Perairan Teluk Banten khususnya di perairan sekitar PPP Karangantu telah mengalami degradasi.
Hal tersebut sesuai dengan kondisi hubungan produksi aktual, produksi lestari, dan effort sumberdaya rajungan dengan model estimasi
CYP yang dideskripsikan pada Gambar 26 dan Gambar 27, yang menunjukkan bahwa produksi aktual sumberdaya rajungan berada di luar kurva produksi lestari,
sehingga dapat diartikan bahwa pemanfaatan sumberdaya rajungan di Perairan Teluk Banten telah mengalami overfishing secara biologi.
Gambar 31 Laju degradasi sumberdaya rajungan dengan model estimasi CYP.
6.2.7.3 Analisis laju degradasi dengan model estimasi W-H
Model W-H sebagaimana telah disajikan pada Tabel 16, menghasilkan nilai koefisien degradasi tertinggi terjadi pada Tahun
2007 yaitu sebesar 0,3366, sedangkan nilai koefisien degradasi terendah terjadi pada Tahun
2008 yaitu sebesar 0,0996. Nilai rata-rata koefisien laju degradasi sumberdaya rajungan
sebesar 0,2342, yang berarti nilai laju degradasi sumberdaya rajungan lebih kecil dari nilai batas toleransi, sehingga sumberdaya rajungan di Perairan Teluk Banten
khususnya di perairan sekitar PPP Karangantu belum mengalami degradasi. Hasil analisis laju degradasi sumberdaya rajungan di PPP Karangantu dengan
menggunakan model estimasi W-H dapat dilihat pada Gambar 32.
Berdasarkan Gambar 32, terlihat bahwa nilai laju degradasi setiap tahunnya selama periode tahun 2000-2008 berada di bawah nilai standar atau
lebih kecil dari nilai batas toleransi. Hal ini mengindikasikan bahwa sumberdaya rajungan di Perairan Teluk Banten khususnya di perairan sekitar PPP Karangantu
belum mengalami degradasi. Hal tersebut sesuai dengan kondisi hubungan
produksi aktual, produksi lestari, dan effort sumberdaya rajungan dengan model estimasi W-H yang dideskripsikan pada Gambar 28, yang menunjukkan bahwa
nilai rata-rata produksi aktual sumberdaya rajungan lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata produksi lestari, sehingga dapat diartikan bahwa
pemanfaatan sumberdaya rajungan di Perairan Teluk Banten belum mengalami overfishing secara biologi.
Gambar 32 Laju degradasi sumberdaya rajungan dengan model estimasi W-H.
6.3 Analisis Bioekonomi Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Rajungan 6.3.1 Estimasi biaya input
Biaya nominal penangkapan rajungan yang diperoleh merupakan rata-rata biaya operasional dari hasil wawancara seperti biaya bahan bakar, biaya
perjalanan ransum. Rincian biaya operasional jaring rajungan per trip nelayan pemilik dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil estimasi biaya input sumberdaya
rajungan Tahun 2000-2008 pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 17 dan Lampiran 16. Pada Tabel 17, diketahui bahwa besaran rata-rata biaya riil
sumberdaya rajungan adalah sebesar Rp0,000028 juta per trip.