Analisis model dinamik sumberdaya rajungan dengan model Schnute

Berdasarkan Gambar 38, terlihat bahwa nilai laju depresiasi setiap tahunnya selama periode tahun 2000-2008 berada di bawah nilai standar atau lebih kecil dari nilai batas toleransi. Hal ini mengindikasikan bahwa sumberdaya rajungan di Perairan Teluk Banten khususnya di perairan sekitar PPP Karangantu belum mengalami depresiasi. Gambar 38 Laju depresiasi sumberdaya rajungan dengan model estimasi W-H. Berdasarkan analisis ketiga model estimasi di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai depresiasi yang paling kecil atau jauh dari nilai standart terdapat pada Model Schnute. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa model yang cocok untuk menganalisis kondisi sumberdaya rajungan di perairan Teluk Banten, khususnya di perairan sekitar PPP Karangantu adalah dengan Model Schnute.

6.3.6 Analisis model dinamik sumberdaya rajungan dengan model Schnute

Faktor dasar dari kelemahan pendekatan statik adalah karena sifat statik itu sendiri. Pendekatan ini tidak memasukkan faktor waktu dalam analisisnya, untuk sumberdaya terbarukan seperti perikanan, tidak dimasukkannya faktor waktu ini dapat menyebabkan akibat yang serius dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, sehingga diperlukan pendekatan lainnya untuk menganalisis pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu pendekatan dinamis. Pendekatan dinamis diperlukan untuk memahami pengelolaan sumberdaya ikan dan aspek ekonomi sumberdaya secara menyeluruh dengan memperhitungkan faktor waktu. Model pengelolaan optimal dinamik digunakan untuk menentukan cara memanfaatkan sumberdaya perikanan sebaik mungkin dengan tetap memperhatikan aspek intertemporal. Aspek ini dijembatani dengan adanya penggunaan discount rate. Nilai discount rate yang digunakan pada analisis ini adalah 8,8, 10, 12, 15, dan 18. Hasil analisis dengan tingkat discount rate pada pengelolaan optimal dinamik terhadap sumberdaya rajungan berdasarkan model estimasi Schnute dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Hasil analisis model pengelolaan dinamik dengan model estimasi Schnute Model pengelolaan Aktual Optimal dinamik SDI i=0.088 i=0.10 i=0.12 i=0.15 i=0.18 × ton - 178,27 176,43 171,91 165,27 158,8 h ton 47,69 78,95 78,78 78,31 77,47 76,48 E trip 2.136 4.931 4.971 5.072 5.219 5.362 π Juta Rp 720,68 13.555,29 12.490,52 10.441,68 8.376,02 6.982,67 Sumber: Data olahan Berdasarkan Tabel 21, tampak bahwa tingkat produksi pada kondisi aktual lebih kecil yaitu sebesar 47,69 ton dibandingkan dengan tingkat produksi pada kondisi optimal dinamik dengan tingkat discount rate 8,8, 10, 12, 15, dan 18 berturut-turut adalah sebesar 78,95 ton, 78,78 ton, 78,31 ton, 77,47 ton, dan 76,48 ton. Hal tersebut berarti tingkat produksi akan diperoleh jauh lebih besar apabila pemanfaatannya menggunakan pendekatan optimal dinamik. Berdasarkan Tabel 21, terlihat bahwa tingkat upaya penangkapan pada kondisi aktual jauh lebih kecil yaitu sebesar 2.136 trip dibandingkan dengan tingkat upaya penangkapan pada kondisi optimal dinamik dengan tingkat discount rate 8,8, 10, 12, 15, dan 18 berturut-turut adalah sebesar 4.931 trip, 4.971 trip, 5.072 trip, 5.219 trip, dan 5.362 trip. Hal tersebut berarti tingkat upaya penangkapan pada kondisi aktual masih dapat ditingkatkan dengan membatasi koefisien daya tangkapnya. Berdasarkan Tabel 21, tampak bahwa tingkat rente ekonomi pada kondisi aktual lebih kecil yaitu sebesar Rp714,60 dibandingkan dengan tingkat rente ekonomi pada kondisi optimal dinamik dengan tingkat discount rate 8,8, 10, 12, 15, dan 18 berturut-turut adalah sebesar Rp 13.555,29, Rp 12.490,52, Rp10.441,68, Rp8.376,02, dan Rp6.982,67. Hubungan tingkat discount rate dan tingkat rente ekonomi optimal dinamik dapat dilihat pada Gambar 39. Gambar 39 Hubungan tingkat discount rate dan rente ekonomi. Pada Gambar 39, terlihat bahwa semakin tinggi tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin menurun, sehingga menurut Sobari 2010, dapat diketahui bahwa apabila tingkat discount rate semakin mendekati tak hingga maka nilai rente ekonomi akan sama dengan nilai pada kondisi OA, sebaliknya apabila tingkat discount rate semakin mendekati nol, maka nilai rente ekonomi akan sama dengan nilai pada kondisi MEY. Hal tersebut terjadi karena semakin tinggi tingkat discount rate maka tingkat upaya penangkapan akan semakin besar, sehingga akan menguras ketersediaan sumberdaya yang akan berdampak pada penurunan tingkat rente ekonomi. Ditinjau dari ketiga sisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan rajungan di Perairan Teluk Banten, khususnya di perairan sekitar PPP Karangantu dengan menggunakan model estimasi Schnute pada kondisi optimal dinamik belum terjadi tangkap lebih overfishing baik overfishing secara biologi biological overfishing maupun ekonomi economic overfishing. Berdasarkan analisis optimal dinamis maka dapat diketahui bahwa jumlah jaring jarungan yang optimal beroperasi di Perairan Teluk Banten adalah sebesar 178 unit, sehingga apabila dibandingkan dengan kondisi aktual, jumlah alat tangkap jaring rajungan masih dapat ditambah sebanyak 101 unit. Hal tersebut dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 22. Tabel 22 Alokasi optimal sumberdaya rajungan di perairan Teluk Banten Variabel Optimal dinamik i=0.088 Optimal dinamik i=0.10 Optimal dinamik i=0.12 Optimal dinamik i=0.15 Optimal dinamik i=0.18 Aktual h ton 78,95 78,78 78,31 77,47 76,48 47,69 E trip 4.931 4.971 5.072 5.219 5.362 2.136 ∑ alat 178 179 183 188 193 77 CPUE tontrip 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02 πRpjuta 13.555,39 12.490,52 10. 441,68 8.376,02 6.982,67 720,68 Sumber: Data olahan

6.4 Investasi Optimal

Investasi optimal diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan pendekatan model estimasi yang cocok untuk perairan Teluk Banten khususnya perairan sekitar PPP Karangantu yaitu model Schnute. Berdasarkan Tabel 22, dapat diketahui bahwa jumlah optimal alat tangkap jaring rajungan adalah sebanyak 178 unit dan rente ekonomi optimal sebesar Rp13.555.390.000.

6.4.1 Harga dan biaya

Harga adalah keseluruhan nilai yang ditukarkan konsumen untuk mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap sebuah produk atau jasa. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang dapat diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Harga jual rajungan tidak berubah pada setiap musim penangkapan musim puncak dan musim paceklik. Komponen penerimaan dalam analisis kelayakan usaha adalah nilai penjualan hasil produksi, dalam hal ini dijelaskan