toleransi nilai standar yaitu 0 – 0,5, maka sumberdaya tersebut belum mengalami degaradasi. Hasil analisis laju degradasi sumberdaya rajungan
disajikan pada Tabel 16, Lampiran 7, 11 dan 15. Tabel 16 Hasil analisis laju degradasi sumberdaya perikanan rajungan Tahun
2000-2008
Tahun Schnute CYP W-H
Standar Laju
Laju Laju
degradasi degradasi degradasi
2000 0,2614 0,918798 0,2961 0,5 2001 0,1709 0,998640 0,2087 0,5
2002 0,1958 1,000000 0,1993 0,5 2003 0,3147 1,000000 0,2716 0,5
2004 0,3283 1,000000 0,3082 0,5 2005 0,1730 6,52E-12 0,2436 0,5
2006 0,0742 2,50E-22 0,1443 0,5 2007 0,2860 4,22E-06 0,3366 0,5
2008 0,0666 0,998118 0,0996 0,5
Rata2 0,2079 0,657284 0,2342 0,5
Sumber: Data diolah dari statistik PPP Karangantu pada Lampiran 7, 11 dan15
6.2.7.1 Analisis laju degradasi dengan model estimasi Schnute
Model Schnute sebagaimana telah disajikan pada Tabel 16, menghasilkan nilai koefisien degradasi tertinggi terjadi pada Tahun 2004 yaitu sebesar 0,3282,
sedangkan nilai koefisien degradasi terendah terjadi pada Tahun 2008 yaitu sebesar 0,0665. Nilai rata-rata koefisien laju degradasi sumberdaya rajungan
sebesar 0,2079, yang berarti nilai laju degradasi sumberdaya rajungan lebih kecil dari nilai batas toleransi, sehingga sumberdaya rajungan di Perairan Teluk Banten
khususnya di perairan sekitar PPP Karangantu belum mengalami degradasi. Hasil analisis laju degradasi sumberdaya rajungan di PPP Karangantu dengan
menggunakan model estimasi Schnute dapat dilihat pada Gambar 30. Berdasarkan Gambar 30, terlihat bahwa nilai laju degradasi setiap
tahunnya selama periode Tahun 2000-2008 sangat berfluktuatif namun tetap berada di bawah nilai standar atau lebih kecil dari nilai batas toleransi yaitu 0,5.
Hal ini mengindikasikan bahwa sumberdaya rajungan di Perairan Teluk Banten
khususnya di perairan sekitar PPP Karangantu belum mengalami degradasi. Hal tersebut sesuai dengan kondisi hubungan produksi aktual, produksi lestari, dan
effort sumberdaya rajungan dengan model estimasi Schnute yang dideskripsikan pada Gambar 24 dan Gambar 25, yang menunjukkan bahwa produksi aktual
sumberdaya rajungan berada di dalam kurva produksi lestari, sehingga dapat diartikan bahwa pemanfaatan sumberdaya rajungan di Perairan Teluk Banten
belum mengalami overfishing secara biologi.
Gambar 30 Laju degradasi sumberdaya rajungan dengan model estimasi Schnute.
6.2.7.2 Analisis laju degradasi dengan model estimasi CYP
Model CYP sebagaimana telah disajikan pada Tabel 16, menghasilkan
nilai koefisien degradasi tertinggi terjadi pada Tahun 2002, 2003, dan 2004 yaitu sebesar 1,
sedangkan nilai koefisien degradasi terendah terjadi pada Tahun 2006
yaitu sebesar 2,4877E-22. Nilai rata-rata koefisien laju degradasi sumberdaya
rajungan sebesar 0,6573,
yang berarti nilai laju degradasi sumberdaya rajungan lebih besar dari nilai batas toleransi, sehingga sumberdaya rajungan di Perairan
Teluk Banten khususnya di perairan sekitar PPP Karangantu sudah mengalami
degradasi. Hasil analisis laju degradasi sumberdaya rajungan di PPP Karangantu dengan menggunakan model estimasi CYP dapat dilihat pada Gambar 31.
Berdasarkan Gambar 31, terlihat bahwa nilai laju degradasi secara umum selama periode Tahun 2000-2008 berada di atas nilai standar atau lebih besar dari
nilai batas toleransi. Hal ini mengindikasikan bahwa sumberdaya rajungan di
Perairan Teluk Banten khususnya di perairan sekitar PPP Karangantu telah mengalami degradasi.
Hal tersebut sesuai dengan kondisi hubungan produksi aktual, produksi lestari, dan effort sumberdaya rajungan dengan model estimasi
CYP yang dideskripsikan pada Gambar 26 dan Gambar 27, yang menunjukkan bahwa produksi aktual sumberdaya rajungan berada di luar kurva produksi lestari,
sehingga dapat diartikan bahwa pemanfaatan sumberdaya rajungan di Perairan Teluk Banten telah mengalami overfishing secara biologi.
Gambar 31 Laju degradasi sumberdaya rajungan dengan model estimasi CYP.
6.2.7.3 Analisis laju degradasi dengan model estimasi W-H