Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen

Tabel 43. Hasil Simulasi Dampak Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia Antar Waktu dan Antar Wilayah No Peubah Agregat Periode I Periode II 1 Harga gabah 9.80 5.30 5.90 2 Harga gabah Sumatera 16.18 11.77 13.33 3 Harga gabah Jawa 5.07 4.86 4.76 4 Harga gabah Bali dan Nusa Tenggara 2.14 2.25 2.06 5 Harga gabah Kalimantan 3.92 3.54 3.86 6 Harga gabah Sulawesi 6.06 4.96 5.86 7 Harga beras Indonesia 6.26 3.87 4.32 8 Harga beras Sumatera 10.37 7.37 9.03 9 Harga beras Jawa 3.26 2.99 3.17 10 Harga beras Bali dan Nusa Tenggara 1.4 1.44 1,46 11 Harga beras Kalimantan 3.13 2.84 3,09 12 Harga beras Sulawesi 7.93 6.81 7.73 13 Stok Operasional Bulog -17.70 11.65 -0.74 14 Impor beras Indonesia -25.79 -32.54 -30.29 15 Harga beras impor Indonesia 42.3 41.76 42.60 16 Produksi padi Sumatera 17.64 11.48 13.86 17 Produksi padi Jawa 2.63 2.14 2.58 18 Produksi padi Bali dan NT 1.77 1.50 1.86 19 Produksi padi Kalimantan 3.17 2.64 3.19 20 Produksi padi Sulawesi 3.92 2.53 3.81 21 Produksi padi Indonesia 4.8 3.28 4.53 22 Konsumsi beras Indonesia -1.56 -0.92 -1.48 23 Konsumsi beras Sumatera -3.49 -1.83 -3.33 24 Konsumsi beras Jawa -0.71 -0.48 -0.69 25 Konsumsi beras Bali dan NT -0.29 -0.24 -0.28 26 Konsumsi beras Kalimantan -0.05 -0.05 -0.05 27 Konsumsi beras Sulawesi -7.01 -3.70 -6.61 28 Areal panen 5.06 3.46 4.69 29 Areal panen Sumatera 17.00 11.30 13.44 30 Areal panen Jawa 2.62 2.15 2.57 31 Areal panen Bali dan Nusa Tenggara 1.74 1.51 1.85 32 Areal panen Kalimantan 3.14 2.59 3.23 33 Areal panen Sulawesi 4.01 2.46 3.76 34 Jumlah penawaran beras Indonesia -2.80 -0.98 -2.46 Kenaikan tarif impor akan meningkatkan harga beras impor dan mendorong penurunan jumlah impor beras dan stok operasional Perum Bulog. Semakin mahalnya harga beras impor berakibat jumlah beras yang mampu diimpor akan menurun. Penurunan jumlah beras impor tersebut mendorong kenaikan harga beras domestik karena jumlah penawaran menurun. Besaran dampak kebijakan tersebut berbeda-beda terhadap harga gabah dan harga beras di wilayah. Harga beras nasional meningkat sebesar 9.80 persen pada periode agregat sedangkan peningkatan harga beras wilayah bervariasi mulai dari sebesar 1.47 persen Bali dan Nusa Tenggara sampai dengan sebesar 10.37 persen Sumatera. Peningkatan harga beras Sumatera, Jawa dan Sulawesi yang sangat besar menunjukkan bahwa harga beras Sumatera, Jawa dan Sulawesi sangat dipengaruhi pergerakan harga beras impor. Harga beras Indonesia, Sumatera dan Jawa pada periode I meningkat lebih kecil daripada periode II dan agregat karena jumlah penawaran lebih besar karena panen raya. Periode I merupakan masa panen raya pada wilayah Sumatera dan Jawa. Peningkatan harga beras Bali dan Nusa Tenggara serta Kalimantan relatif sama untuk semua periode. Selain harga gabah, harga beras wilayah ini ditentukan oleh konsumsi beras. Konsumsi beras bersifat tidak elastis yang mengakibatkan harga beras di kedua wilayah ini juga bersifat tidak elastis sehingga peningkatan harga beras akibat dampak kebijakan kenaikan tarif sama pada semua periode. Penerapan kebijakan peningkatan tarif impor sangat merugikan kepentingan konsumen Sumatera dan Sulawesi karena konsumen beras di wilayah ini akan menanggung peningkatan harga beras domestik yang sangat besar. Namun demikian disisi lain kebijakan kenaikan tarif impor mampu mendorong peningkatan harga gabah. Harga gabah Sumatera dan Jawa mengalami peningkatan yang sangat besar melalui transmisi harga berasnya sedangkan wilayah lainnya relatif sama dengan kenaikan harga beras. Harga beras Sumatera dan Jawa berpengaruh signifikan dan direspon secara elastis oleh harga gabah Sumatera dan Jawa sehingga kenaikan harga gabah lebih besar daripada kenaikan harga beras. Penurunan jumlah impor akan menurunkan stok operasional Perum Bulog sehingga pengadaan gabah petani dilaksanakan untuk meningkatkan stok operasional Perum Bulog terutama pada periode I. Pengadaan mendorong kenaikan stok operasional Perum Bulog sebesar 11.65 persen. Kondisi ini secara langsung akan mengefektifkan kebijakan kenaikan HPP untuk meningkatkan harga gabah petani terutama di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Kenaikan gabah yang relatif sama untuk semua periode di wilayah Bali dan Nusa Tenggara serta Kalimantan terjadi karena kenaikan harga beras Bali dan Nusa Tenggara serta Kalimantan juga sama untuk semua periode. Konsumsi beras bersifat tidak elastis mengakibatkan harga beras di kedua wilayah ini juga bersifat tidak elastic sehingga peningkatan harga beras akibat dampak kebijakan kenaikan tarif impor relatif sama pada semua periode. Kebijakan kenaikan impor berdampak terhadap peningkatan produksi padi Indonesia termasuk dan produksi padi wilayah. Kenaikan harga padi dan beras akibat kebijakan ini mendorong peningkatan produksi melalui peningkatan luas areal padi atau peningkatan produktivitas. Produksi padi Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar 4.76 persen pada periode agregat. Produksi padi di wilayah juga mengalami peningkatan terutama Sumatera. Peningkatan produksi padi dan beras Sumatera merupakan dampak dari kenaikan harga padi dan beras. Insentif peningkatan harga gabah dan beras hanya mampu mendorong peningkatan produksi Jawa sebesar 2.63 persen. Keterbatasan potensi perluasan areal dan peningkatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas akan membatasi peningkatan produksi padi Jawa. Luas areal panen padi Jawa meningkat hanya sebesar 2.62 persen akibat dampak kebijakan kenaikan tarif impor ini. Peningkatan luas areal panen untuk wilayah lain relatif kecil karena insentif bagi petani dari peningkatan harga gabah dan beras juga relatif kecil. Peningkatan produksi Sulawesi hanya sebesar 3.92 persen sedangkan kenaikan harga gabah Sulawesi mencapai 7.39 persen pada periode agregat. Sentra produksi padi yang terpusat pada salah satu daerah yaitu di Provinsi Sulawesi Selatan akan membatasi potensi peningkatan produksi di wilayah ini. Peningkatan luas areal wilayah ini akibat dampak kebijakan kenaikan tarif impor hanya sebesar 4.01 persen. Kenaikan harga beras akan menurunkan tingkat konsumsi beras Indonesia dan semua wilayah. Konsumsi Indonesia menurun sebesar -1.56 persen pada periode agregat. Konsumsi Sumatera menurun sebesar -3.49 pada periode agregat sedangkan penurunan konsumsi beras Sumatera dan Jawa lebih kecil pada periode I. Hal ini terjadi karena pada periode I ini jumlah penawaran meningkat sehingga peningkatan harga beras menurun yang mengakibatkan penurunan konsumsi lebih kecil pada periode panen raya wilayah Sumatera dan Jawa. Dampak kebijakan terhadap penurunan konsumsi lebih besar pada konsumsi Sulawesi -7.01 persen. Peubah harga beras domestik berpengaruh nyata terhadap penurunan konsumsi Sulawesi sehingga tingkat konsumsi Sulawesi menurun relatif cukup besar. Konsumsi Sulawesi pada periode I lebih kecil daripada periode II dan agregat. Jumlah penawaran yang tinggi pada periode I ini akan menekan peningkatan harga beras sehingga penurunan konsumsi lebih kecil daripada periode lainnya.

6.2.3. Kebijakan Kenaikan Penyaluran Perum Bulog Sebesar 5 Persen

Kebijakan penyaluran dilakukan bertujuan untuk mengendalikan kenaikan harga beras agar dapat dijangkau oleh daya beli masyarakat. Mekanisme penyaluran dilaksanakan oleh Perum Bulog melalui pelepasan stok operasional kepada mayarakat Raskin dan pasar beras OPM. Penyaluran dilakukan pada saat terjadi kekurangan jumlah penawaran terutama pada periode II dimana di wilayah Sumatera, Jawa dan Indonesia terjadi masa bukan panen raya. Stok operasional pada periode ini menurun sebesar -30.66 persen sedangkan pada periode I dan agregat stok operasional relatif tidak mengalami perubahan akibat dampak kebijakan kenaikan jumlah penyaluran. Jumlah penawaran akan mengalami peningkatan akibat adanya penyaluran. Jumlah penawaran lebih kecil pada periode I karena pada periode panen nasional sehingga proporsi penyaluran terhadap jumlah penawaran semakin kecil. Realisasi impor beras terjadi pada periode II ini yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah stok operasional tersebut. Jumlah impor pada periode I dan agregat relatif tetap sedangkan pada periode II, jumlah impor meningkat sebesar 6.77 persen. Peningkatan jumlah impor akan memperkuat stok operasional Perum Bulog sehingga kemampuan penyaluran dan jumlah penawaran meningkat. Jumlah penawaran akan meningkat akibat kebijakan kenaikan penyaluran sebesar 5 persen untuk semua periode. Tabel 44. Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Kenaikan Penyaluran Sebesar 5 Persen terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia Antar Waktu dan Antar Wilayah No Peubah Agregat Periode I Periode II 1 Harga gabah -10.43 -8.91 -2.69 2 Harga gabah Sumatera -17.47 -13.25 -13.59 3 Harga gabah Jawa -27.87 -27.8 -24.80 4 Harga gabah Bali dan Nusa Tenggara -33.63 -27.8 -30.70 5 Harga gabah Kalimantan 0.00 0.00 0.00 6 Harga gabah Sulawesi -18.10 -15.43 -16.51 7 Harga beras Indonesia -6.99 -5.52 -2.89 8 Harga beras Sumatera -11.27 -8.39 -9.28 9 Harga beras Jawa -18.00 -17.2 -16.50 10 Harga beras Bali dan Nusa Tenggara -23.12 -23.6 -21.80 11 Harga beras Kalimantan 0.00 0.00 0.00 12 Harga beras Sulawesi -23.77 -21.38 -21.87 13 Stok Operasional Bulog 0.00 0.00 -30.66 14 Impor beras Indonesia 0.00 0.01 6.77 15 Harga beras impor Indonesia 0.00 0.00 0.00 16 Produksi padi Sumatera -18.96 -12.59 -13.95 17 Produksi padi Jawa -14.16 -11.7 -13.10 18 Produksi padi Bali dan Nusa Tenggara -26.27 -22.1 -25.70 19 Produksi padi Kalimantan 0.00 0.00 0.00 20 Produksi padi Sulawesi -11.43 -7.46 -10.40 21 Produksi padi Indonesia -15.37 -12.12 -13.81 22 Konsumsi beras Indonesia 4.28 0.00 3.86 23 Konsumsi beras Sumatera 3.76 2.01 3.36 24 Konsumsi beras Jawa 3.82 2.60 3.50 25 Konsumsi beras Bali dan Nusa Tenggara 4.57 3.80 4.30 26 Konsumsi beras Kalimantan 0.00 0.00 0.00 27 Konsumsi beras Sulawesi 21.16 11.34 18.60 28 Areal panen -14.68 -11.57 -13.12 29 Areal panen Sumatera -18.01 -12.30 -13.41 30 Areal panen Jawa -14.20 -11.80 -13.10 31 Areal panen Bali dan Nusa Tenggara -26.40 -22.10 -25.70 32 Areal panen Kalimantan 0.00 0.00 0.00 33 Areal panen Sulawesi -11.40 -7.49 -10.43 34 Jumlah penawaran beras Indonesia 9.65 6.78 9.57