98
2008.    Ketika  peningkatan  konsentrasi  NaOH  0,07-0,9  mol    L,  jumlah  minyak jarak  pagar  yang  dikonversi  menjadi  biodiesel  juga  meningkat  Gambar  25.
Namun,  saat  nisbah  molar  metanol:minyak  meningkat  180:1,    penambahan katalis malah menurunkan konversi biodiesel.
, 67
, 67 8
8
, 67 , 67
Gambar 25.       Pengaruh nisbah metanol:minyak dan  jumlah katalis terhadap konversi biodiesel: a plot respon permukaan dan b gambar dua
dimensi
Sifat  Bahan  Bakar  Hasil  Transesterifikasi  secara  in situ.      Sifat  bahan  bakar
biodiesel jarak pagar dirangkum pada Tabel 38. Terdapat perbedaan densitas dan viskositas antara biodiesel yang dihasilkan melalui transesterifikasi menggunakan
katalis CaO dengan yang dihasilkan melalui transesterifikasi secara in situ dengan katalis  NaOH,  dimana  proses  in situ  menghasilkan  densitas  dan  viskositas  yang
lebih besar.  Hasil yang diperoleh juga lebih besar dari pada  Chitra et al 2005. Hal  ini  barangkali  disebabkan  karena  adanya  komponen  polar  yang  larut  dalam
alalkohol. Walaupun demikian, biodiesel jarak pagar ini masih  memenuhi standar biodiesel menurut ASTM D 6751-02,  DIN EN14214 atau SNI 04-7182-2006
99
Tabel 38   Sifat bahan bakar biodiesel jarak pagar  setelah transesterifikasi secara in situ
Karakteristik Satuan
biodiesel jarak pagar  SNI 04-7182-2006 Densitas
kgm
-3
872 850-890
Viskositas mm
2
s
-1
4,81 2,3-6,0
Titik Nyala
o
C Min 100
Titik Tuang
o
C -
Kadar Air 0,04
Max 0,05 Kadar Abu
0,02 Max 0,02
Residu Karbon Max 0,30
Bilangan Asam mg KOHg
0,43 Max 0,80
Komposisi Kimia Bungkil Jarak Pagar Hasil Transesterifikasi secara In situ.
Komposisi  kimia  bungkil  jarak  pagar  setelah  transesterifikasi  secara  in situ dibandingkan dengan daging biji segar dan bungkil sebelum didetoksifikasi  dapat
dilihat  pada  Tabel  39.      Dari  Tabel  39  dapat  dilihat  bahwa  bungkil  jarak  hasil transesterifikasi secara in situ  45,92 memiliki kandungan protein relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan kandungan protein bungkil kedele 40-45 Widodo 2008.    Namun  demikian,  kandungan  protein  bungkil  kedele  setelah  semua
lemaknya dihilangkan adalah sebesar 62 Herrera et al.   2006 dan lebih besar daripada  kandungan  protein  bungkil  jarak  hasil  transesterifikasi  secara  in situ
45,92.    Hal ini  disebabkan  karena  masih  banyaknya  lemak  yang  tersisa  pada bungkil  jarak  disebabkan  transesterifikasi  secara  in situ  dalam  penelitian  ini.
Transesterifikasi  in situ    mengekstrak  minyak  sebesar  83  dari  potensi  minyak yang  dikandung  dalam  daging  biji  jarak  pagar.        Namun  demikian  kemampuan
ektraksi  minyak  ini  lebih  baik  dibandingkan  kalau    ekstraksi  dilakukan  dengan alat  kempa  mekanis  mechanical  press.    Pada  Gambar    26  diperlihatkan
kromatogram   analisis  forbol ester  menggunakan HPLC setelah transesterifikasi secara in situ.
100
Tabel 39   Komposisi kimia bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi secara in situ  dibandingkan dengan daging biji segar dan bungkil sebelum di
detoksifikasi
Kandungan Daging
biji segar Bungkil daging
biji setelah dikempa mekanis
Bungkil daging biji
setelah diekstrak
hexan Bungkil daging biji
setelah transesterifikasi in
situ
Protein 23,61
41,67 61,74
45,92 Lemak
59,80 29,01
1,12 17,04
Abu 4,42
7,77 9,84
6,60 Serat Kasar
2,31 4,06
5,15 5,04
Karbohidrat 5,74
10,07 12,75
10,53 Forbol ester
mgg 6,55
6,23 4,50
Tidak terdeteksi
3.3.13    Kandungan  Gizi  dan  Forbol  Ester  Setelah  Transesterifikasi  in situ dan Detoksifikasi
Kandungan  gizi  yang  meliputi  protein,  lemak,  abu,  serat  kasar  dan karbohidrat serta kandungan racun forbol ester bungkil jarak setelah detoksifikasi
dapat  dilihat  pada  Tabel  40.    Sementara  itu  profil  HPLC  analisis  forbol  ester bungkil jarak pagar setelah detoksifikasi dapat dilihat pada   Gambar 27.    Dari
Tabel  40  dapat  dilihat  bahwa  kandungan    protein    bungkil  jarak  hasil tranesterifikasi  in situ  41,07    dan  kandungan  protein  bungkil  hasil
detoksifikasi 41,98 relatif sama dengan kandungan protein bungkil kedele 40- 45 Widodo 2008.
Data  pada  Tabel  40  juga  menunjukkan  bahwa  transesterifikasi  in situ  dan detoksifikasi  bungkil  jarak  dapat  menurunkan  kandungan  forbol  ester  sampai
jumlah yang tidak dapat terdeteksi.  Metanol yang digunakan sebagai pelarut pada transesterifikasi  in situ,    merupakan  pelarut  yang  sangat  baik  pula  untuk  forbol
ester Haas and Mittelbach 2000, Rakshit et al.  2008.    Perlakuan detoksifikasi
101 menggunakan  alkali  NaOH,  metanol  dan  panas  lebih  baik  dalam    menurunkan
kandungan forbol ester secara nyata Haas and Mittelbach 2000;  Aregheore et al. 2003, Rakshit et al.  2008; Qian et al. 2008;  Makkar et al. 2009.
Tabel 40   Kandungan gizi dan forbol ester bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi in situ dan  setelah detoksifikasi
Kandungan Daging biji segar
Bungkil daging biji setelah detoksifikasi
Bangi Malaysia
Lampung Indonesia
Bangi Malaysia
transesterifikasi in situ
Lampung Indonesia
detoksifikasi
Protein 23,61
23,4 45,92
41,98 Lemak
59,80 58,8
17,04 28,40
Abu 4,42
5,1 6,60
7,79 Serat Kasar
2,31 2,3
5,04 3,52
Karbohidrat 5,74
6,01 10,53
9,16 Forbol ester
mgg 6,55
6,87 Tidak
terdeteksi Tidak
terdeteksi
3.3.14   Laju pertumbuhan,  Mortalitas  dan  Konsumsi Forbol ester
Laju  pertumbuhan  dan    konsumsi    forbol  ester  oleh  tikus  di  dalam  diet percobaan  dapat dilihat pada Tabel 41.    Sementara itu     Tingkat Kematian tikus
setelah mengkonsumsi bungkil jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 42. Tabel  41  mengindikasikan  bahwa  perlakuan  dengan  alkali  NaOH  lebih
baik  dalam    menurunkan  kandungan  forbol  ester  Haas  and  Mittelbach  2000; Rakshit  et  al.    2008;  Makkar  et  al.  2009.          Walau  demikian,    perlakuan    ini
secara  sendiri  belum  mampu  menurunkan  forbol  ester    sampai  tingkat  yang diinginkan.  Aregheore  et  al.    2003  melaporkan  bahwa  perlakuan  kimia
102
disamping perlakuan dengan panas  diperlukan untuk menghilangkan  kandungan forbol ester secara nyata.
[a]  sebelum transesterifikasi in situ
Waktu Retensi menit
[b] setelah transesterifikasi in situ Gambar 26     Gambar kromatogram   analisis forbol ester menggunakan HPLC
a setelah transesterifikasi in situ; ; b  setelah transesterifikasi secara in situ
103
[a] sebelum detoksifikasi
[b]  Forbol ester setelah detoksifikasi Gambar 27    Gambar kromatogram   analisis forbol ester menggunakan HPLC a
sebelum detoksifikasi; b  setelah detoksifikasi
104
Tabel 41  Laju pertumbuhan dan  konsumsi  forbol ester oleh tikus di dalam diet percobaan
Kode Diet yang diberikan
Kandungan Forbol ester
mgg Berat
awal rata7 rata g
Berat akhir rata7 rata g
Pertambahan Kehilangan
berat badan g Konsumsi Forbol7
ester rata7rata mgtikus
A Kontrol
96,79 135,48
38,60
a a
B ALB rendah-bungkil-insitu
Tidak terdeteksi
99,37 139,27
39,90
a a
C ALB rendah-bungkil -ME
6,23 94,43
55,60 -38,83
c
1,465
c
D ALB rendah-bungkil -SE
4,50 95,73
57,17 -38,56
c
1,894
d
E ALB tinggi-bungkil -ME
6,34 96,94
67,79 -29,16
e
2,161
e
F ALB tinggi-bungkil-SE
4,54 92,98
67,52 -25,46
f
1,591
c
G ALB rendah-bungkil -NaOH
1,04 95,75
58,97 -36,78
d
0,428
b
H ALB tinggi-bungkil -NaOH
1,06 96,35
61,62 -34,73
d
0,390
b
I ALB tinggi-bungkil -NaOH-
MeOH-air Tidak
terdeteksi 97,66
133,90 36,24
b a
Keterangan:  ALB rendah-bungkil yang berasal dari jarak ALB rendah; ALB tinggi-bungkil: bungkil berasal dari jarak ALB tinggi. ME: setelah  diekstrak  menggunakan  alat  mekanis;  SE:  setelah  diekstrak  menggunakan  pelarut  hexan;  NaOH:  setelah  dilakukan  perlakuan
dengan  NaOH;  Me-OH:  Setelah  dilakukan  perlakuan  menggunakan  metanol.  Angka  yang  diikuti  dengan  huruf  yang  dalam  kolom  yang sama    tidak  berbeda  secara  nyata  menurut  uji  Duncan  p≤0.05.    Rancangan  percobaan  yang  digunakan  adalah  RAL  Rancangan  Acak
Lengkap
105
Tabel 42  Kematian tikus setelah diberikan diet kontrol dan diet dengan subsitusi bungkil jarak pagar
Kode  Diet Jumlah
tikus Asupan
makanan rata7 rata ghari
Kematian tikus tikus pada hari ke71 sampai ke78 1
2 3
4 5
6 7
8
A Kontrol
3 13.70
- -
- -
- -
- -
B ALB rendah-bungkil-insitu
3 13,56
- -
- -
- -
- -
C ALB rendah-bungkil -ME
3 1,47
- -
- -
1 1
1 -
D ALB rendah-bungkil -SE
3 2,63
- -
- -
- -
1 2
E ALB tinggi-bungkil -ME
3 2,13
- -
- -
- 1
2 -
F ALB tinggi-bungkil-SE
3 2,19
- -
- -
1 -
2 -
G ALB rendah-bungkil -NaOH
3 2,57
- -
- -
- -
3 -
H ALB tinggi-bungkil-NaOH
3 2,30
- -
- -
- 1
1 1
I ALB tinggi-bungkil -NaOH-
MeOH-air 3
10,83 -
- -
- -
- -
-
Keterangan:  ALB rendah-bungkil yang berasal dari jarak ALB rendah; ALB tinggi-bungkil: bungkil berasal dari jarak ALB tinggi. ME: setelah diekstrak menggunakan alat mekanis; SE: setelah diekstrak menggunakan pelarut hexan; NaOH: setelah dilakukan perlakuan
dengan NaOH; Me-OH: Setelah dilakukan perlakuan menggunakan Metanol.
106 Laju  pertumbuhan  dan  konsumsi  forbol  ester  oleh  tikus  di  dalam  diet
percobaan pada Tabel 41  memperlihatkan bahwa  tidak selalu terdapat hubungan yang  linier antara jumlah konsumsi forbol ester dengan  pertumbuhan kehilangan
berat  badan.    Hal  ini  disebabkan  adanya  pengaruh  kandungan  zat  antigizi  lain Makkar  et  al.  1997,    Aderibigbe  et al.  1997  yang  ada  di  dalam  bungkil  seperti
saponin, fitat, lektin dan tripsin. Dari Tabel 42 dapat dilihat bahwa bungkil jarak hasil transesterifikasi secara
in situ dikonsumsi lebih banyak.  Angka konsumsi bungkil ini relatif sama dengan yang dikonsumsi tikus yang  mengkonsumsi pakan standar.  Bungkil jarak pagar
hasil detoksifikasi juga disukai oleh tikus, walaupun  konsumsi rata-rata per hari lebih  kecil.    Rendahnya  konsumsi  ini  diduga  disebabkan  oleh  masih  kuatnya
aroma  dan  rasa  sabun  dari  NaOH  pada  diet  tersebut  sehingga  tikus mengkonsumsinya  lebih  sedikit  Aregheore    et  al.  2003;  Rakshit  et  al.    2008.
Temler  et  al.    1983  melaporkan  bahwa  asupan    makanan  dipengaruhi  oleh berbagai  faktor,  seperti    i  pola  asam  amino  dari  proteinnya,    ii  rasa,  iii  bau
dan    iv  tekstur  dari  makanan  tersebut.  Rendahnya  asupan  makanan  pada perlakuan  G  dan  H  walaupun  kandungan  forbol  esternya    rendah  barangkali
disebabkan  oleh  rasa,  bau  dan  tekstur,  namun  bukan  oleh  pola  asam  amino  dari bungkil  J. curcas L. Aregheore  et al. 2003.  Kecuali rendahnya lisin, bungkil J.
curcas  L.  memiliki  keseimbangan  asam  amino  yang  mirip  dengan  asam  amino kedele Becker, 1996; Makkar  Becker  1997.
Level kematian  tikus percobaan tidak selalu berhubungan dengan konsumsi phorbol  ester rata-rata perhari yang dikonsumsi Tabel 42.   Walaupun C lebih
sedikit  daripada  D  atau  F.      Namun  kematian  lebih  awal  ternyata  diperlihatkan oleh tikus yang mengkonsumsi C. Hasil ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan
dan mortalitas tikus tidak hanya disebabkan oleh toksisitas forbol ester,  tapi juga disebabkan oleh zat antigizi yang dikandung oleh bungkil tersebut Rakshit et al.
2008 seperti saponin, fitat, lektin dan tripsin.   Namun demikian forbol ester tetap menjadi  faktor  yang  paling  berpengaruh  terhadap  asupan  makanan  dan
pertumbuhan tikus.