagai berikut : “an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studiing by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with context of their personal, social and cultural circumstance. To achieve the aim, the sistem encompasses the following eight component: making meaningful connections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standars, usng authentic assessment.” commit to user 21 Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari agar menghubungkan subjk-subjek akademik dalam konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: a. membuat hubungan-hubungan yang bermakna; b. melakukan pekerjaan yang berarti; c. melakukan pembelajaran yang diatur sendiri; d. melakukan kerja sama; e. berfikir kritis dan kreatif; f. membantu individu untuk tumbuh dan berkembang; g. mencapai standar yang tinggi; h. menggunakan penilaian autentik. CTL, suatu pendekatan pendidikan yang berbeda, melakukan lebih dari dari sekadar menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri. CTL juga melibatkan para siswa dalam mencari makna “konteks” itu sendiri. CTL mendorong mereka melihat bahwa manusia sendiri memiliki kapasitas dan tanggungjawab untuk mempengaruhi dan membentuk sederetan konteks yang meliputi keluarga, kelas, masyarakan dan lingkungan tempat tinggal hingga ekosistem. . Dengan pendekatan kontekstual CTL proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Hal senada dituliskan oleh Schell and Black 1997 dalam Journal of Family and Consumer Science Education:,“The chances of enabling students to transfer learning from one teaching setting to another andor to real life situations may increase when teachers use CTL practices. Hal yang serupa dari pernyataan di atas disampaikan commit to user 22 pula oleh Greeno1997, “Transfer refers to a phenomenon in which something learned in one situation is carried over to another. A student’s ability to transfer information learned in a typical classroom setting to real life situations is sporadic and by chance. Bahwa ada transfer informasi saat belajar pada keadaan atau situasi tertentu dalam kehidupan nyata siswa. Menurut Brooks Brooks, 1993 dalam Elaine B. Johnson. Ketika guru menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan komponen-komponen CTL, yang sesuai dengan kebutuhan manusia untuk mencari makna dan kebutuhan otak untuk menjalin pola-pola, secara intuitif merekan mengikuti cara yang sesuai dengan penemuan-penemuan dalam psikologi dan penelitian tentang otak. Menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dengan pengalaman- pengalaman para siswa sendiri untuk member makna pada palajaran. Pada waktu yang besamaan, tanpa disadari, mereka telah mengikuti tiga prinsip yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern sebagai prinsip yang menunjang dan mengatur segalanya di alam semesta. Belajar akan lebih bermakana jika anak mengalami apa yang dipejinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi dalam mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan anta materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota, keluarga, dan masyarakat. Ada 7 tujuh komponen utama dalam CTL, yaitu: commit to user 23 a. Konstruktivisme Constructivism, Merupakan landasan berfikir filosofi pendekatan kontekastual yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas sempit dan tidak dengan tiba-tiba. Pengeahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melaui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide- ide yaitu siswa yang harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. b. Bertanya Questioning. Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertany, karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: 1 menggali informasi, baik administrasi maupun akademis; 2 mengecek pemehaman siswa; 3 membangkitkan respon pada siswa; 4 mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa; 5 mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; 6 memfokuskan pengetahuan siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; 7 untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan 8 untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. c. Menemukan Inquiri Menemukan merupakan bagian inti dari pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya mengingat seperangkat fakta-fakta, tertapi juga hasil menemukan sendiri. Siklus inquiri adalah: 1 observasi observation, 2 bertanya questioning, 3 mengajukan commit to user 24 dugaan hyphotesis, 4 pengumpulan data data gathering, 5 penyimpulan conclusion. Kata kunci dari strategi inquiri adalah siswa menemukan sendiri. Adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah: 1 merumuskan masalah dalam mata pelajaran apapun, 2 mengamati atau melakukan observasi, 3 menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, dan 4 mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audience lainnya. d. Masyarakat Belajar Learning Community Konsep learning community menyarankan agar hasi pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Dalam kelas menggunakan pendekatan kontekstual, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok- kelompok yang heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat mengkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera member usul, dan seterusnya. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. e. Pemodelan Modeling Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu member peluang yang besar bagi guru untuk member contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru member model tentang bagaimana cara mengajar. Sebagian guru member contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas, misalnya menemukan kata kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru mendemonstrasikan cara commit to user 25 menemukan kata kuci dalam bacaan dengan menelusuri bacaan secara cepat, dengan memanfaatkan gerak mata scaning. Ketika guru mendemonstrasikan cara membaca cepat tersebut, siswa mengemati guru membaca dan membolak balik teks. Dalam pendekatan kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh temannya. Siswa contoh tersebut dikatan sebagi model, siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yan harus dicapai. f. Refleksi Reflection Reflaksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru depelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar dimasa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru dierima. Pengetahuan yang bermakna dipeoleh dari proses belajar. Pengetahuan yang dimilki siswa diperluas malalui konteks pembelajaran, kemudian diperluas sedikit demi sedikit sehingga berkembang. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan refleksi, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. g. Penilaian Sebenarnya Authentic Assessment Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa commit to user 26 perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode atau akhir semester. Pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar seperti formatif dan sumatif, tetapi dilakukan bersama dengan cara terintegrasi, yaitu tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari how to learn, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin onformasi di akhir periode pembelajaran. Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Dalam jurnal oleh Richard L. Lynch dan Dorothy Harnish dengan judul Journal of Contextual Teaching and Learning Project Brief, melalui penggunaan strategi CTL, menyimpulkan bahwa a. keterlibatan dan motivasi siswa meningkat, b. sikap siswa terhadap pembelajaran diperbaiki, c. perilaku telah ditingkatkan, dan d. efek interaktif yang dihasilkan menyebabkan pemahaman yang lebih mendalam, retensi, dan penerapan pengetahuan oleh siswa. Ada berbagai macam prinsip ilmiah dalam CTL, diantaranya ada 3 yaitu prinsip kesaling-bergantungan, prinsip diferensiasi, dan prinsip pengaturan diri. commit to user 27 a. Prinsip Kesaling-bergantungan Prinsip kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan para pendidik yang lainnya, dengan siswa-siswa merekan, dengan masyarakat, dan dengan bumi. Prinsip ini meminta mereka membangun hubungan dalam semua yang mereka lakukan. Prinsip kesaling- bergantungan ada di dalam segalanyasehingga mamungkinkan para siswa untuk membuat hubungan yang bermakana. Pemikiran kritis dan kreatif menjadi mungkin. Kedua proses tersebut terlibat dalam mengidentifikasi hubungan yang akan menghasilkan pemahaman-pemahaman baru. b. Prinsip Diferensiasi Kata diferensiasi merujuk pada dorongan terus-menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman yang tak terbatas, perbedaan, kelimpahan, dan keunikan. Komponen pembelajaran dan pengajaran kontekstual yang mencakup pembelajaran praktik aktif dan langsung hands-on misalnya terus-menerus menantang para siswa untuk mencipta. Para siswa berfikir kreatif ketika mereka menggunakan pengetahuan akademik untuk meningkatkan kerjasama antar anggota kelas mereka, ketika mereka merumuskan langkah-langkah untuk menyelesaikan sebuah tugas sekolah, atau mengumpulkan dan menilai informasi mengenai suatu masalah masyarakat. Secara alami, CTL juga memajukan kreativitas, keragaman, keunikan, dan kerjasama. c. Prinsip Pengaturan Diri Ketika siswa menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadi siswa, siswa terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri. Siswa menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, meniali commit to user 28 alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi, dan dengan kritis menilai bukti. Perbedaan CTL dengan konvesional menurut Dharma Kesuma 2010: 85- 86 bisa dilihat dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Perbedaan pendekatan CTL dengan konvensional CTL Konvensional Belajar berdasarkan pengalaman nyata siswa Belajar berdasarkan abstraksi Siswa berupaya mempelajari Siswa berupaya mengetahui Siswa menemukan sendiri Siswa diberitahu guru Siswa sebagai pusat pembelajaran siswa sebagai subjek ajar Guru sebagai pusat pembelajaran siswa sebagai objek ajar Guru memberikan penguatan Guru memberikan kesimpulan Siswa memahami makna pembelajaran Siswa menghafal materi pembelajaran Menyandarkan pada pemahaman makna Menyandarkan pada hafalan Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa Pemilihan informasi berdasarkan pemilihan guru Mengaitkan materi ajar dengan pengalaman siswa Hanya mengarahkan materi ajar pada satu budang tertentu Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan Ketrampilan dikembangkan atas dasar pemahaman Ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan Siswa berupaya menemukan, menggali, berdiskusi, berfikir kritis, memecahkan masalah. Siswa berupaya mengerjakan tugas, mendengarkan ceramah Menurut Lynch dan Harnish 2003 jurnal oleh Ifraj Shamsid-Deen yang berjudul Journal of Family and Consumer Sciences Education. Vol. 24, No 1, tingkat belajar lebih tinggi tampaknya terjadi ketika mengajar kontekstual dan strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru pemula. Siswa lebih terlibat, termotivasi, dan penuh perhatian ketika mengajar kontekstual dan praktik commit to user 29 pembelajaran yang digunakan menemukan bahwa tampak pembelajaran kontekstual dengan praktik belajar berlangsung secara teratur di sebagian besar ruang kelas. Hal ini terutama berlaku dengan praktek siswa memiliki aktif terlibat, pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan nyata, dan belajar dari satu sama lain.

4. Metode Eksperimen