I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Subsektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang berpotensi dikembangkan di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik
menyebutkan bahwa pada tahun 2011, subsektor peternakan telah mampu memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto PDB Indonesia atas dasar
harga yang berlaku sebesar Rp 129,57 triliun atau sekitar 1,74 persen dari total PDB Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa subsektor peternakan tidak kalah
dengan sektor-sektor lainnya, baik sektor migas maupun non migas, yakni mampu berperan dalam membangun perekonomian di Indonesia seperti melalui
penyerapan jumlah tenaga kerja dan menambah devisa negara. Ayam broiler merupakan salah satu jenis komoditi dari subsektor
peternakan yang mampu diandalkan dalam mempercepat pembangunan perekonomian nasional. Jenis unggas ini memerlukan waktu budidaya yang relatif
lebih singkat dibandingkan dengan jenis ternak lain. Ayam broiler sudah dapat dipanen dalam usia rata-rata 35 hari, sehingga dapat mempercepat pengembalian
modal yang telah ditanamkan oleh para investor.
Tabel 1. Konsumsi per Kapita Jenis Daging di Indonesia Tahun 2006 – 2010
No. Jenis Daging
Jumlah Konsumsi per Tahun KgKapita 2006
2007 2008
2009 2010 1. Sapi
1,11 1.02
1,17 1,29
1,41 2. Kerbau
0,11 0,10
0,09 0,08
0,08 3. Kambing
0,15 0,15
0,15 0,17
0,15 4. Domba
0,18 0,13
0,11 0,12
0,10 5. Babi
0,51 0,58
0,54 0,50
0,52 6. Ayam
Buras 0,77
0,65 0,60
0,54 0,57
7. Ayam Broiler 2,08
2,26 2,39
2,52 2,68 8. Itik
0,06 0,11
0,07 0,06
0,06
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011
Daging ayam broiler merupakan jenis daging yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Data yang disajikan pada Tabel 1
menunjukkan bahwa konsumsi daging ayam broiler per kapita di Indonesia
2
mengalami pertumbuhan yang positif setiap tahunnya, dibandingkan jenis-jenis daging lain. Berdasarkan Tabel 1, rata-rata pertumbuhan konsumsi daging ayam
broiler adalah sebesar 5,23 persen per tahun. Peningkatan konsumsi tersebut diduga karena adanya pertambahan jumlah penduduk, peningkatan income per
kapita, harga daging ayam broiler yang lebih terjangkau dibandingkan jenis daging lain, dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap
pemenuhan kebutuhan protein hewani. Pada tahun 2007, konsumsi daging ayam broiler per kapita di Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan tertinggi, yaitu
sebesar 8,65 persen. Pertumbuhan konsumsi tersebut diduga akibat terjadinya peningkatan pendapatan nasional Indonesia per kapita atas dasar harga berlaku
yakni sebesar 14,41 persen pada tahun 2007, sesuai dengan data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik 2010.
Kecenderungan masyarakat Indonesia yang lebih memilih jenis daging ayam broiler dibandingkan jenis-jenis daging lainnya dan waktu budidaya ayam
broiler yang relatif singkat, menjadikan ayam broiler sebagai komoditi unggulan bagi para peternak di Indonesia. Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang
lebih tinggi terhadap daging ayam broiler, menuntut supply daging ayam broiler dalam jumlah yang lebih banyak di pasar. Hal ini mengindikasikan bahwa ayam
broiler memiliki prospek bisnis yang cukup baik diantara komoditas peternakan lainnya.
Tabel 2. Produksi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2006 – 2011
Tahun Produksi Ton
Pertumbuhan Produksi 2006 861.262,76
- 2007 942.785,67
9,46 2008 1.018.735,94
8,05 2009 1.101.765,50
8,15 2010 1.241.251,00
12,66 2011 1.297.447,00
4,52
Keterangan : Angka Sementara Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012
Perkembangan subsektor peternakan ayam broiler di Indonesia salah satunya dapat dilihat berdasarkan jumlah produksi ayam broiler dari tahun ke
3
tahun. Berdasarkan Tabel 2, rata-rata pertumbuhan produksi ayam broiler di Indonesia adalah sebesar 7,14 persen per tahun. Pertumbuhan produksi terbesar
ayam broiler di Indonesia dicapai pada tahun 2010, yakni sebesar
12,66
persen. Hal ini diduga dikarenakan semakin banyak investor yang tertarik untuk
menanamkan modalnya pada uahaternak ayam broiler, semakin banyak peternak ayam broiler yang meningkatkan skala usahanya, dan semakin berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berimplikasi pada semakin efisiennya teknik budidaya ayam broiler.
Data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menyatakan bahwa pada tahun 2010, Provinsi Sumatera Selatan merupakan
provinsi penghasil daging ayam broiler terbesar ketiga di Pulau Sumatera, setelah Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi
Sumatera Selatan memiliki potensi dalam pengembangan usahaternak ayam broiler. Komoditi ayam broiler adalah jenis komoditi yang memiliki jumlah
produksi tertinggi di antara jenis komoditas peternakan lain di Provinsi Sumatera Selatan.
Tabel 3. Laju Pertumbuhan Produksi Daging Ternak Sumatera Selatan Tahun
2006 – 2010 No. Jenis
Daging Ternak
Laju Pertumbuhan Produksi per Tahun 2006
2007 2008
2009 2010 1. Sapi
Potong 0,33
1,75 8,36
29,61 1,76 2. Kambing
32,20 1,64
10,35 18,57 2,35
3. Domba 3,86
-71,77 51,53
-51,45 35,42 4. Kerbau
-17,77 1,74
-16,80 -32,60 0,11
5. Babi 0,32
1,75 -6,32
-7,29 7,01 6. Ayam
Broiler 15,56 56,48
4,76 -0,31
21,83 7. Ayam
Buras -28,61
-30,79 -27,03
18,19 13,70 8.
Ayam Ras Petelur 19,43
-54,59 48,81
59,05 5,28
9. Itik 5,88
5,04 2,21
17,07 -27,08
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah produksi daging ayam broiler di Provinsi Sumatera Selatan cenderung mengalami peningkatan dari
4
tahun ke tahun, yaitu dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 16,39 persen per tahun. Laju pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan laju
pertumbuhan produksi jenis daging ternak lain di Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan data tersebut, laju pertumbuhan produksi beberapa jenis daging
ternak cenderung mengalami penurunan pada tahun 2007. Namun, pertumbuhan tertinggi produksi ayam broiler justru terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 56,48
persen. Hal ini diduga pada tahun 2007 sebagian besar peternak beralih untuk membudidayakan ayam broiler akibat pola kemitraan inti plasma yang semakin
berkembang di Provinsi Sumatera Selatan. Jumlah produksi daging ayam broiler di Provinsi Sumatera Selatan
cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditi ayam broiler mampu memberikan kontribusi bagi subsektor
peternakan, khususnya bagi pembangunan perekonomian daerah. Perkembangan usahaternak ayam broiler di Provinsi Sumatera Selatan didukung oleh
ketersediaan lahan yang masih cukup luas, kondisi alam yang cukup mendukung, serta ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup memadai.
Kota Palembang yang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Selatan pun ternyata masih memiliki potensi pengembangan budidaya ayam broiler.
Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Selatan, pada tahun 2009 Kota Palembang menempati urutan ketiga terbesar penghasil daging ayam
broiler di Provinsi Sumatera Selatan, setelah Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Banyuasin. Namun pada tahun 2010 lalu, sempat mengalami
penurunan sehingga Kota Palembang menempati urutan keempat sebagai penghasil daging ayam broiler terbesar setelah Kabupaten Banyuasin, Muara
Enim, dan Ogan Komering Ilir. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 4, produksi daging ayam broiler
di Kota Palembang mengalami penurunan pada tahun 2007 dan tahun 2010. Penurunan produksi tersebut diduga akibat terjadinya serangan virus flu burung
yang sempat mewabah di Kota Palembang pada tahun 2007. Penurunan produksi yang terjadi pada tahun 2010 diduga akibat terjadinya musim kemarau panjang
yang sempat melanda Kota Palembang. Namun jika dilihat dari besarnya kontribusi yang dihasilkan, komoditi ayam broiler memberikan kontribusi rata-
5
rata terbesar terhadap jumlah produksi ternak unggas di Kota Palembang yaitu sebesar 72,35 persen per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa usahaternak ayam
broiler meskipun memiliki potensi untuk dikembangkan, namun masih menimbulkan risiko sehingga dapat mempengaruhi hasil produksi.
Tabel 4. Produksi Daging Ternak Unggas di Kota Palembang Tahun 2006 - 2010
No. Jenis Unggas
Jumlah Produksi Ton Kontribusi
Rata-rata 2006 2007 2008 2009 2010
1. Ayam Buras
934 1.143
1.183 1.236
1.250 22,89
2. Ayam Petelur 182
194 201
210 215
3,99 3. Ayam
Broiler 3.870 3.406
3.525 3.684
3.672 72,35
4. Itik 27
38 40
42 43
0,75 Jumlah 5.013
4.781 4.949
5.172 5.180
100
Sumber : Dinas Peternakan Kota Palembang 2011
Menurut Djohanputro 2008, adanya risiko diindikasikan oleh terjadinya fluktuasi tingkat produktivitas yang diperoleh dari setiap periode waktu tertentu.
Fluktuasi tersebut dapat mempengaruhi tingkat pendapatan sehingga menyebabkan terjadinya penyimpangan terhadap tingkat pendapatan yang
diharapkan expected return dengan tingkat pendapatan aktual yang diperoleh peternak. Menurut Kasidi 2010, risiko merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari berbagai aktivitas kehidupan, termasuk aktivitas suatu usaha. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, terkadang justru semakin
berpotensi menimbulkan risiko yang lebih kompleks. Hal ini menuntut setiap pelaku usaha harus memiliki kemampuan mengelola setiap risiko yang dihadapi
dengan baik untuk mencegah terganggunya keberlangsungan aktivitas usaha yang dapat menimbulkan kerugian.
Peternakan Bapak Maulid adalah sebuah peternakan plasma yang menjalin hubungan kerjasama dengan pihak perusahaan inti yaitu PT Sumber Unggas
Cemerlang PT SUC. Peternakan yang terletak di Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Bukit Baru, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan tersebut,
membudidayakan ayam broiler sebanyak 6.000 ekor. Namun meskipun telah menjalin hubungan kemitraan inti plasma dengan PT SUC, Peternakan Bapak
6
Maulid masih menghadapi risiko yang ditandai dengan berfluktuasinya tingkat produktivitas dan tingkat pendapatan yang diperoleh pada setiap periode produksi.
Adanya risiko yang dihadapi pada setiap periode produksi ayam broiler harus disertai dengan kemampuan peternak dalam mengelola risiko dengan baik,
agar tidak meimbulkan kerugian. Risiko yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid perlu dianalisis untuk menekan tingkat probabilitas peluang terjadinya
risiko maupun dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut. Melalui hasil analisis ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Peternakan Bapak
Maulid dalam menangani risiko yang dihadapinya, sehingga mampu memperoleh tingkat pendapatan yang optimal.
1.2. Perumusan Masalah