melibatkan operasi mental seperti penalaran.
31
Berpikir bisa terjadi di dalam alam sadar dan bisa juga terjadi di bawah alam sadar. Jika berpikir terjadi di bawah
alam sadar, maka otak tidak mengetahui ia sedang berpikir atau jika ia mengethaui, maka ia tidak akan mengetahui apa yang sedang dipikirkan. Jika
berpikir terjadi di dalam alam sadar, maka otak mengetahui itu adalah berpikir dan apa yang sedang dipikirkan.
Berpikir adalah suatu proses kognitif, suatu aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Berpikir pun perlu dikembangkan agar terbentuk pola pemikiran
yang semakin baik dan membiasakan pemikiran yang logis, realistis dan kompleks. Oleh karenanya, diperlukan suatu keterampilan berpikir untuk
mengembangkannya. Keterampilan adalah kemampuan untuk menggunakan akal, pikiran, ide dan kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat
sesuatu menjadi lebih bermakna. Keterampilan tidak hanya meliputi gerakan motorik, melainkan juga fungsi mental yang bersifat kognitif. Keterampilan
berpikir merupakan
keterampilan kognitif
untuk memunculkan
dan mengembangkan gagasan baru, ide baru, sebagai pengembangan dari ide yang
telah ada sebelumnya dan untuk memecahkan masalah. Menurut Nicherson dalam Hilda, jenjang keterampilan berpikir
dikemukakan oleh Bloom untuk domain kognitif seperti tertera pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Kaitan Keterampilan Berpikir dengan Domain Taksonomi Bloom
32
Jenjang Keterampilan Berpikir Domain Kognitif Bloom
sebelum revisi, 1956
Keterampilan Dasar Berpikir - Menggunakan kemampuan berpikir
rendah - Bersifat rutin
- Menghapal informasi yang diterima - Mengurutkan konsep, menerapkan
1. Pengetahuan
Mengingat apa yang dipelajari
2. Memahami
Mengerti informasi yang diterima
3. Aplikasi
31
Trianto, op. cit., h. 95.
32
Hilda Karli, “Model Pembelajaran untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir”, Jurnal pendidikan Penabur, No. 18, tahun ke-11, Juni 2012, h.59.
rumus - Mendeskripsikan, membandingkan,
merangkum, menghubungkan, menerapkan, member contoh
memecahkan masalah Menerapkan
informasi yang
diterima dalam produk atau ilmu pengetahuan
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
- Menggunakan kemampuan berpikir tinggi
- Menginterpretasi, menganalisis, atau memanipulasi informasi
- Mengkritik tentang informasi, ide atau pendapat
- Membuat kesimpulan, membuat perkiraan, mengajukan pemecahan
masalah, mencipta, membuat pilihan, mengungkapkan pendapat, membuat
keputusan dan menghasilkan sesuatu yang baru
4. Analisis
Menguraikan informasi secara detail
5. Sintesis
Menggabungkan informasi-
informasi yang diterima menjadi sebuah kesimpulan
6. Evaluasi
Membuat keputusan dari hasil analisa
dan kriteria
yang ditentukan
Proses berpikir ini bertahap dari pola berpikir tingkat rendah hingga pola berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi berpikir
dasar dan berpikir kompleks. Proses berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang mengandung sekumpulan proses mental dari
yang sederhana menuju kompleks. Sedangkan proses berpikir kompleks yang dikenal sebagai proses berpikir tingkat tinggi dikategorikan dalam 4
kelompok, yaitu pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berpikir kreatif dan berpikir kritis.
33
Keterampilan berpikir yang dikembangkan sebaiknya sudah menjangkau keterampilan berpikir tingkat tinggi atau dikenal dengan istilah Higher Order
33
Ibid., h. 59-60.
Thinking Skills yang ditinjau dari ranah kognitif Taksonomi Bloom berada pada level analisis, sintesis dan evaluasi.
34
Maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir dihubungkan dengan pola perilaku lain dan memerlukan keterlibatan aktif pemikir yakni
kegiatan memanipulasi mental siswa untuk memperoleh pengetahuan dalam mengembangkan keterampilan berpikirnya.
b. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi
Berpikir tingkat tinggi atau lebih dikenal dengan nama Higher Order Thinking Skill merupakan wilayah berpikir dalam tataran menganalisis,
mensintesis dan mengevaluasi dalam stuktur taksonomi bloom.
35
Menurut Presseisen dalam Poppy, 1985, “Higher Order Thinking Skill”
HOTS atau keterampilan berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan
berpikir kreatif.
36
Susan M. Brookkhart mengungkapkan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi dikelompokkan dalam tiga kategori: 1 mendefinisikan
keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam tingkat kognitif analisis, evaluasi, dan kreasi, 2 mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam hal
berpikir kritis, dan 3 mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam hal pemecahan masalah.
37
Menurut Bloom keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan keterampilan yang paling abstrak dalam domain kognitif, yaitu meliputi
analisis, sintesis dan evaluasi.
38
34
Poppy Kamalia Devi, “Pengembangan Soal Higher Order Thinking Skill dalam
Pembelajaran IPA SMPMTs ”, Jurnal Pendidikan, 2009, h.1.
35
Sutrisno, Kreatif Mengembangkan Aktivitas Pembelajaran Berbasis TIK, Jakarta : Referensi, 2011, h.65.
36
Devi, op.cit., h.3.
37
Susan M. Brookhart, How to Assess Higher-order Thinking Skills in Your Classroom, Alexandria: ASCD, 2010, h.3.
38
Tatang Herman, “Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP ”, Jurnal pendidikan, Program Pasca
Srajana Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia, 2007, h. 45.
Keterampilan berpikir
tingkat tinggi
merupakan kemampuan
menghubungkan, memanipulasi, dan mentransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk mencapai tujuan yaitu memperoleh
pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analisis, sintesis, evaluatif dan kemampuan memecahkan masalah pada situasi baru.
39
Berpikir tingkat tinggi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kemampuan pemecahan masalah. Seseorang yang mempunyai keterampilan
berpikir tingkat tinggi tidak hanya mampu memecahkan masalah-masalah non rutin, tetapi juga mampu melihat berbagai alternatif dari pemecahan masalah
itu. Keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan bagian yang sangat penting untuk kesuksesan dalam pemecahan masalah. Begitupun sebaliknya,
seseorang yang terbiasa menyelesaikan masalah-msalah nonrutin memiliki kecakapan dalam tingkat berpikirnya karena kreativitas berpikir diarahkan
untuk menghasilkan pemecahan masalah.
c. Taksonomi Bloom
Domain Kognitif menurut Benjamin S. Bloom Harus diakui bahwa buah
pemikiran tokoh
Benjamin S.
Bloom tentang
domain kognitif
pengetahuanberpikir, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa, dan evaluasi. Seiring dengan perkembangan jaman, kemajuan
pengetahuan dan teknologi, konsep tingkatan berpikir tersebut di atas mengalami perubahan. Adalah Lorin Anderson, seorang murid Bloom
merevisi taksonomi Bloom tahun 1990. Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dalam buku yang berjudul Taxonomy for Learning, Teaching
and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada
kategori dari kata benda menjadi kata kerja. Domain kognitif itu mengalami perubahan, yakni
39
Emi Rofiah, Nonoh Siti Aminah, Elvin Yusliana Ekawati, “Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Pada Siswa SMP”, Jurnal Pendidikan Fisika, Vol. 1,
No. 2, September 2013, ISSN: 2338 – 0691, h. 18.
mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan berkreasi.
Level 1: Remembering mengingat Level ini merujuk pada kemampuan peserta didik untuk mengingat-ingat kembali recall apa yang disampaikan
oleh gurunya. Peserta didik bisa menyampaikan informasipengetahuan sederhana secara verbal atau tulisan. Misalnya, tentang tanggal lahir suatu
tokoh, nama-nama ilmuwan, nama-nama presiden, nama tempat, menghafal puisi, dll. Jadi sifatnya ingatan semata, tanpa ada intepretasi atau manipulasi
dari peserta didik sebab apa yang dingat dan disampaikan adalah data dan fakta belaka.
Level 2: Understanding memahami Level ini merujuk pada kemampuan peserta didik untuk memahami, menjabarkan, atau menegaskan informasi
yang masuk seperti menafsirkan dengan bahasa sendiri memberi contoh, menjelaskan idea atau konsep, membuat summary dan melakukan intepretasi
sederhana terhadap datainformasi. Understanding melampui kemampuan menghafal pada level 1. Peserta didik mampu menerjemahkan materi bentuk-
bentuk baru, menjelaskan dan meringkas bahan, atau memperkirakan kecendrungan masa depan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menafsirkan
informasi yang diberikan, menerjemahkan informasi dari satu media ke yang lain, atau secara sederhana memberikan penjelasan sesuatu dengan kata-kata
mereka sendiri. Level 3: Applying menerapkan Aplikasi memerlukan informasi yang
dipelajari untuk digunakan dalam mencapai solusi atau menyelesaikan tugas. Contoh, peserta didik menerapkan aturan tata bahasa ketika menulis makalah,
atau mereka menerapkan teorema geometris ketika memecahkan masalah geometri. Untuk dikategorikan sebagai kegiatan mengaplikasikan, masalah
harus unik. Dalam level ini, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar dengan
melaksanakan, menggunakan,
menjalankan, melakukan,
mempraktikan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi, dsb.
Level 4: Analysis menganalisis. Level ini merujuk pada kemampuan anak didik dalam menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun
ulang, mengubah
struktur, mengkerangkakan,
menyusun outline,
mengintegrasikan, membedakan,
menyamakan, mengintegrasikan,
mengelompokkan, menjelaskan cara kerja sesuatu, menganalisis hubungan antara bagian-bagian, mengenali motif atau struktur organisasi, dsb. Seorang
guru sains misalnya, mungkin bertanya bagaimana sistem peredaran darah manusia bekerja. Seorang guru kelas dua SMP mungkin meminta gagasan
tentang cara menggunakan sebuah kata dalam sebuah kalimat. Sedangkan seorang guru ilmu pengetahuan sosial mungkin meminta peserta didik untuk
menjelaskan sikap yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Level 5: Evaluating mengevaluasi Level ini merujuk pada kemampuan
peserta didik memberikan justifikasi terhadap sesuatu yang dievaluasi. Ini berarti, peserta didik dengan sendirinya memiliki berbagai bahan
pertimbangan yang diperlukan untuk memberi nilai. Evaluasi dapat dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan atas kriteria internal atau
eksternal. Selain itu, peserta didik mampu menyusun hipotesis,mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan, dsb. Contoh,
peserta didik bisa diminta menentukan sumber energi terbaik bagi Indonesia. Intinya, peserta didik diminta memutuskan yang terbaik maupun terburuk;
mengidentifikasi paling tidak atau paling penting yang membutuhkan pemikiran dan penalaran tingkat tinggi.
Level 6. Creating berkreasi Level ini merujuk pada kemampuan peserta didik memadukan berbagai macam informasi dan mengembangkannya
sehingga terjadi sesuatu bentuk yang baru. Selain itu juga ditunjukkan dengan kemampuan dalam merancang, membangun, merencanakan, memproduksi,
menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, mengubah, dsb.
40
40
Yuli Kwartolo, “Multiple Intelligences dan Implementasinya dalam Taksonomi Bloom”,
Jurnal Pendidikan Penabur, No 18, Thn ke-11, Juni 2012, h.71.
Tabel 2.3 Taksonomi Bloom yang telah direvisi Dimensi Pengetahuan
Dimensi Proses Kognitif Pengetahuan Faktual
a. Pengetahuan tentang terminologi b. Pengetahuan tentang bagian detail
dan unsur-unsur
Pengetahuan Konseptual
a. Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori
b. Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi
c. Pengetahuan tentang teori, model dan struktur
Pengetahuan Prosedural a. Pengetahuan tentang keterampilan
khusus yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu dan
pengetahuan logaritma
b. Pengetahuan tentang teknik dan metode
c. Pengetahuan tentang kriteria penggunaan prosedur
Pengetahuan Metakognitif
a. Pengetahuan strategi b. Pengetahuan tentang operasi
kognitif c. Pengetahuan tentang diri sendiri
C1 Mengingat Remember
1.1 mengenali Recognizing 1.2 mengingat Recalling
C2 Memahami Understand
1.1 menafsirkan Interpreting 1.2 memberi contoh Exampliying
1.3 meringkas summarizing 1.4 menarik inferensi Inferring
1.5 membandingkan Comparing 1.6 menjelaskan Explaining
C3 Mengaplikasikan Apply
1.1 menjalankan Executing 1.2 mengimplementasikan
Implementing
C4 Menganalisis Analyze
1.1 menguraikan Differentiating 1.2 mengorganisir Organizing
1.3 menemukan makna
tersirat Attributing
C5 Evaluasi Evaluate
1.1 memerikasa Checking 1.2 mengkritik Critiquing
C6 Membuat Create
1.1 merumuskan Generating 1.2 merencanakan Planning
1.3 memproduksi Producing
d. Indikator Berpikir Tingkat Tinggi
Taksonomi Bloom Bloom, Englehart, Furst, Hill, Krathwohl, 1956 untuk merancang instruksi juga telah banyak digunakan untuk membedakan
keterampilan berpikir tingkat rendah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Gambar 2.2 Tingkatan Taksonomi Bloom Revisi
Anderson dan Krathwohl 2001 merevisi taksonomi ini dengan mengklasifikasikan enam proses kognitif yang dapat dipelajari siswa yaitu 1
mengingat, 2 memahami, 3 mengaplikasikan, 4 menganalisis, 5 mengevaluasi, dan 6 menciptakan. Seperti kerangka asalnya, taksonomi
revisi ini juga memiliki rangkaian proses-proses yang menunjukkan kompleksitas kognitif. Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau
”Higher Order Thinking Skill
” HOTS jika ditinjau dari ranah kognitif pada Taksonomi Bloom, berada pada level C4 menganalisis, C5 mengevaluasi
dan C6 mengkreasi.
41
Berikut adalah indikator pencapaian berpikir tingkat tinggi. 1 Menganalisis C4
a Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya. b Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat
dari sebua skenario yang rumit. c Mengidentifikasimerumuskan pertanyaan
41
Rachel Patricia B. Ramiez dan Mildred S Gabaden, “Aktivitas Kreatif dan Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi Siswa ”, Jurnal Penelitian HOTS Sains Kimia Kelas 3SMA, h.2-3.
2 Mengevaluasi C5 a Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi
dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
b Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian c Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan. 3 Mengkreasi C6
a Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu.
b Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah. c Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi
struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.
42
Keterampilan menganalisis merupakan kemampuan menguraikan suatu material menjadi komponen-komponen atau bagian sehingga
struktur dari material tersebut dapat dipahami.
43
Menilai keterampilan siswa dalam menganalisis, dapat dilihat dari bagaimana mereka
menemukan informasi, memecah informasi menjadi beberapa bagian, dan menggambarkan bagian-bagian dan mencari tahu hubungan dari setiap
informasi yang ditemukan. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan atau masalah yang jawabannya memerlukan berbagai cara penyelesaian.
44
Output dari keterampilan menganalisis ini merepresentasikan berpikir tingkat tinggi karena menuntut pemahaman dari isi maupun struktur dari
material yang dipelajari.
Keterampilan mengevaluasi merupakan kemampuan
mempertimbangkan nilai-nilai dari suatu material untuk keperluan tertentu.
45
Menilai
42
Lewy, dkk, “Pengembangan Soal untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Pokok Bahasan Barisan dan Deret Bilangan di Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius Maria
Palembang”, Jurnal Pendidikan Matematika, vol 3. No. 2, Desember 2009, h. 16.
43
Herman, loc. cit.
44
Brookhart, op. cit., h. 42.
45
Herman, loc. cit.
keterampilan siswa dalam mengevaluasi, dapat dilihat dari bagaimana siswa menilai beberapa tujuan dan beberapa kriteria yang siswa temukan
sendiri kemudian dipilih hasil yang terbaik dari penilaian tersebut.
46
Output dari keterampilan mengevaluasi ini membangun kemampuan siswa dalam memberikan pertimbangan berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan dari suatu material yang telah dipelajari. Keterampilan
mencipta merupakan
kemampuan membangun
komponen-komponen bagian membentuk sesuatu yang baru atau utuh. Menilai keterampilan siswa dalam mencipta, dapat dilihat dari bagaimana
siswa menata kembali hal-hal yang ada untuk membuat sesuatu yang baru, siswa menyajikan beberapa ide dan menghasilkan beberapa solusi, siswa
merencanakan prosedur
untuk mencapai
tujuan tertentu,
atau memproduksi sesuatu yang baru.
47
Output dari keterampilan mencipta ini berfokus pada kreatifitas yang menekankan pada hasil pola struktur yang
baru. Menurut Pohl dalam Lewy, 2010, dalam taksonomi Bloom,
menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi tergolong berpikir tingkat tinggi.
48
Kaitan antara taksonomi Bloom pada jenjang kognitif C4 sampai C6 dengan indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2.4 Kaitan Taksonomi Bloom Jenjang C4 sampai C6 dengan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Taksonomi Bloom Indikator Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi Analisis C4
1. Menguraikan 2. Mengorganisir
3. Membandingkan 4. Menemukan makna tersirat
Menganalisis
1. Menganalisis informasi 2. Mengenali atau membedakan
3. Mengidentifikasi 4. Merumuskan pertanyaan
46
Brookhart, op. cit., h. 53.
47
Ibid., h. 55-56.
48
Lewy, op. cit., h. 15.
Evaluasi C5
1. Memeriksamenilai 2. Mengkritik
3. Memprediksi 4. Menyusun hipotesis
Mengevaluasi
1. Memberikan penilaian 2. Membuat hipotesis
3. Mengkritik 4. Menerima atau menolak
pernyataan
Kreasi C6
1. Merencanakan 2. Memproduksi
3. Merancang 4. Memperkuat
Mengkreasi
1. Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang
2. Merancang penyelesaian masalah
3. Mengorganisasikan
4. Hubungan Penggunaan LKS berbasis Problem Based Instruction
dengan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa
HOTS berdasarkan Taxonomi Bloom, masuk pada tiga level tertinggi yaitu analisis, evaluasi, dan kreasi. Dalam soal-soal pembelajaran IPA keterampilan
analisis, evaluasi, dan kreasi dapat dikembangkan misalnya dengan menyajikan stimulus dalam bentuk data percobaan, grafik, gambar suatu fenomena atau
deskripsi singkat suatu fenomena yang selanjutnya digunakan siswa untuk menjawab soal. Soal-soal untuk pengujian ini dapat dibuat dalam bentuk soal
pilihan ganda maupun uraian. Teknik penulisan soal HOTS secara umum hampir sama dengan teknik
penulisan soal-soal biasa tetapi karena peserta didik diuji pada proses analisis, sintesis atau evaluasi, maka pada soal harus ada komponen yang dapat
dianalisis, dievaluasi atau dikreasi. Komponen ini didalam soal dikenal dengan istilah stimulus. Oleh karenanya LKS berbasis Problem Based Instruction
dapat memberikan stimulus atau rangsangang yang mendorong siswa untuk berpikir dan belajar memecahkan masalah dengan bantuan LKS.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil kajian pustaka berdasarkan penelitian yang relevan denga penelitian yang akan dilaksanakan sebelumnya telah banyak diteliti oleh para peneliti
lainnya, diantaranya adalah sebagai berikut: Sri Sarmini, dalam jurnal yang berjudul Upaya Meningkatkan Aktivitas
Belajar IPA Biologi melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah bagi Siswa Kelas VII F di SMP Negeri 6 Semarang, menjelaskan bahwa
penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA Biologi bagi siswa karena model pembelajaran ini
membuat suasana kelas menjadi lebih mendorong proses berpikir siswa dan mengurangi budaya diam, verbal dalam pembelajaran IPA Biologi.
49
I Wayan Sukra Warpala, dalam jurnal yang berjudul Implementasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam Pengajaran IPA di Sekolah
Dasar dengan Menggunakan LKS Berbasis Masalah, oleh menjelaskan bahwa penerapan LKS ini dalam pembelajaran IPA sesuai dengan teori
perkembangan Vygotsky tentang konsep zona perkembangan terdekat zone of proximal development. Dalam arti bahwa konsep ini dapat digunakan
sebagai piranti psikologi dalam pengajaran. Kelas menjadi lebih aktif, penuh dengan kegiatan atau aktivitas siswa yang menuntut kemandirian dan mampu
melatih lebih dini sikap discovery dan inquiry siswa memupuk kebiasaan bertindak yang didasarkan atas sikap ilmiah. Pendekatan aktivitas pengajaran
seperti ini merupakan tantangan bagi guru untuk terus mengembangkan diri dan mengeksplorasi sumber dan materi ajar yang bervariasi dan relevan,
sehingga lebih awal bisa menumbuh kembangkan sikap ilmiah siswa.
50
I Gusti Agung Nyoman Setiawan, dalam jurnal yang berjudul Penerapan Pengajaran Kontekstual Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Biologi Siswa Kelas X2 SMA Laboratorium Singaraja, menjelaskan bahwa
49
Sri Sarmini, “Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar IPA Biologi Melalui Model
Pembelajaran Berbasis Masalah Bagi Siswa Kelas VII F di SMP Negeri 6 Semarang ”, Jurnal
Penelitian, 2010, h.17.
50
I Wayan Sukra Warpala, “Implementasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam
Pengajaran IPA di Sekolah Dasar dengan Menggunakan LKS Berbasis Masalah ”, Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.3, Th. XXXVI, Juli 2003, h.13.