Konsumsi Beras Pembahasan Pendugaan Model Ekonomi Perberasan Indonesia

Hubungan antara harga dengan jumlah barang yang diminta adalah negatif. Artinya jika harga suatu barang meningkat maka jumlah permintaan barang tersebut akan menurun. Pendapatan konsumen mempengaruhi jumlah konsumsi terhadap barang. Besarnya perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila harga berubah disebut sebagai elastisitas permintaan terhadap harga. Semakin besar pendapatan konsumen maka jumlah permintaan terhadap beras akan meningkat. Sedangkan jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah konsumsi beras dimana konsumsi beras merupakan jumlah konsumsi beras keseluruhan penduduk Indonesia. Hasil pendugaan parameter persamaan konsumsi beras sesuai dengan yang diharapkan dimana rasio antara harga domestik dan income per kapita menghasilkan pengaruh negatif. Peubah jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah konsumsi beras. Sebagai negara yang sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok maka jumlah konsumsi beras nasional dan wilayah paling dipengaruhi oleh jumlah penduduk secara nasional maupun jumlah penduduk di wilayah masing-masing. Tabel 29. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Beras Sumatera Peubah Parameter Dugaan P-value Elastisitas Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept 82.4846 0.8673 Rasio harga beras domestik dan income per kapita Sumatera -0.1086 0.0005 -0.0659 -0.2653 Jumlah penduduk Sumatera 36.7787 0.0086 0.3062 1.2326 Log tren waktu -9.1827 0.6048 -0.0051 -0.0204 Lag konsumsi beras Sumatera 0.7516 0.8673 0.7516 3.0257 DW= 2.4755; R 2 = 0.9622 Peubah jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah konsumsi beras meskipun direspon inelastis oleh konsumsi beras dalam jangka panjang. Hal ini berarti respon perubahan jumlah konsumsi beras mengikuti perubahan jumlah penduduk daripada rasio antara pergerakan harga beras domestik dan perubahan tingkat pendapatan per kapita. Konsumsi merupakan hasil kali jumlah penduduk dengan konsumsi per kapita sehingga konsumsi ditentukan oleh jumlah penduduk. Hasil pendugaan parameter konsumsi beras Sumatera sesuai dengan yang diharapkan. Rasio antara harga beras domestik dan pendapatan per kapita direspon tidak elastis oleh konsumsi beras setempat. Peubah jumlah penduduk direspon inelastis oleh konsumsi beras Sumatera dalam jangka panjang. Hal ini berarti respon konsumsi beras Sumatera mengikuti perubahan jumlah penduduknya daripada rasio antara pergerakan harga beras domestik dan perubahan tingkat pendapatan per kapita. Tabel 30. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Beras Jawa Peubah Parameter Dugaan P-value Elastisitas Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept -3022.3900 0.1685 Rasio harga beras domestik dan income per kapita Jawa -0.1303 0.0089 -0.0323 -0.1680 Jumlah penduduk Jawa 48.3532 0.0122 0.4821 2.5095 Log tren waktu -108.3160 0.0230 -0.0261 -0.1357 Lag konsumsi beras Jawa 0.8079 0.1685 0.8079 4.2049 DW= 2.2094; R 2 = 0.8630 Hasil pendugaan parameter konsumsi beras Jawa sesuai dengan yang diharapkan dimana rasio antara harga domestik dan pendapatan per kapita berpengaruh nyata negatif sedangkan jumlah penduduk berpengaruh nyata positif. Rasio antara harga beras domestik dan pendapatan per kapita direspon tidak elastis oleh konsumsi beras setempat. Peubah jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah konsumsi beras meskipun direspon tidak elastis oleh konsumsi beras Jawa. Hal ini berarti respon perubahan jumlah konsumsi beras Jawa mengikuti perubahan rasio antara pergerakan harga beras domestik dan perubahan tingkat pendapatan per kapita dan jumlah penduduknya. Jawa sebagai wilayah yang paling banyak penduduknya, wilayah ini memiliki tingkat konsumsi beras yang sangat tinggi pula. Perubahan jumlah penduduk sangat mempengaruhi jumlah konsumsi beras di wilayah ini. Jumlah penduduk Jawa direspon lebih elastis oleh konsumsi Jawa daripada jumlah penduduk Sumatera yang direspon oleh konsumsi Sumatera. Tabel 31. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Beras Bali dan Nusa Tenggara Peubah Parameter Dugaan P-value Elastisitas Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept 30.3292 0.7696 Rasio harga beras domestik dan income per kapita Bali dan Nusa Tenggara -0.0098 0.0013 -0.0425 -0.1382 Jumlah penduduk Bali dan Nusa Tenggara 42.5140 0.0005 0.3525 1.1471 Log tren waktu -10.5026 0.0808 -0.0225 -0.0732 Lag konsumsi beras Bali dan Nusa Tenggara 0.6927 0.7696 0.6927 2.2541 DW= 2.1549; R 2 = 0.9102 Hal yang sama juga terjadi pada hasil pendugaan parameter konsumsi beras Bali dan Nusa Tenggara yang memiliki pola yang sama dengan wilayah Sumatera dan Jawa dimana rasio antara harga beras domestik dan pendapatan per kapita direspon tidak elastis oleh konsumsi beras setempat. Peubah jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah konsumsi beras meskipun direspon inelastis oleh konsumsi beras Bali dan Nusa Tenggara dalam jangka panjang. Respon perubahan jumlah konsumsi beras Bali dan Nusa Tenggara mengikuti perubahan jumlah penduduknya daripada rasio antara pergerakan harga beras domestik dan perubahan tingkat pendapatan per kapita. Tabel 32. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Kalimantan Peubah Parameter Dugaan P-value Elastisitas Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept -219.9590 0.0032 Rasio harga beras domestik dan income per kapita Kalimantan -0.0025 0.7494 -0.0033 -0.0127 Jumlah penduduk Kalimantan 44.8353 0.0006 0.4306 1.6870 Log tren waktu -2.9520 0.2561 -0.0070 -0.0274 Lag konsumsi beras Kalimantan 0.7448 .0001 0.7448 2.9179 DW= 1.9079; R 2 = 0.9789 Hasil pendugaan parameter konsumsi beras Kalimantan memiliki pola yang sama dengan wilayah-wilayah lainnya dimana rasio antara harga beras domestik dan pendapatan per kapita direspon tidak elastis oleh konsumsi beras wilayah ini. Peubah jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah konsumsi beras meskipun direspon inelastis oleh konsumsi beras Kalimantan dalam jangka panjang. Hal ini berarti respon perubahan jumlah konsumsi beras Kalimantan lebih dipengaruhi perubahan jumlah penduduknya daripada rasio antara pergerakan harga beras domestik dan perubahan tingkat pendapatan per kapita. Tabel 33. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Sulawesi Peubah Parameter Dugaan P-value Elastisitas Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept -339.1590 0.4946 Rasio harga beras domestik dan income per kapita Sulawesi -0.0327 0.0082 -0.0945 -0.2903 Jumlah penduduk Sulawesi 71.7457 0.0457 0.6436 1.9771 Log tren waktu -18.9818 0.2826 -0.0334 -0.1026 Lag konsumsi beras Sulawesi 0.6745 .0001 0.6745 2.0719 DW= 1.9942; R 2 = 0.8353 Hasil pendugaan parameter konsumsi beras Sulawesi juga memiliki pola yang sama dengan wilayah-wilayah lainnya dimana rasio antara harga beras domestik dan pendapatan per kapita direspon tidak elastis oleh konsumsi beras setempat. Peubah jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah konsumsi beras meskipun direspon inelastis oleh konsumsi beras Sulawesi dalam jangka panjang. Hal ini berarti respon perubahan jumlah konsumsi beras Sulawesi juga mengikuti perubahan jumlah penduduknya daripada rasio antara pergerakan harga beras domestik dan perubahan tingkat pendapatan per kapita.

5.2.6. Harga Beras Domestik

Harga beras domestik dipengaruhi secara positif oleh harga impor beras. Hal ini mengindikasikan bahwa pergerakan harga beras domestik secara nasional mengikuti perubahan harga beras impor. Meskipun demikian respon harga beras domestik lebih responsif mengikuti perubahan harga gabah petani yang dicerminkan oleh elastisitas harga beras domestik terhadap harga petani gabah petani lebih besar daripada elastisitas harga beras domestik terhadap harga beras impor. Mengingat bahwa hubungan antara harga gabah dan harga beras bersifat saling mempengaruhi maka harga beras paling dipengaruhi oleh pergerakan harga gabah petani. Tabel 34. Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Indonesia Peubah Parameter Dugaan P-value Elastisitas Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept 504.4792 0.1877 Selisih penawaran dan konsumsi Indonesia -0.0252 0.0843 -0.2114 -0.3327 Lag harga gabah petani Indonesia 0.7789 0.0006 0.5889 0.9269 Penyaluran Perum Bulog -0.6444 0.0463 -0.0515 -0.0811 Lag harga impor beras Indonesia 0.0313 0.2927 0.0569 0.0895 Tren waktu -26.9851 .0001 -0.3331 -0.5243 Lag harga beras domestik Indonesia 0.3647 0.0005 0.5779 0.9096 DW= 1.5660; R 2 = 0.8705 Penyaluran Perum Bulog dilakukan sebagai instrumen kebijakan stabilisasi di pasar domestik yang bertujuan mengendalikan kenaikan harga beras domestik. Semakin besar penyaluran maka harga beras domestik semakin menurun. Penyaluran ini dilaksanakan melalui mekanisme Operasi Pasar OP dan Beras untuk Keluarga Miskin Raskin. Penyaluran dan produksi beras Indonesia berpengaruh signifikan namun direspon secara tidak elastis. Pengaruh penawaran, konsumsi dan harga gabah petani merupakan peubah eksogen yang paling besar pengaruhnya terhadap respon harga beras domestik. Hal ini berarti bahwa pergerakan harga beras domestik sangat tergantung pada jumlah penawaran, tingkat konsumsi dan harga gabah petani. Kecukupan penyediaan terhadap konsumsi yang berlangsung stabil akan menjaga stabilisasi harga beras sehingga faktor ini sangat mempengaruhi harga beras sedangkan kenaikan harga gabah petani secara langsung akan ditransmisikan oleh harga beras domestik sehingga harga beras akan bergerak naik mengikuti pergerakan harga gabah petani. Tabel 35. Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Sumatera