Kebijakan Kenaikan Penyaluran Perum Bulog Sebesar 5 Persen
Tabel 44. Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Kenaikan Penyaluran Sebesar 5 Persen terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia Antar Waktu dan
Antar Wilayah
No Peubah Agregat Periode
I Periode
II 1
Harga gabah -10.43
-8.91 -2.69
2 Harga gabah Sumatera
-17.47 -13.25
-13.59 3
Harga gabah Jawa -27.87
-27.8 -24.80
4 Harga gabah Bali dan Nusa
Tenggara -33.63 -27.8
-30.70 5
Harga gabah Kalimantan 0.00
0.00 0.00
6 Harga gabah Sulawesi
-18.10 -15.43
-16.51 7
Harga beras Indonesia -6.99
-5.52 -2.89
8 Harga beras Sumatera
-11.27 -8.39
-9.28 9
Harga beras Jawa -18.00
-17.2 -16.50
10 Harga beras Bali dan Nusa
Tenggara -23.12 -23.6
-21.80 11
Harga beras Kalimantan 0.00
0.00 0.00
12 Harga beras Sulawesi
-23.77 -21.38
-21.87 13
Stok Operasional Bulog 0.00
0.00 -30.66
14 Impor beras Indonesia
0.00 0.01
6.77 15
Harga beras impor Indonesia 0.00
0.00 0.00
16 Produksi padi Sumatera
-18.96 -12.59
-13.95 17
Produksi padi Jawa -14.16
-11.7 -13.10
18 Produksi padi Bali dan Nusa
Tenggara -26.27 -22.1
-25.70 19
Produksi padi Kalimantan 0.00
0.00 0.00
20 Produksi padi Sulawesi
-11.43 -7.46
-10.40 21
Produksi padi Indonesia -15.37
-12.12 -13.81
22 Konsumsi beras Indonesia
4.28 0.00
3.86 23
Konsumsi beras Sumatera 3.76
2.01 3.36
24 Konsumsi beras Jawa
3.82 2.60
3.50 25
Konsumsi beras Bali dan Nusa Tenggara 4.57
3.80 4.30
26 Konsumsi beras Kalimantan
0.00 0.00
0.00 27
Konsumsi beras Sulawesi 21.16
11.34 18.60
28 Areal panen
-14.68 -11.57
-13.12 29
Areal panen Sumatera -18.01
-12.30 -13.41
30 Areal panen Jawa
-14.20 -11.80
-13.10 31
Areal panen Bali dan Nusa Tenggara -26.40
-22.10 -25.70
32 Areal panen Kalimantan
0.00 0.00
0.00 33
Areal panen Sulawesi -11.40
-7.49 -10.43 34
Jumlah penawaran beras Indonesia 9.65
6.78 9.57
Harga beras Indonesia akan menurun sebesar -6.99 persen akibat dampak kebijakan kenaikan penyaluran pada periode agregat sedangkan pada periode II
harga beras dapat diturunkan sebesar -2.89 persen. Kebijakan kenaikan penyaluran semakin efektif apabila kebijakan ini merata di seluruh wilayah. Harga
beras Sumatera akan mengalami penurunan sebesar -9.28 persen pada periode II sedangkan pada periode agregat menurun sebesar -11.27 persen. Hal yang sama
terjadi pada wilayah lainnya, harga beras Jawa menurun sebesar -16.50 persen, harga beras Bali dan Nusa Tenggara menurun sebesar -21.80 persen dan harga
beras Sulawesi menurun sebesar -21.87 persen pada periode II. Dampak kebijakan kenaikan penyaluran ini terhadap penurunan harga beras di wilayah ini relatif
sama untuk seluruh periode. Namun disisi lain, kebijakan ini juga berdampak pada penurunan harga
gabah petani yang lebih besar daripada penurunan harga beras. Penurunan harga beras di tingkat konsumen akan ditransmisikan langsung pada penurunan harga
gabah produsen. Harga gabah Indonesia periode I menurun sebesar -8.91 persen sedangkan harga beras periode II menurun hanya sebesar -2.69 persen. Petani
produsen akan mengalami kerugian karena harga produknya menurun terutama pada periode panen raya tersebut.
Harga gabah di tingkat wilayah juga mengalami dampak akibat penurunan harga beras. Harga gabah petani pada periode I akan menurun sebesar -27.88
persen di wilayah Bali dan Nusa Tenggara serta Jawa sedangkan penurunan harga gabah petani Sulawesi sebesar -15.43 persen. Penurunan harga gabah Sulawesi
lebih kecil daripada penurunan harga beras sedangkan di wilayah lainnya penurunan harga gabah petani lebih besar daripada penurunan harga beras.
Respon harga gabah petani Sulawesi terhadap harga beras Sulawesi bersifat inelastis sehingga kenaikan transmisi harga beras Sulawesi pada harga
gabah Sulawesi menghasilkan tingkat penurunan harga yang lebih kecil daripada harga berasnya. Selain itu, pengaruh distribusi antar wilayah Sulawesi dengan
wilayah lainnya sangat dinamis terutama dengan wilayah Jawa dan Kalimantan. Hal ini berpengaruh terhadap pergerakan harga beras Sulawesi di samping
pengaruh harga gabah petaninya. Kebijakan penyaluran efektif menurunkan harga beras domestik secara merata di setiap wilayah baik pada periode I maupun
periode II. Penyaluran melalui operasi pasar OP dan mekanisme penyaluran raskin spesified target group of consumer merata sepanjang tahun di semua
wilayah akan mendorong penurunan harga beras domestik. Penurunan harga gabah dan beras yang terjadi juga berdampak negatif
terhadap kinerja produksi padi nasional dan wilayah. Produksi padi Indonesia akan mengalami penurunan sebesar -15.37 persen pada periode agregat
sedangkan pada periode I kinerja produksi menurun sebesar -12.12 persen. Produksi padi Sumatera menurun sebesar -18.96 persen pada periode agregat dan
menurun sebesar -12.59 persen pada periode I. Produksi beras Jawa juga menurun sebesar -14.16 persen pada periode agregat dan -11.70 persen pada periode I.
Penurunan harga gabah petani akan menjadi sinyal negatif bagi petani untuk menurunkan produksinya. Penurunan produksi tersebut dapat terjadi akibat
penurunan luas areal produksi maupun penurunan produktivitas padi. Luas areal panen nasional menurun sebesar -14.68 persen pada periode
agregat dan menurun sebesar -11.57 persen pada periode I. Areal panen Jawa menurun sebesar -18.10 persen pada periode agregat dan menurun sebesar -12.30
persen pada periode I. Luas areal Sulawesi juga menurun sebesar -11.40 persen pada periode agregat dan -7.49 persen. Penurunan luas areal panen juga terjadi di
wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang menurun paling besar mencapai -26.27 persen pada periode agregat dan -22.10 persen pada periode I. Wilayah Bali dan
Nusa Tenggara yang bukan sentra produksi, kondisi defisit produksi beras dan tidak meratanya daerah sentra produksi beras di wilayah ini serta tingginya biaya
produksi akibat dukungan infrastruktur yang kurang memadai akan semakin menambah dampak negatif terhadap penurunan luas areal panen di wilayah ini.