Jumlah Anggota Keluarga Luas Lahan Garapan

berkeluarga. Tingkat umur mempunyai pengaruh terhadap kemampuan fisik dalam mengolah usaha tani tumpang sarinya. Dapat dikatakan sebagian besar petani penggarap masih dalam usia produktif, sehingga mereka masih memiliki cukup banyak tenaga untuk mengolah usaha tani tumpang sarinya maupun usaha- usaha tambahan lainnya.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Masyarakat pedesaan identik dengan tingkat pendidikan yang rendah, seperti halnya masyarakat di Desa Kutanegara dan Desa Mulyasejati. Sebagian besar responden 50 hanya tamat SD, bahkan 8,33 responden tidak mengeyam pendidikan sama sekali. Pendidikan tertinggi hanya sampai pada tingkat SMP, itu pun hanya 13,33. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah Petani Orang Persentase 1 Tidak Sekolah 5 8,33 2 Tidak Tamat SR 2 3,33 3 SR 5 8,33 4 Tidak Tamat SD 10 16,67 5 SD 30 50,00 6 SMP 8 13,33 Jumlah 60 100,00 Keterangan : SR = Sekolah Rakyat Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan oleh faktor ekonomi dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Keterbatasan ekonomi membuat mereka lebih memilih bekerja membantu orang tua daripada melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

5.1.3 Jumlah Anggota Keluarga

Secara umum jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap besarnya pengeluaran rumah tangga. Semakin banyak anggota keluarga, maka akan semakin besar pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Distribusi petani menurut jumlah anggota keluarganya disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Karakteristik responden menurut jumlah angggota keluarga No ∑ Anggota Keluarga orang Petani Orang Persentase 1 1 - 3 22 36,67 2 4 - 6 28 46,67 3 6 10 16,67 Jumlah 60 100,00 Dari data pada Tabel 7 diketahui sebagian besar kepala keluarga petani di Desa Kutanegara dan Desa Mulyasejati mempunyai anggota keluarga sebanyak 4-6 orang dengan persentase sebesar 46,67. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh kepala keluarga, maka akan semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Disisi lain, dengan jumlah anggota keluarga yang banyak diharapkan dapat membantu bekerja menggarap lahan pertanian tumpang sari sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Selain itu ada juga beberapa rumah tangga petani yang memiliki banyak jumlah anggota keluarga, tetapi sebagian besar anak mereka sudah berkeluarga, sehingga tidak otomatis biaya atau pengeluaran sehari-hari mereka lebih besar daripada rumah tangga yang sedikit jumlah anggotanya.

5.1.4 Luas Lahan Garapan

Luas lahan garapan berpengaruh nyata terhadap besar kecilnya pendapatan petani. Semakin luas lahan garapannya semakin banyak pula jumlah dan jenis tanaman yang dapat diusahakan, sehingga pendapatan petani dari hasil panen pun meningkat. Lahan garapan responden dalam penelitian ini yang tersempit adalah 0,1 Ha sedangkan yang terluas adalah 6 Ha. Berdasarkan luasan tersebut, lahan garapan dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu 1 Ha, 1 - 3 Ha dan 3 Ha. Tabel 8 Karakteristik responden menurut luas lahan garapan No Luas Lahan Garapan Ha Jumlah Petani Orang Persentase 1 1 10 16,67 2 1 - 3 45 75,00 3 3 5 8,33 Jumlah 60 100,00 Dari Tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 45 orang responden 75 mempunyai lahan garapan antara 1 - 3 Ha, jumlah terbanyak kedua yaitu kepemilikan lahan garapan dengan luas 1 Ha dengan persentase sebesar 16,67, sedangkan petani yang luas lahan garapannya 3 Ha hanya 5 orang atau 8,33. Beberapa responden memiliki lahan luas dikarenakan selain menggarap lahannya miliknya responden tersebut juga menggarap lahan milik orang lain.

5.1.5 Pekerjaan Utama dan Sampingan

Dokumen yang terkait

Pemanenan Hutan Tanaman Jati di BKPH Conggeang, KPH Sumedang, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat

1 18 83

Evaluasi Elemen dan Prestasi Kerja Pemanenan di Hutan Jati (Studi Kasus Pemanenan Kayu Jati BKPH Sadang KPH Purwakarta Perum Perhutani Unit III Jawa Barat)

0 19 74

Analisis finansial pengelolaan hutan tanaman jati di KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 6 94

Analisis gender dalam kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

2 19 56

Efektivitas kolaborasi antara perum perhutani dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 32 102

Kemandirian masyarakat desa sekitar hutan dalam melakukan usaha agroforestri: studi kasus usaha agroforestri tanaman kopi di BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 12 453

Peran Perempuan dalam Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)

0 13 203

Simulasi Multisistem Pemanenan Hutan Pada Pengelolaan Hutan Tanaman (Studi Kasus di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)

1 8 58

Persepsi dan partisipasi masyarakat desa sekitar hutan terhadap sistem PHBM di Perum Perhutani (Kasus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat)

1 13 177

Potensi Kebakaran Hutan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 4 32