18
Gambar 2 Struktur molekul gliserol Trigliserida terbentuk dari satu molekul gliserol, dikombinasikan dengan
tiga asam lemak pada masing masing kelompok OH Gambar 3.
Gambar 3 Contoh struktur molekul trigliserida trilaurin. Bagian kiri adalah asam lemak dan bagian kanan adalah gliserol
Secara kimia, biodiesel merupakan alkil ester dari asam lemak. Molekul biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4. Ester biodiesel ini mengandung rantai
asam lemak pada satu sisi, dan pada sisi yang lain adalah hidrokarbon atau yang disebut alkana. Oleh karena itu, biodiesel merupakan alkil ester asam lemak.
Biasanya bentuk alkananya yang disebutkan dalam penamaan alkil ester, seperti dalam menamakan “metil ester” atau “etil ester”.
19
Gambar 4 Molekul Biodiesel. Pada bagian atas adalah metil ester, di bawah adalah etil ester
Solar dan biodiesel keduanya merupakan campuran senyawa organik. Molekul solar yang ideal adalah setana. Dibandingkan dengan setana, alkil ester
agak lebih panjang dan, lebih penting lagi, mengandung dua atom oksigen Turner 2005. Kedua molekul ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Molekul setana atas dan etil ester bawah. Biodiesel dan solar memiliki komposisi kimia yang agak berbeda. Solar
umumnya terdiri dari 30 35 hidrokarbon aromatis dan 65 70 paraffin dan sedikit olefin, umumnya terdiri dari alkil ester dengan rantai C
10
sampai C
16
Chang et al. 1996. Sebaliknya, biodiesel yang berasal dari rapeseed, kedele atau bunga biji matahari memiliki alkil ester dengan rantai C
16
sampai C
18
dengan
20 satu sampai tiga ikatan rangkap setiap molekulnya. Minyak solar tidak
mengandung oksigen, sementara oksigen biodiesel berkisar 11. Perbedaan dasar antara minyak solar dengan biodiesel dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Perbedaan dasar antara minyak solar dengan biodiesel Mittelbach and Remschmidt 2004
Bahan bakar Solar Minyak Rapseed
Biodiesel rapseed
Komposisi C : H : O =
86,6: 13,4: 0 C : H : O =
77,6 : 11,5 : 10,9 C : H : O =
77,2 : 12,0 : 10,8 BM rata rata
120 320 883
296
2.3.2 Proses Produksi Biodiesel
Prinsip dasar pembuatan biodiesel adalah transesterifikasi trigliserida dan esterifikasi asam lemak bebas. Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menghasilkan metil ester dan gliserol
dimana R
1
, R
2
, R
3
adalah hidrokarbon rantai panjang, kadang kadang disebut rantai asam lemak. Biasanya, ada lima jenis rantai utama dalam minyak nabati
dan minyak hewani: palmitat, stearat, oleat, linoleat, dan linolenat. Bila trigliserida dikonversikan secara bertahap menjadi digliserida, monogliserida, dan
akhirnya ke gliserol, 1 mol ester lemak dibebaskan pada setiap langkah Ma dan Hanna 1999. Biasanya, metanol merupakan alkohol yang lebih disukai untuk
memproduksi biodiesel karena biaya rendah.
21 Secara stoikiometri, reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol per
1 mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Reaksi ini merupakan reaksi yang dapat balik. Agar reaksi transesterifikasi bergeser ke
kanan, maka diperlukan alkohol berlebih di dalam reaksi. Laju reaksi memberikan level tertinggi jika kelebihan 100 metanol digunakan. Dalam
proses industri, nisbah molar alkohol:minyak 6:1 biasanya digunakan untuk memperoleh hasil metil ester yang yang lebih dari 98
Srivastava and Prasad 2000; Meher et al. 2006. Biasanya, katalis digunakan untuk meningkatkan laju
reaksi dan konversi Meher et al. 2006. Tabel 10 menunjukkan perbandingan berbagai teknologi untuk
menghasilkan biodiesel. Metode yang umum digunakan untuk produksi biodiesel adalah transesterifikasi minyak nabati dengan metanol, dengan
menggunakan katalis alkali, asam, enzim atau tanpa katalis alkohol superkritis. Metode alkohol superkritis adalah metode transesterifikasi trigliserida dengan
alkohol pada suhu dan tekanan diatas titik kritis alkoholnya tanpa menggunakan katalis Saka and Kusdiana 2001; Kusdiana and Saka 2004; Song et al. 2008.
Tabel 10 Perbandingan berbagai teknologi untuk menghasilkan biodiesel Sharma et al. 2008
o Variabel Katalis Alkali
Katalis Lipase Katalis Asam
Superkritis Alkohol
1 Suhu Reaksi
K 60 70
30 40 55 80
339 385 2
ALB dalam bahan baku
Produk tersabunkan
Metil Ester Ester
Ester 3
Air dalam bahan baku
Mengganggu reaksi
Tidak berpengaruh
Mengganggu Reaksi
4 Hasil metil
ester Normal
Lebih Tinggi Normal
Bagus 5
Perolehan kembali
gliserol Sukar
Mudah Sukar
6 Pemurnian
metil ester Pencucian
Ulang Tidak ada
Pencucian berulang
7 Biaya Katalis
dalam produksi
Murah Relatif mahal
Murah Sedang
22 Variabel penting yang mempengaruhi hasil biodiesel dari transesterifikasi;
mereka adalah: suhu reaksi, nisbah molar alkohol dan minyak, katalis, lama reaksi, kehadiran air, ALB, dan intensitas pengadukan Ma et al. 1999;
Srivastava and Prasad
2000; Caili and Kusefoglu
2008; Akgun and Iscan 2008. Laju reaksi sangat ditentukan oleh suhu reaksi. Reaksi ini biasanya dilakukan dekat
titik didih alkohol pada tekanan atmosfer Srivastava and Prasad
2000. Minyak nabati dan lemak dapat mengandung sejumlah kecil air dan ALB.
Untuk transesterifikasi menggunakan katalis alkali, katalis alkali yang digunakan akan bereaksi dengan ALB untuk membentuk sabun dan air Gambar 7. Reaksi
ini tidak diinginkan karena sabun menurunkan hasil biodiesel dan menghambat pemisahan ester dari gliserol. Selain itu, ia berikatan dengan katalis, hal ini
menyebabkan katalis akan diperlukan lebih banyak dalam reaksi dan dengan demikian proses akan melibatkan biaya yang lebih tinggi Gerpen et al. 2004.
Gambar 7 Reaksi transesterifikasi ALB dengan katalis alkali menghasilkan sabun dan air reaksi penyabunan
Air, baik berasal dari minyak dan lemak atau dibentuk selama reaksi penyabunan akan memperlambat transesterifikasi reaksi melalui reaksi hidrolisis.
Ia dapat menghidrolisis trigliserida menjadi digliserida dan membentuk ALB. Reaksi hidrolisis ini ditunjukkan pada Gambar 8 Leung et al. 2010.
Gambar 8 Reaksi hidrolisis trigliserida dengan air menghasilkan asam lemak bebas dan digliserida
23 Namun demikian, ALB dapat bereaksi dengan alkohol membentuk ester
biodiesel melalui reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam. Reaksi ini sangat berguna untuk penanganan minyak atau lemak dengan ALB tinggi, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 9 Leung et al. 2010.
Gambar 9 Reaksi esterifikasi ALB dengan metanol menghasilkan metil ester dan air
Perbedaan transesterifikasi dengan esterifikasi adalah, pada reaksi yang pertama, tri ester dikonversi menjadi ester secara individu, maka disebut dengan
transesterifikasi. Pada reaksi yang kedua, ester baru diciptakan, sehingga disebut dengan esterifikasi Turner 2005.
.
2.3.3 Proses Transesterifikasi Biodiesel Menggunakan Katalis Kalsium Oksida CaO
Produksi biodiesel atau lebih umum metil ester asam lemak dapat dikategorikan menjadi metode homogen, heterogen dan metode non katalitik
tergantung pada jenis katalis yang digunakan dalam proses. Secara tradisional, metode homogen merupakan metode yang digunakan dalam banyak produksi
biodiesel komersial. Namun, metode ini memiliki banyak kelemahan. Seperti dilaporkan dalam berbagai kepustakaan, metode transesterifikasi heterogen
terbukti lebih unggul dibandingkan dengan metode transesterifikasi homogen terutama pada pemisahan dan pemurnian produk metil ester Ma and Hanna 1999;
Fukuda et al. 2001; Van Gerpen 2005; Demirbas 2007; Singh 2008. Dalam metode homogen, reaktan, katalis dan metil ester semua berada dalam fase cair,
sehingga menghasilkan proses pemisahan cair cair yang komplek. Pemulihan katalis homogen juga susah, sehingga mengakibatkan hilangnya bahan berguna.
Katalis larut sepenuhnya dalam lapisan gliserin dan sebagian di lapisan metil ester. Akibatnya, biodiesel harus dibersihkan melalui proses pencucian air yang
lambat dan tidak ramah lingkungan. Gliserin yang terkontaminasi dengan katalis
24 memiliki nilai lebih murah di pasar saat ini Demirbas 2007. Di sisi lain, metode
heterogen, yang menggunakan katalis padat, tidak memiliki keterbatasan seperti katalis homogen. Proses pemisahan padat cair relatif lebih mudah dibandingkan
dengan proses pemisahan cair cair membuat pemulihan katalis padat jauh lebih mudah. Disamping itu, metode heterogen menghilangkan pembentukan sabun,
sehingga menghilangkan kebutuhan air dan mencegah pembentukan emulsi dalam campuran yang dapat menyulitkan proses pemisahan dan pemurnian.
Saat ini ada banyak katalis heterogen layak digunakan dalam proses transesterifikasi seperti oksida logam Kim et al. 2004; Xie et al. 2006; Liu et
al. 2007; Yang and Xie 2007; Granados et al. 2007; Kansedo et al. 2009; kompleks logam Ferreira et al. 2007, logam aktif dimuat pada penyangga Xie
and Li 2006; Xie et al. 2006, zeolit Suppes et al. 2004 , resin Shibasaki Kitikawa et al. 2007; Lo´pez et al. 2007 membran Guerreiro et al. 2006; Dube
et al. 2007, lipase Ranganathan et al. 2008 dan hidrotalsit Chantrell et al. 2005. Beberapa katalis heterogen ini sudah dipatenkan dan digunakan dalam
produksi komersial biodiesel Bournay et al. 2005. Katalis ini telah terbukti memiliki aktivitas tinggi terhadap proses transesterifikasi. Di antara beragam
katalis, CaO adalah salah satu katalis heterogen memiliki sifat yang baik seperti kebasaan lebih tinggi, kelarutan rendah, harga yang lebih murah, dan lebih mudah
untuk menangani daripada KOH Huaping et al 2006. Berbagai percobaan transesterifikasi menggunakan katalis CaO telah
dilaporkan. Namun, sebagian besar dari katalis tersebut ditambahkan bahan kimia tertentu dan digunakan pada minyak selain minyak jarak, seperti pada minyak
kedelai Kouzu et al. 2007 dan 2008; Liu et al. 2008, minyak bunga matahari Granados et al. 2007; Demirbas 2007; Yan et al. 2008 Veljkovic´et al. 2009;
Kawashima et al. 2009; minyak rapeseed Huaping et al. 2006; Yan et al. 2008 dan microalgae Umdu et al. 2009. Hanya satu dari katalis ini digunakan pada
jarak pagar Huaping et al. 2006, dimana CaO komersial direndamkan pada larutan ammonium karbonat sebelum dikalsinasi. Karena metode cuci air tidak
cocok untuk memurnikan biodiesel yang disintesis menggunakan katalis CaO, maka pemurnian biodiesel dilakukan dengan menggunakan asam sitrat Huaping
et al. 2006. Dalam penelitian ini, katalis yang digunakan adalah CaO yang
25 berasal dari pembakaran batu kapur CaCO
3
tanpa perendaman dengan bahan kimia tertentu. Sementara itu, pemurnian biodiesel dilakukan dengan
menggunakan bentonit yang diaktivasi dengan asam sulfat.
2.3.4 Proses Transesterifikasi Biodiesel secara In situ
Beberapa penyebab tingginya biaya produksi biodiesel adalah biaya penyediaan bahan baku yang tinggi dan implementasi proses produksi yang secara
operasional tidak efisien. Salah satu alternatif adalah melakukan integrasi antara ekstraksi minyak dan transesterifikasi Hernandez 2005. Proses ini dinamakan
dengan transesterifikasi in+situ Harrington and Evans 1985. Transesterifikasi in situ Harrington dan D Arcy Evans 1985; Siler Marinkovic dan Tomasevic 1998;
Kildiran et al. 1996; Hass et al. 2004, merupakan sebuah metode produksi biodiesel yang memanfaatkan produk produk asli pertanian mengandung minyak
sebagai sumber
trigliserida untuk
langsung di transesterifikasi kan.
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa metode ini sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran
partikel, suhu, konsentrasi pelarut, kadar air dan pengadukan berpengaruh terhadap hasil dan selektivitas Hernadez et al. 2005; Georgogianni 2008 dan
penggunaan metanol alkali sebagai pelarut dapat menurunkan kandungan toksik dari biji seperti pada biji kapuk sehingga bungkil biji kapuk tersebut dapat
digunakan sebagai sumber pakan kaya protein Qian et al. 2008.
2.3.5 Kualitas biodiesel dan faktor faktor yang mempengaruhi
Indonesia telah menyusun Standar Nasional Indonesia untuk kualitas biodiesel SNI 04 7182 2006. Standar ini disusun dengan memperhatikan
standar sejenis yang sudah berlaku di luar negeri seperti ASTM D6751 di Amerika Serikat dan EN 14214:2002 E untuk negara Uni Eropa. Syarat mutu
biodiesel ester alkil dan metode uji yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 11.
26 Tabel 11 Syarat mutu biodiesel ester alkil dan metoda uji yang digunakan pada
S-I 04+7182+2006 No Parameter
Satuan Nilai
Metoda Uji
1 Massa jenis pada 40
o
C kgm
3
850 890
ASTM D 1298
2 Viskositas
kinematik pada
40
o
C Mm2s cSt
2,3 – 6,0
ASTM D 445
3 Angka setana
Min.51
ASTM D 613
4 Titik nyala mangkok tertutup
o
C Min.100
ASTM D 93
5 Titik kabut
o
C
ASTM D 2500
6 Korosi lempeng tembaga 3
jam pada 50
o
C Maks.
No.3
ASTM D 130
7 Residu karbon
dalam contoh asli dalam 10 ampas distilasi
massa Maks.0,05
Maks.0,30
ASTM D 4530
8 Air dan sedimen
vol Maks 0,05
ASTM D 2709 ASTM D 1796
9 Suhu distilasi 90
o
C Maks. 360
ASTM D 1160
10 Abu tersulfatkan
massa Maks.0,02
ASTM D 874
11 Belerang
ppm m mgkg
maks.100
ASTM D 5453 ASTM D 1266
12 Fosfor
ppm m mgkg
Maks. 10
AOCS Ca 12 55
13 Angka asam
Mg KOHg Maks.0,8
AOCS Cd 3 63 ASTM D 664
14 Gliserol bebas
massa Maks.0,02
AOCS Ca 14 56 ASTM D 6584
15 Gliserol total
massa Maks.0,24
AOCS Ca 14 56 ASTM D 6584
16 Kadar ester alkil
massa Min. 96,5
Dihitung
17 Angka iod
massa Maks.115
AOCS Cd 1 25
18 Uji Halphen
negatif
AOCS Cd 1 25
Catatan: Kadar ester massa = 100 A
s
A
a
4,57G
ttl
A
s
dengan pengertian: A
s
Adalah angka penyabunan yang ditentukan dengan metoda AOCS Cd 3 25, mg KOHg biodiesel
A
a
Adalah angka asam yang ditentukan dengan metoda AOCS Cd 3 63 atau ASTM D 664, mg KOHg biodiesel
G
ttl
Adalah kadar gliserol total dalam biodiesel yang ditentukan dengan metoda AOCS Ca 14 56, massa
Kualitas biodiesel dipengaruhi oleh: kualitas minyak feedstock, komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam
proses dan parameter pasca produksi seperti kontaminan Gerpen 2004. Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserin
27 bebas, gliserin terikat, alkohol, ALB, sabun, residu katalis, sulfur, aromatik dan
abu Gerpen 1996; Bajpai and Tyagi 2006.
Viskositas kinematik menunjukkan “resistansi aliran cairan pada kondisi
gravitasi”. Viskositas kinematik sama dengan viskositas dinamikdensitas. Parameter ini merupakan spesifikasi rancangan dasar untuk injektor bahan bakar
yang digunakan pada mesin diesel Gerpen et al. 2004. Viskositas adalah sifat yang paling penting dari biodiesel karena mempengaruhi pengoperasian peralatan
injeksi bahan bakar, terutama pada suhu rendah saat kenaikan viskositas mempengaruhi fluiditas bahan bakar. Biodiesel memiliki viskositas yang
mendekati bahan bakar diesel Arisoy 2008. Bila viskositas tinggi, maka injektor tidak akan bekerja dengan baik Gerpen et al. 2004.
Densitas adalah berat biodiesel per satuan volume. Ia merupakan sifat
penting lainnya dari biodiesel. Alat injeksi bahan bakar bekerja pada basis ukuran volume, sehingga apabila densitas lebih besar akan menyebabkan massa yang
diinjeksikan lebih besar pula Arisoy 2008. Densitas biodiesel akan meningkat dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkap dan berkurangnya panjang rantai
Mittelbach and Remschmidt 2004. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Densitas biodiesel berdasarkan panjang rantai dan ikatan rangkapnya Mittelbach and Remschmidt 2004
FAME Densitas kgm
3
FAME Densitas kgm
3
C 6 : 0 889
C 16:0 884
C 8 : 0 881
C 18:0 852
C 10 : 0 876
C 18:1 874
C 12 : 0 873
C 18:2 894
C 14 : 0 867
C 18:3 904
28 Minyak nabati memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
biodiesel. Viskositas yang tinggi ini akan mempengaruhi kecepatan alir bahan bakar melalui injektor sehingga dapat mempengaruhi atomisasi bahan bakar di
dalam ruang bakar. Selain itu, viskositas yang tinggi juga berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan bahan bakar bercampur dengan udara. Dengan
demikian, viskositas yang tinggi tidak diharapkan pada bahan bakar mesin diesel. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan proses kimia transesterifikasi,
untuk menurunkan viskositas minyak tumbuhan sehingga mendekati viskositas solar Knothe 2005.
Menurut Krisnangkura et al. 2006 viskositas dipengaruhi oleh jumlah karbon dari asam lemak penyusun biodiesel dan suhu. Jumlah karbon yang lebih
banyak dan suhu yang lebih rendah cenderung menyebabkan meningkatnya kekentalan Gambar 10.
Angka setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang
diinjeksikan ke ruang bakar dapat terbakar secara spontan setelah bercampur dengan udara. Semakin cepat bahan bakar mesin diesel terbakar setelah
diinjeksikan ke dalam ruang bakar, semakin tinggi angka setana bahan bakar tersebut Prakash 1998.
Gambar 10. Viskositas kinematika asam lemak rantai pendek pada berbagai perbedaan suhu Krisnangkura et al. 2006
29 Cara pengukuran angka setana yang umum digunakan, seperti standar
ASTM D613 atau ISO 5165, adalah dengan menggunakan heksadekana C
16
H
34
, yang memiliki nama setana sebagai patokan tertinggi angka setana = 100, dan
2,2,4,4,6,8,8 heptamethylnonane HMN yang memiliki komposisi C
16
H
34
sebagai patokan terendah angka setana =15 Knothe 2005; Arisoy 2008. Menurut
Prakash 1998, dari skala tersebut dapat diketahui bahwa hidrokarbon jenuh dengan rantai lurus memiliki angka setana yang lebih tinggi dibanding
hidrokarbon rantai bercabang atau senyawa aromatik pada berat molekul dan jumlah atom karbon yang sama. Angka setana berkorelasi dengan tingkat
kemudahan penyalaan pada suhu rendah cold start dan rendahnya kebisingan pada kondisi diam. Angka setana yang tinggi juga berhubungan dengan
rendahnya polutan NO
x
Knothe 2005. Secara umum biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi daripada
solar Gambar 11 Prakash 1998. Panjangnya rantai hidrokarbon yang terdapat pada ester alkil ester asam lemak, misalnya menyebabkan tingginya angka
setana biodiesel dibandingkan dengan diesel Knothe 2005. Hal inilah yang merupakan keunggulan yang nyata biodiesel dibanding dengan solar berkenaan
dengan penampilan mesin dan emisi dan membuat mesin yang diberi bahan bakar biodiesel lebih lancar dan kurang berisik.
Gambar 11 Perbandingan angka setana metil ester dari berbagai minyak nabati dengan minyak solar nilai diambil dari Mittelbach and Remschmidt
2004
30 Pada ester yang berasal dari lemak jenuh, angka setana dari alkil ester
meningkat dengan meningkatnya panjang rantai asam lemaknya. Sebaliknya, angka setana akan menurun dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkapnya.
Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada Tabel 13.
Titik nyala merupakan kemampuan terbakar flammability bahan bakar
yang merupakan parameter untuk mengetahui dampak berbahaya selama perjalanan atau penyimpanannya Mittelbach and Remschmidt 2004. Titik nyala
dari metil ester murni 200
o
C, diklasifikasikan sebagai “tidak mudah terbakar”. Walau bagaimanapun, selama produksi dan pemurnian biodiesel, tidak semua
metanol dapat dihilangkan, sehingga membuat biodiesel menjadi mudah terbakar dan lebih berbahaya untuk menangani dan disimpan jika titk nyala ini di bawah
130
o
C Gerpen et al. 2004. Tabel 13 Perbandingan angka setana beberapa alkil ester dari berbagai asam
lemak Mittelbach and Remschmidt 2004
C10:0 C12:0
C14:0 C16:0
C18:0 C18:1
C18:2 C18:3
Metil ester asam lemak Angka
setana 47,9
60,8 73,5
74,3 75,7
55,0 42,2
22,7 Etil ester asam lemak
Angka setana
76,8 53,9
37,1 26,1
1 propil ester asam lemak Angka
setana 69,9
55,7 40,6
26,8 2 propil ester asam lemak
Angka setana
82,6 96,5
86,6
Air dan sedimen merupakan ukuran untuk kebersihan bahan bakar. Jumlah
air yang tinggi harus dihindari karena air dapat bereaksi dengan ester membentuk asam lemak bebas, dan dapat mendorong pertumbuhan mikroba pada tangki
penyimpanan yang dapat menyebabkan terbentuknya sedimen Gerpen et al. 2004; Bajpai and Tyagi 2006. Sedimen dapat menyumbat saringan dan dapat
31 berkontribusi pada pembentukan deposit pada injektor dan kerusakan mesin
lainnya. Jumlah sedimen pada biodiesel dapat meningkat sepanjang waktu sebagaimana bahan bakar ini mengalami degradasi selama penyimpanan yang
lama Gerpen et al. 2004.
Gliserol bebas merupakan gliserol yang hadir sebagai molekul gliserol
dalam bahan bakar. Gliserol bebas merupakan hasil dari pemisahan yang tidak sempurna dari ester dan gliserol hasil reaksi transesterifikasi. Keberadaan gliserol
bebas dapat menjadi sumber deposit karbon pada mesin disebabkan pembakaran yang tidak sempurna Gerpen at al. 2004.
Gliserol total merupakan jumlah gliserol bebas dan gliserol terikat.
Gliserol terikat merupakan bagian gliserol dari mono , di , dan trigliserida. Peningkatan jumlah gliserol total merupakan indikator reaksi esterifikasi yang
tidak sempurna Gerpen at al. 2004.
Bilangan iod pada biodiesel menunjukkan tingkat ketidakjenuhan senyawa
penyusun biodiesel. Disatu sisi, keberadaan senyawa lemak tak jenuh meningkatkan performansi biodiesel pada suhu rendah, karena senyawa ini
memiliki titik leleh melting point yang lebih rendah sehingga berkorelasi dengan titik kabut cloud point dan titik tuang pour point yang juga rendah Knothe
2005. Namun di sisi lain, banyaknya lemak tak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfir dan
terpolimerisasi Azam et al. 2006. Bilangan iod yang tinggi cenderung membentuk polimer dan membentuk
deposit pada injector nozel, cincin piston dan cincin piston jika ia dipanaskan. Namun demikian hasil uji mesin mengindikasikan bahwa reaksi terjadi secara
signifikan hanya pada ester asam lemak yang mengandung 3 atau lebih ikatan rangkap. Itulah sebabnya lebih baik membatasi kandungan ketidakjenuhan yang
tinggi dalam biodiesel dibandingkan total ketidakjenuhan seperti yang dinyatakan oleh bilangan iod Mittelbach and Remschmidt 2004
Bilangan asam merupakan ukuran langsung dari asam lemak bebas pada
biodiesel. Asam lemak bebas dapat menyebabkan korosi. Bilangan asam ini dapat meningkat menurut waktu disebabkan bahan bakar akan mengalami
degradasi disebabkan kontak dengan udara dan air Gerpen at al. 2004.
32
Stabilitas penyimpanan berhubungan dengan kemampuan bahan bakar
untuk menahan perubahan kimia selama penyimpanan. Perubahan ini biasanya terdiri dari oksidasi disebabkan adanya kontak dengan oksigen dari udara.
Komposisi asam lemak biodiesel merupakan faktor penting dalam menentukan stabilitas terhadap udara Gerpen et al. 2004.
Angka setana, panas pembakaran heat of combustion, titik cair dan titik didih, viskositas akan meningkat dengan meningkatnya panjang rantai dan
kejenuhan dan menurun dengan meningkatnya ketidakjenuhan asam lemak Graboski 1997; Prakash 1998; Knothe 2005. Tabel 14 menggambarkan profil
asam lemak dari berbagai sumber minyak dan pengaruhnya terhadap sifat fisik biodiesel. Sementara Tabel 15 menunjukkan pengaruh struktur kimia terhadap
titik cair dan titik didih asam lemak dan metil esternya. Tabel 14 Profil asam lemak beberapa minyak dan sifat sisik biodiesel yang
dihasilkannya Soriano et al. 2006
Jenis Minyak
Komposisi asam lemak Sifat Fisik Biodiesel
Jenuh 16:0
18:0 18:1
18:2 18:3
Viskositas dinamik,cp
Viskositas Kinematik,cSt
Titik tuang ,
o
C Titik
kabut,
o
C Titik
nyala,
o
C SFO
6 3
17 74
3,75 ± 0,01 4,30 ± 0,01
5,0 ± 0.0 1,0 ± 0.0
181 ± 1 9
SBO 12
3 23
55 6
3,58 ± 0,01 4,12 ± 0,01
2,0 ± 0.0 1,0 ± 1.0
186 ± 2 15
PMO 45
4 40
10 ± 0,00
5,15 ± 0,02 12,0 ± 0.00
18,0 ± 1.0 179 ± 3
50 RSO
3 1
64 22
8 3,85 ± 0,01
4,43± 0,02 13 ± 1.0
4,0 ± 1.0 178 ± 0
4
Mengandung sekitar 1 asam lemak 14:0. SFO minyak biji bunga matahari; SBO minyak kedele; PMO – minyak sawit; RSO – minyak rapseed
33 Tabel 15 Pengaruh struktur kimia terhadap titik cair dan titik didih asam lemak
dan metil esternya Graboski, 1997; cit. Prakash, 1998; Knothe 2005
Rantai Asam
Jumlah Karbon
Struktur Asam
Metil ester
Titik Cair
o
C Titik
Didih
o
C Titik
Cair
o
C Titik
Didih
o
C
Kaprilat 8
CH
3
CH
2 6
COOH 16,5
239 40
193 Kaprat
10 CH
3
CH
2 8
COOH 31,3
269 18
224 Laurat
12 CH
3
CH
2 10
COOH 43,6
304 5,2
262 Miristat
14 CH
3
CH
2 12
COOH 58,0
232 19
295 Palmitat
16 CH
3
CH
2 14
COOH 62,9
349 30
415 Palmitoleat
16 CH
3
CH
2 5
CH=CHCH
2 7
COOH 33
Stearat 18
CH
3
CH
2 16
COOH 69,9
371 39,1
442 Oleat
18 CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 7
COOH 16,3
19,9 Linoleat
18 CH
3
CH
2 4
CH=CHCH
2
CH=CHC H
2 7
COOH 5
35 Linolenat
18 CH
3
CH
2
CH=CHCH
2
CH=CHCH
2
C H= CHCH
2 7
COOH 11
Arakidat 20
CH
3
CH
2 18
COOH 75,2
50 Eikosenoat
20 CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 9
COOH 23
15 Behenat
22 CH
3
CH
2 20
COOH 80
54 Erukat
22 CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 11
COOH 30
Pengaruh panjang rantai dan ketidakjenuhan pada beberapa sifat bahan bakar FAME murni ditunjukkan pada Gambar 12 Soriano et al. 2006. Semakin
panjang rantai asam lemaknya maka semakin tinggi titik tuang, titik kabut, viskositas dan titik nyala. Namun demikian sifat tersebut akan turun dengan
adanya ikatan rangkap.
34
Gambar 12 Pengaruh panjang rantai dan ketidakjenuhan terhadap titik tuang, titik kabut, titik nyala, dan viskositas biodiesel Soriano et al. 2006
2.3.6 Sifat Biodiesel pada Suhu Dingin Cold temperature properties
Sifat bahan bakar terhadap perubahan suhu merupakan kriteria mutu yang penting pada daerah beriklim dingin. Untuk menguji sifat biodiesel pada suhu
dingin Cold temperature properties beberapa parameter disarankan, diantaranya adalah: Titik kabut cloud PointCP, titik tuang Pour pointPP, cold+filter
plugging point CFPP dan low+temperature flow test LTFT serta cristalisation onset temperature Tco Mittelbach and Remschmidt 2004. Untuk lebih
jelasnya hal ini dapat dilihat pada Tabel 16.
35 Seperti halnya bahan bakar solar yang merupakan fraksi minyak bumi,
biodiesel juga akan menjadi berkabut cloudy pada saat udara dingin, minyak akan berubah menjadi kristal lilin yang akan menyumbat saluran filter bahan
bakar. Titik kabut Cloud Point merupakan suhu dimana kristal tersebut terlihat
Mittelbach and Remschmidt 2004. Titik kabut merupakan faktor kritis dalam penampilan hampir semua mesin diesel pada cuaca dingin Gerpen et al. 2004.
Tabel 16 Nilai CP, PP dan CFPP solar dibandingkan dengan biodiesel Mittelbach and Remschmidt 2004
Nilai Solar
Rape seed
Zaitun Biji bunga
matahari kedele
kelapa sawit
tallow
CP 15
2 2
1 12
13 14
PP 33
9 6
3 2
12 CFPP
18 15
9 3
2 8
1 13
Bila udara menjadi lebih dingin, maka kristal lilin tersebut akan menjadi gel dan memadat sehingga tidak dapat mengalir. Suhu terendah dimana biodiesel
mulai tidak mengalir disebut dengan titik tuang pour point Mittelbach and Remschmidt 2004.
Alkohol yang lebih panjang atau alkohol sekunder memperbaiki sifat mengalir flow properties dari biodiesel yang dihasilkan Foglia et al. 1997
dan Lang et al. 2001. Untuk melihat pengaruh panjang rantai alkohol terhadap sifat mengalir flow properties dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Pengaruh alkohol yang lebih panjang atau alkohol sekunder terhadap sifat mengalir flow properties dari alkyl ester biodieselFoglia et
al. 1997
Alkil ester CP
o
C PP
o
C CFPP
Metil ester 17
15 9
Etil ester 15
12 8
1 propil ester 12
9 7
1 butil ester 9
6 3
2 butil ester 9
4
36
2.4 Konversi Minyak Jarak Pagar Menjadi Biodiesel
Biodiesel atau alkil ester dari minyak jarak pagar dapat dihasilkan dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi trigliserida minyak. Transesterifikasi
berfungsi untuk menggantikan gugus alkohol gliserol dengan alkohol sederhana seperti metanol atau etanol. Katalis yang biasa digunakan adalah NaOH atau
KOH. Komposisi asam lemak minyak jarak dibandingkan dengan minyak rapseed dan kedele tercantum pada Tabel 18. Sementara itu bagaimana
perbandingan sifat solar diesel, minyak jarak dan biodiesel dari jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 18 Distribusi asam lemak minyak jarakpagar, rapeseed dan kedelai berat
No Asam lemak
Minyak jarak
b
Minyak Rapeseed Minyak kedelai
1 Asam miristat
0 0,1 1
0,1 2
Asam palmitat 14,1 15,3
3,5 11,4
3 Asam stearat
3,7 9,8 0,9
3,2 4
Asam arakidat 0 0,3
0,4 2,4 0,2
5 Asam behenat
0 0,2 0,6 2,5
0,3 2,4 6
Asam palmitoleat 0 1,3
0 0,1 0,1 1
7 Asam oleat
34,3 45,8 64,1
21,8 8
Asam linoleat 29 44,2
12 22 54,9
9 Asam linolenat
0 0,3 7 9
8,3
a
Diadopsi dari Guvitz, Mittelbach and Trabi 1999
Tabel 19 Sifat solar, minyak dan metil ester dari minyak jarak pagar Mittelbach and Remschmidt 2004
Sifat Solar
Minyak jarak Metil ester
minyak jarak Metanol
1. Densitas kg m
3
840 918,6
880 790
2. Kalori kJ kg
1
42490 39774
38450 19674
3. Viskositas cSt 4.59
49,93 5,65
4. Bilangan setana 45 55
40 45 50
3 5 5. Titik nyala
o
C 50
240 170
6. Residu Karbon 0,1
0,64 0,5
0,0
37 Tabel 20 menunjukkan hasil penelitian mengenai produksi biodiesel jarak
pagar pada berbagai kondisi. Jenis dan jumlah variabel seperti alkohol, ALB, rasio molar, katalis, reaksi suhu, waktu reaksi, kecepatan dan cara mengaduk
mempengaruhi hasil dan konversi biodiesel. Ada beberapa variasi proses transesterifikasi minyak nabati dalam produksi biodiesel jarak pagar yang
tersedia saat ini. Di antaranya adalah perlakuan menggunakan katalis homogen Foidl et al. 1996; Sudrajat et al. 2005; Tiwari et al. 2007; Sarin et al. 2007;
Chitra et al. 2008; Berchmans and Hirata 2008 ; katalis heterogen Huaping et al. 2006; Vyas et al. 2009 atau katalis enzim Su et al. 2007; Shah and Gupta
2007; Rathore and Madras 2007; Shah and Gupta 2007; Devanesan et al. 2007; Tamalampudi et al. 2008; Su et al. 2009, alkohol superkritis tanpa katalis
Rathore and Madras 2007; Tang et al. 2007 dan katalisis menggunakan enzim lipase dan ekstraksi secara in situ Su et al. 2007, hidrolisis dan esterifikasi tanpa
katalis Su et al. 2009 and Shuit et al. 2010.
38 Tabel 20 Produksi biodiesel dari jarak pada berbagai kondisi proses
o Minyak
Tahapan Trans
esterifikasi Alkohol
Donor alkil Molar Ratio
alkohol donor alkil
:minyak Katalis
Suhu Reaksi
K Waktu
Pengadukan
Hasil bobot
Referensi
1 ALB
0,29 1,27
Dua tahap Katalis alkali
Katalis alkali Metanol
Metanol 4,50: 1 mol
dua bagian satu bagian
KOH 1.5wt dua bagian
satu bagian 333
333 30 mnt
30 mnt ada
ada 92
Foidl et al. 1996
Foidl et al. 1996
ALB 0,29
1,27 Dua tahap
Katalis alkali Katalis asam
Etanol Etanol
6,9:1,14 mol KOH 1.5wt
H
2
SO
4
, 2wt 348
353 90 mnt
6 jam ada
ada 88.4
2 ALB
3.09 Satu tahap
Metanol 20 ww
NaOH 1wt 333
90 mnt ada
98 Chitra et al.
2005 3
ALB 44.15
Dua tahap: Katalis asam
Katalis alkali Metanol
Metanol 20 vv
40 vv H
2
SO
4
2 KOH 0.3
333 333
90 mnt 90 mnt
Sudradjat et al. 2005a
4
Tidak dijelaskan
Dua tahap Katalis asam
Katalis alkali Metanol
Metanol 20 vv
10 vv HCl 1
NaOH 0.5 333
333 42 mnt
30 mnt Sudradjat et
al. 2005b 5
Tidak dijelaskan
Satu tahap Propan 2 ol
4:1 30
Candida antarctica
lipase B
diimmobilisasi pada macroporous acrylic
323 8 jam
150 rpm 92,8
Modi et al. 2006
6
Tidak dijelaskan
Satu tahap metanol
9:1 CaO diaktivasi 1,5
343 2,5 jam
Huaping et al. 2006
39
Tabel 20 Lanjutan..............................
7
Tidak dijelaskan
Satu tahap Etil asetat
Nisbah Etil asetat:
minyak 11:1 10 of Novozym 435
immobilisasi Candida antarctica lipase B
323 12 jam
150 rpm Modi et al.
2007
8 KA
4.62 Satu tahap: In
situ reactive
extraction Metil
asetat Etil asetat
Nisbah pelarutbiji
7.5:1 30 ww of
Novozym435 lipase B from Candida
antarctica, di immobilisasi pada
macroporous acrylic 323
36 jam 180 rpm
86,1 87,2
Su et al. 2007
9
Tidak dijelaskan
Satu tahap Metanol
3:1 NaOHKOH
1 wt 2 4 jam
ada Sarin et al.
2007 10
2,71 ALB
Satu tahap Biocatalyst
Etanol 4:1
Pseudomonas cepacia lipase diimobilisai pada
celite 323
8 jam 200 rpm
98 Shah and
Gupta 2007 11
ALB 14
Dua tahap: Katalis asam
Katalis Alkali Metanol
Metanol 0,28 vv
0,16 vv H
2
SO
4
, 1.43 vv KOH
3,5+bilangan asam wv
333 333
88 min 24 min
99 Tiwari et al.
2007 12
ALB 14,9
14,9 Satu tahap
Katalis alkali Dua tahap
Katalis asam Katalis Alkali
Metanol Metanol
70 ww 60 ww
24 ww NaOH, 3,3wt
H
2
SO
4
, 1wt NaOH 1.4 ww
338 323
323 2 jam
1 jam 2 jam
400 rpm 55
90 Berchmans
and Hirata 2007
13 ALB
8,7 Satu tahap
Metanol 4 : 1
Immobilized P
flourescence 6 wv dari minyak
313 48 jam
150 osicillation
min shaking 72
Devanesan et al. 2007
14 air
1,5wt Satu tahap
Metanol 3 : 1
Lipase 6 wt dari minyak
303 60 jam
150 rpm 80
Tamalampudi 2008
40
15 RBDO
Satu tahap Metanol
Etanol 9 : 1
9 : 1 NaOCH
3
0.8 NaOCH
3
0.8 318
318 30 mnt
45 mnt 300 rpm
300 rpm 96,29
96,29 Tapanes et al.
2008 16
ALB 5.29
Satu Tahap Metanol
12:1 Katalis
35KNO
3
Al
2
O
3
6 343
6 jam 600 rpm
84 Vyas
et al.
2009 17
ALB 4,3
Satu Tahap Metanol
Tidak dijelaskan
KOH 296
2 jam 5000rpm
98 De Oliveira et
al. 2009 18
ALB 7 Dua tahap
Metanol Metanol
12wt 20:1 to ALB
6:1 H
2
SO
4
, 1 Metatitanic acid, 4
KOH, 1,3 343
373 337
2 jam 90 mnt
20 mnt 1500rpm
97 98
Lu et al. 2009
19 Tidak
dijelaskan
Dua Tahap Air
dimetil karbonat
4:1 vv 217:1
Hidrolisis Non katalitik
543 27MPa
573 9MPa
25 mnt 15 mnt
97 Ilham and Saka
2010
20
Bubuk jarak
Dua tahap n Hexane
metanol etanol
10:1ww+ 5:1 ww
3:1 3:1
Novozym435, 10ww
Novozym435, 10ww
6 jam 2jam
10jam 180rpm
180 rpm 180rpm
180rpm 45,9
59,4 Su et al. 2009
21
Bubuk jarak
Satu tahap insitu
dimetil karbonat
dietil karbonat
Novozym435, 10ww
323 10jam
180 rpm. 77,6
84,2 Su et al. 2009
22
Tidak dijelas
kan
Dua tahap Air:asam
asetat 99 100 ml:
0,25 ml Metanol
10 ml minyak
Hidrolisis Non katalitik
54311 Mpa
56311 1 MPa
1 jam 15 menit
92 99
Chen et
al. 2010
23
20 g, bubuk
daging biji
Satu Tahap Metanol
Metanol:biji 7.5mlg
H
2
SO
4
15 wt dari biji dan n hexane
10 vol of solvent 333
24 jam 99,8
Shuit et
al. 2010
41
41
2.5 Potensi Bungkil Jarak Pagar sebagai Sumber Protein untuk Pakan
Meskipun biji jarak pagar kaya dengan minyak dan protein, namun ia sangat beracun sehingga tidak cocok untuk konsumsi manusia atau hewan secara
langsung King et al. 2009. LD
50
bagi konsumsi forbol ester untuk tikus jantan adalah 27,34 mg kg massa tubuh; dan LD
5
dan LD
95
adalah 18,87 dan 39,62 mg kg massa tubuh, masing masingnya Li et al. 2010. Pemanfaatan bungkil jarak
pagar yang layak dan sukses tidak dapat dicapai tanpa penghilangan semua senyawa anti gizi Gaur 2009. Martınez Herrera et al. 2006 mempelajari
kualitas gizi dan dampak berbagai perlakuan teknik pemrosesan hidrotermal, ekstraksi pelarut, ekstraksi pelarut ditambah NaHCO
3
dan perlakuan dengan radiasi ion untuk menonaktifkan faktor antigizi daging buah jarak pagar yang
lemaknya telah dihilangkan pada varitas yang beracun dan tidak beracun dari berbagai daerah di Meksiko. Inhibitor tripsin dengan mudah dapat di
nonaktifkan menggunakan uap panas dengan suhu 121
o
C selama 25 menit. Fitat dapat diturunkan sedikit dengan irradiasi pada 10 kGy. Kandungan saponin dapat
dikurangi melalui ekstraksi dengan etanol dan irradiasi. Ekstraksi dengan etanol, diikuti dengan NaHCO
3
0,07 menurunkan aktivitas lektin dan forbol ester sebesar 97,9 dalam biji. Sementara digestabilitas in vitro akan meningkat
antara 78,6 dan 80,6. Ia meningkat sekitar 86 melalui perlakuan panas. Bungkil jarak pagar yang diperoleh dari perlakuan 4,0 NaOH pada suhu
121
o
C selama 30 menit diikuti baik dengan mencuci dua kali dengan 92 metanol atau empat kali dengan air suling, memperlihatkan hasil detoksifikasi
yang bagus. Kandungan forbol ester bungkil jarak setelah detoksifikasi dengan perlakuan ini menjadi tidak dapat dideteksi. Namun demikian, pada bungkil yang
hanya dicuci dengan air, bungkil ini masih memiliki bau NaOH yang kuat dan hal ini memberikan dampak penerimaan yang negatif di dalam asupan makanan.
Pencucian dengan metanol terlihat menjanjikan untuk detoksifikasi bungkil jarak asalkan metanol yang digunakan dapat didaur ulang sehingga biaya detoksifikasi
menjadi ekonomis
Aregheore et al. 2003.
Hasil penelilitian Chivadi et al. 2004 menunjukkan bahwa detoksifikasi bungkil jarak dengan pelarut hexan dan etanol diikuti dengan perlakuan uap panas
121
o
C selama 30 menit belum dapat menghilangkan lektin dan tripsin secara
42 keseluruhan dan masih meninggalkan residu forbol ester 1,90 mgg daging biji.
Angka ini lebih tinggi daripada kandungan forbol ester pada jarak pagar yang tidak beracun 0,11 mgg daging biji.
Rakshit et al. 2008 menyelidiki pengaruh panas dan detoksifikasi bungkil secara kimia dan mengevaluasi perlakuan bungkil tersebut pada pertumbuhan dan
histologinya pada tikus. Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa perlakuan 2 NaOH atau 2 CaOH
2
diikuti dengan uap panas dari autoklaf pada suhu 131
o
C selama 30 menit dan pencucian dengan air 1:5 wv dapat menurunkan kandungan forbol ester secara sangat berarti. Namun demikian pada uji diet
terhadap tikus jantan menunjukkan masih terjadi penurunan berat badan dan kematian tikus dihari ke 9. Hal ini disebabkan kandungan forbol ester masih
lebih besar daripada kandungan forbol ester pada varitas jarak pagar tidak beracun. Untuk menghilangkan forbol ester tersebut, maka pada penelitian ini
pencucian bungkil jarak setelah perlakuan 2 NaOH adalah dengan menggunakan metanol dan air. Menurut Goel et al. 2007, perlakuan panas
yang diikuti dengan ekstraksi kimia dapat menghilangkan forbol ester dan menurunkan antigizi dan zat racun secara berarti. Bungkil jarak yang
diperlakukan dengan cara ini dapat menjadi tidak berbahaya bagi tikus Makkar and Becker 1997 dan ikan Goel et al. 2007. Kandungan forbol ester daging biji
jarak dirangkum pada Tabel 21. Disamping adanya kandungan toksik dan faktor antigizi, bungkil jarak juga
mengandung jumlah kulit biji yang banyak apabila kulit biji tidak dibuang sebelum dilakukan pengepresan minyak, maka ia tidak cocok digunakan pada
diet binatang. Makkar et al. 2008 melakukan penelitian untuk mendapatkan konsentrat protein dari bungkil tersebut. Hasil konsentrat protein yang paling
tinggi diperoleh apabila bungkil tersebut dilarutkan lebih dahulu dengan NaOH sehingga pH nya menjadi 11 selama 1 jam dan suhu 60
o
C, setelah itu protein diendapkan dengan menurunkan pH nya menjadi 4 menggunakan HCl.
Konsentrat protein yang dihasilkan dari perlakuan ini masih mengandung forbol ester 0,86 – 1,48 mgg, inhibitor tripsin diperkirakan sepuluh kali lipat di dalam
konsentrat protein dibandingkan dengan yang ada dalam bungkil.
43 Tabel 21 Kandungan forbol ester daging biji jarak pagar J. curcas L.
No Substansi yang dianalisis
Kandungan Forbol
ester mgg kernel
Rujukan
1 Kernel varitas Cape Verde
2,70 Makkar and
Becker 1997 2
Kernel varitas Nicaragua 2,17
Makkar and Becker 1997
3 Kernel varitas Mexico tidak beracun
0,11 Makkar and
Becker 1997 4
Bungkil yang diperoleh setelah ekstraksi dengan heksan dan dipanaskan
1,78 Aregheore et al.
2003 5
Bungkil yang diperoleh setelah perlakuan dengan 4.0 NaOH bb dipanaskan pada
121
o
C selama 30 menit diikuti dengan dua kali pencucian dengan methanol
Tidak terdeteksi
Aregheore et al. 2003
6 Bungkil yang diperoleh setelah perlakuan
dengan 4.0 NaOH bb dipanaskan pada 121
o
C s elama 30 menit diikuti dengan dua kali pencucian dengan air distilata
Tidak terdeteksi
a
Aregheore et al. 2003
7 Kernel Varitas dari India
6,05 Gaur 2009
8 Bungkil yang diperoleh setelah
diekstraksi dengan heksan 4,3
Gaur 2009 9
Bungkil yang diperoleh setelah diekstraksi dengan campuran
heksan:methanol 9:1 2,1
Gaur 2009
10 Bungkil yang diperoleh setelah
diekstraksi dengan heksan metanol I metanol II
0,15 Gaur 2009
11 Bungkil yang diperoleh setelah
diekstraksi dengan heksan isopropil alkohol I isopropil alkohol II
1,5 Gaur 2009
12 Bungkil yang diperoleh setelah
diekstraksi dengan heksan selama 1 hari metanol selama 3 hari
0,06 Gaur 2009
a
walaupun forbol estertidak terdeteksi, namun karena kuatnya aroma -aOH, maka diet pada tikus menggunakan bungkil ini secara organoleptik tidak dapat
diterima
44 Sementara itu lektin dan fitat juga ada pada level yang tinggi. Hasil ini
mengindikasikan bahwa konsentrat protein mesti didetoksifikasi dengan menghilangkan forbol ester dan menonaktifkan inhibitor lektin dan tripsin melalui
perlakuan panas Makkar et al. 2008.
2.6 Perancangan Proses dan Kajian Tekno ekonomi Pembuatan Biodiesel
Perancangan proses
dimulai dengan
adanya masalah
yang mengekspresikan situasi saat ini dan adanya peluang untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Peluang itu diwujudkan dengan melakukan serangkaian percobaan laboratorium. Sebelum sampai kepada perancangan proses yang lebih detail
maka data laboratorium perlu melewati tahap verifikasi lebih lanjut, yang dapat dilakukan melalui percobaan pada kondisi dan kapasitas yang kita inginkan untuk
mendapatkan basis data yang lebih detail, pengujian skala pilot atau mempersiapkan model simulasi Seider et al. 1999. Pada penelitian ini, tahapan
yang dipilih adalah melalui simulasi. Simulasi proses industri yang melibatkan banyak satuan operasi seperti layaknya sebuah pabrik, dilakukan sebelum kajian
tekno ekonomi dan analisis dampak lingkungan. Simulasi proses banyak dilakukan dengan bantuan perangkat lunak HYSYS Zhang et al. 2003a.
Walaupun terdapat perbedaan antara keputusan simulasi proses dengan pengendalian proses yang sebenarnya, perangkat lunak simulasi proses seperti
HYSYS 3.2 dapat memberikan informasi pengendalian proses yang bisa dipercaya karena mempunyai paket termodinamik serta kaedah perhitungan yang
komprehensif. Karena proses produksi biodiesel dilakukan secara batch, maka hasil perhitungan simulasi perancangan proses oleh HYSYS disesuaikan dengan
kondisi operasi sistem batch menggunakan spreadsheet Microsoft Excel. Langkah pertama dalam mengembangkan simulasi proses batch ini adalah
perancangan dasar basic design yaitu dengan membangun bagan alir proses, menghitung kesetimbangan massa, mengembangkan bagan waktu setiap proses,
menghitung kesetimbangan energi dan membuat daftar peralatan yang digunakan. Langkah berikutnya adalah memperkirakan biaya produksi yang
meliputi biaya peralatan, biaya pabrik secara keseluruhan, biaya peubah, dan biaya lainnya yang berguna untuk kajian tekno ekonomi Sakai et al. 2009.
45 Studi yang berkenaan dengan tekno ekonomi proses produksi biodiesel
telah banyak dipublikasikan. Diantara peubah sistem produksi yang dikaji, harga bahan baku minyak merupakan faktor utama yang menjadi kendala dalam
komersialisasi biodiesel. Disamping itu kapasitas pabrik, teknologi proses, dan harga gliserol merupakan peubah paling nyata yang mempengaruhi kelangsungan
hidup ekonomi produksi biodiesel Nelson et al. 1994, Zhang et al. 2003b; Van Kasteren and Nisworo 2007; You et al. 2008; West et al. 2008; Marchetti and
Errazu 2008; Sakai et al. 2009; Lim et al. 2009. Pada Tabel 22 dirangkum beberapa hasil penelitian berkenaan dengan kajian tekno ekonomi proses produksi
biodiesel.
46 Tabel 22 Kajian tekno ekonomi berbagai proses produksi biodiesel
No Kapasitas
pabrik tontahun
Teknologi Proses
Katalis Minyak
Biaya produksi
ton Biaya
Pabrik juta
Hasil Kajian Referensi
1 8.000
Sinambung Homogen basa
virgin vegetable oil
Kapasitas pabrik dan harga bahan baku minyak dan biodiesel
merupakan faktor yang paling berpengaruh yang mempengaruhi
keberlanjutan secara ekonomi
Zhang et al. 2003b
8.000 Sinambung
Homogen basa Minyak
goreng bekas 8.000
Sinambung Homogen asam
Minyak goreng bekas
8.000 Sinambung
Homogen asam dan menggunakan
Heksana
Minyak goreng bekas
2 8.000
Sinambung Tidak ada
Minyak goreng bekas
442 2,0
Semakin besar kapasitas pabrik, maka biaya produksi biodiesel akan
semakin rendah
Van Kasteren and
Nisworo 2007
125.000 Sinambung
Tidak ada 152
10,40 3
8.000
Sinambung Homogen basa
Kedele 625
1,35 Kapasitas yang paling layak secara
ekonomi adalah 100.000 tontahun. Kapasitas pabrik, harga bahan baku
minyak dan biodiesel, hasil gliserol dan biodiesel merupakan peubah
yang paling signifikan
You et al. 2008
30.000
Sinambung Homogen basa
Kedele 582
4,04 100.000
Sinambung Homogen basa
Kedele 547
11,67
4 8.000
Sinambung Homogen basa
Minyak goreng bekas
520 1,59
Proses katalis Heterogen Asam merupakan proses yang paling
sederhana, mempunyai biaya produksi paling rendah dan
mempunyai nilai kembali modal yang paling tinggi
West et al. 2008
8.000
Sinambung Homogen Asam
Minyak goreng bekas
476 1,99
8.000
Sinambung Heterogen Asam
Minyak bekas 388
0,63 8.000
Sinambung Tidak ada
a
Minyak bekas 459
2,15
47
5 36.036
Sinambung Homogen basa
Minyak goreng bekas
429 7,42
Penggunaan katalis heterogen merupakan alternative teknologi
masa depan untuk produksi biodiesel tidak hanya karena jumlah
efluen yang lebih rendah dan bersahabat dengan lingkungan, tapi
juga menghasilkan gliserol dengan tingkat kemurnian yang tinggi
sehingga harganya lebih kompetitif.
Marchetti and Errazu
2008 36.036
Sinambung Homogen asam
Minyak goreng bekas
439 7,33
36.036 Sinambung
Heterogen asam Minyak
goreng bekas 425
5,15 36.036
Sinambung Tidak ada
a
Minyak goreng bekas
918 8,44
6 7.260
Curah KOH W
b
Homogen basa Minyak
goreng bekas 598
6,48
Dalam rentang produksi 1.452 tonth – 14.520 tonth, proses Curah
CaO W proses yang paling murah biaya produksinya
Sakai et al. 2009
7.260 Curah
KOH D
c
Homogen basa Minyak
goreng bekas 641
7,99 7.260
Curah CaO
W
b
Heterogen basa Minyak
goreng bekas 584
6,76 7.260
Curah CaO D
c
Heterogen basa Minyak
goreng bekas 622
8,30 7
8.000 Sinambung ,
300 C, tekanan 350
bar, 30 menit Tidak ada
a
Rapeseed 2,16
Biaya modal total proses superkritis 1.5 1.6 kali lebih tinggi dari metode
konvensional menggunakan katalis homogen alkali.
Lim et al. 2009
8.000 Sinambung,
350 C, tekanan 430
bar, 4 menit Tidak ada
a
Rapeseed 2,01
8.000 Sinambung,
310 C, tekanan 350
bar, 25 menit Tidak ada
a
Rapeseed 2,10
Keterangan:
a
metode alkohol superkritis;
b
metode metode pemurnian biodiesel dengan pencucian;
c
metode pemurnian biodiesel dengan distilasi
48
2.7 Analisis Penilaian Daur Hidup LCA dan Aplikasinya dalam Pengembangan Proses
Setiap produk
mempunyai “daur
hidup life”,
mulai dari
perancanganpengembangan produk, diikuti oleh ekstraksi sumberdaya, proses produksi, penggunaankonsumsi, dan akhirnya aktivitas akhir hayatnya
pengumpulan, penyortiran, pemanfaatan kembali, daur ulang, pembuangan limbah. Kesemua aktivitas atau proses ini akan menghasilkan dampak
lingkungan dikarenakan konsumsi sumberdaya, emisi dari bahan bahan yang digunakan ke lingkungan alam, dan perubahan lingkungan lainnya. Pembangunan
yang berkelanjutan yang baik memerlukan metode dan alat yang membantu menghitung dan membandingkan dampak lingkungan dari barang dan jasa itu ke
masyarakat Rebitzer et al. 2004. Alat pengelolaan lingkungan yang memungkinkan menghitung beban lingkungan dan dampak potensialnya di dalam
seluruh daur hidup produk, proses atau kegiatannya adalah Life Cycle Assessment LCA Azapagic 1999.
LCA merupakan kerangka metodologis untuk memperkirakan dan menilai dampak lingkungan dikaitkan dengan daur hidup suatu produk, seperti perubahan
iklim, penipisan lapisan ozon, penciptaan troposfir ozon, eutrofikasi, asidifikasi, keracunan pada manusia dan ekosistem, penipisan sumberdaya, penggunaan air,
penggunaan lahan, kebisingan dan lain lainnya Rebitzer et al. 2004. Meskipun telah digunakan pada beberapa sektor industri selama sekitar 20
tahun, LCA telah mendapatkan perhatian yang lebih luas dan pengembangan metodologi hanya sejak awal tahun 1990 an ketika relevansinya sebagai sebuah
bantuan manajemen lingkungan di perusahaan dan pengambilan keputusan publik menjadi lebih jelas Azapagic 1999.
Analis LCA pada proses produksi biodiesel sudah dipublikasikan. Diantara variabel sistem LCA yang dikaji, teknologi proses, kapasitas pabrik, jenis
bahan bahan baku minyak, besarnya masukan alkohol, energi dan lokasi pabrik merupakan variabel penting yang mempengaruhi hasil dari analisis LCA.
Bernesson et al. 2004; Kiwjaroun et al. 2009; Ndong et al. 2009; Xunmin et al.
2009; Papong et al. 2009; Gnansounou et al. 2009 .
49
2.7.1 Metodologi Analisis LCA
Ada empat tahap dalam studi LCA: definisi tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori daur hidup Life Cycle Inventory AnalysisLCI, Penilaian
dampak daur hidup Life Cycle Impact AssessmentLCIA, dan penafsiran interpretation Finnveden 2009. Keempat tahap ini berinteraksi dengan semua
fasa lain dalam prosedur LCA, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 13.
Definisi Tujuan dan Ruang Lingkup. Komponen pertama dalam LCA ini
melibatkan definisi yang jelas mengenai tujuan proyek yang terdiri dari pernyataan mengenai alasan alasan untuk melaksanakan studi, aplikasi yang
dimaksud, dan audiens yang dituju ISO 2006a. Definisi ruang lingkup merupakan tempat di mana batas batas sistem studi dijelaskan dan unit
fungsional didefinisikan. Unit fungsional adalah ukuran kuantitatif dari fungsi yang diberikan oleh barang atau jasa.
+
, - .
+ -
+ -, +
, + ,
, +
,
Gambar 13 Hubungan antar fase dalam LCA dan aplikasinya Berdasarkan ISO 14040
Analisis Inventori Daur Hidup LCI. Bagian ini terdiri dari penghitungan berbagai masukanluaran seperti aliran energi, bahan atau kontaminan
keseluruhan sistem Ndong et al. 2009. Masukan sistem terdiri dari aliran yang berkaitan dengan lingkungan dari bahan dan energi yang digunakan selama daur
hidup unit fungsionalnya. Keluaran dari sistem merupakan limbah dan emisi yang
50 dihasilkan dari penggunaan dari sumberdaya ini. LCI merupakan tahapan yang
paling rumit dan memakan banyak waktu. Koleksi data dalam LCI melibatkan interview, survey, dan bentuk lain komunikasi pribadi dan pencarian data proses
yang ada dalam basis data LCI Point 2008.
Penilaian Dampak Daur Hidup LCIA. LCIA bertujuan untuk memahami dan
mengevaluasi besar dan pentingnya dampak lingkungan yang potensial dari sistem yang diteliti ISO 2006a.
Penafsiran. Dalam Interpretasi, hasil dari tahapan sebelumnya dievaluasi dalam
kaitannya dengan tujuan dan ruang lingkup untuk mencapai kesimpulan dan rekomendasi ISO, 2006a.
2.7.2 LCA untuk Perancangan Proses
Satu aplikasi LCA yang baru muncul adalah dalam perancangan proses dan produk. Hal ini telah menghasilkan pengembangan alat LCA baru yang disebut
daur hidup perancangan produk dan proses, Life Cycle ProductProcess Design LCPD Gambar 14 Azapagic 1999.
Gambar 14 Metodologi umum dari kerangka Life Cycle ProductProcess Design Azapagic 1999.
51 LCPD menawarkan potensi bagi inovasi teknologi dalam konsep dan
struktur proses melalui seleksi alternatif bahan dan proses pada keseluruhan daur hidupnya. Pendekatan ini memberikan kerangka kerja potensial yang kuat untuk
perancangan proses dimana secara simultan mengoptimalkan kriteria lingkungan, teknis, ekonomis dan kriteria lainnya. Pendekatan ini memberikan alat
pengambilan keputusan yang kuat yang dapat membantu industri mengidentifikasi pilihan yang berkelanjutan untuk masa depan Azapagic 1999.
2.8 Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar
Penelitian produksi biodiesel dari jarak pagar telah dilakukan secara ekstensif sejak tahun 2000. Fokus penelitian terutama dilakukan untuk
menemukan teknologi proses yang lebih efektif dan efisien untuk memproduksi bahan bakar biodiesel dari minyak jarak pagar. Tingginya harga dan terbatasnya
bahan baku merupakan hambatan utama untuk komersialisasi yang berskala besar. Dengan demikian metode untuk mengurangi biaya produksi biodiesel jarak pagar
harus dikembangkan Nazir 2009b. Gambar 15 menunjukkan batasan sistem proses produksi biodiesel dari jarak pagar yang dapat digunakan sebagai
pendekatan dalam pengembangan proses produksi biodiesel jarak pagar.
Gambar 15 Batasan sistem proses produksi biodiesel
52 Berdasarkan batasan sistem yang ada pada Gambar 15 kita dapat
menghasilkan biodiesel dengan biaya produksi yang lebih rendah dan menghasilkan emisi dan limbah yang lebih sedikit yaitu dengan memperbaiki
kualitas masukan biji jarak pagar, mengurangi jumlah dan biaya masukan, mengefiesienkan proses, meningkatkan luaran biodiesel dan meningkatkan nilai
tambah produk samping serta mengurangi emisilimbah.
3 PE GEMBA GA PROSES PEMBUATA BIODIESEL JARAK PAGAR MELALUI TRA SESTERIFIKASI I
SITU, KATALIS HETEROGE KALSIUM OKSIDA, DETOKSIFIKASI DA UJI TOKSISITAS BU GKIL
JARAK HASIL DETOKSIFIKASI
3.1 Pendahuluan
Menurut Leung 2010, jumlah ALB maksimum yang dapat diterima
dalam sistem yang menggunakan katalis basa adalah dibawah 2,5 . Berdasarkan batasan ini, maka ada dua jenis minyak nabati sebagai bahan baku
biodiesel yaitu minyak dengan ALB rendah 2,5 dan minyak yang memiliki kandungan ALB yang tinggi 2,5. Minyak dengan kandungan ALB yang
rendah dapat diproses menjadi biodiesel secara langsung melalui reaksi transesterifikasi satu tahap menggunakan katalis basa. Sementara itu minyak
dengan ALB yang tinggi perlu perlakuan pendahuluan atau reaksi esterifikasi. Pada minyak jarak pagar yang memiliki kandungan ALB tinggi, ada dua
proses yang dikembangkan. Proses pertama adalah esterifikasi menggunakan katalis heterogen bentonit yang diaktivasi dengan 5,3M HCl Bentonit-HCl
Nazir 2009a dan transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO.
Proses kedua adalah esterifikasi menggunakan katalis homogen H
2
SO
4
Tiwari 2007 dan transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO. Sementara
itu, proses esterifikasi menggunakan katalis homogen H
2
SO
4
dan transesterifikasi menggunakan katalis homogen NaOH Tiwari
2007 digunakan sebagai proses pembanding.
Oleh karena metode pencucian dengan air tidak cocok untuk memurnikan biodiesel yang disintesis menggunakan katalis CaO karena hanya mampu
menghilangkan separuh ion kalsium pada pemurnian biodiesel Huaping 2006, maka pemurnian biodiesel dengan adsorben yang lebih baik menggunakan
bentonit yang diaktifkan dengan asam juga diteliti. Untuk minyak jarak pagar yang mengandung ALB rendah dikembangkan
dua proses. Proses pertama adalah transesterifikasi minyak jarak menggunakan katalis heterogen CaO. Metode transesterifikasi menggunakan katalis heterogen
terbukti lebih unggul dibandingkan dengan metode transesterifikasi homogen