daerah tangkap di Cilacap dan sekitarnya bagian barat wilayah Jawa Tengah dan dari daerah Pati dan Boyolali mewakili wilayah bagian timur dari Jawa Tengah.
Hasil yang diperoleh UD Indonesia Fauna, dengan prosentase terbesar pada kelas ukuran 1 kg, adalah sesuai kondisi yang diharapkan. Jika perburuan ular
dan pemanfaatan ular jali diutamakan pada kelas ukuran tersebut, maka dapat memberikan kesempatan individu-individu di kelas ukuran dibawahnya untuk
tumbuh dan berkembang biak, sehingga kelimpahan populasinya di alam tetap terjamin.
Hasil tangkapan atau perolehan ular jali yang berbeda proporsi kelas ukuran tersebut, dapat dijadikan suatu asumsi awal dari suatu kondisi struktur populasi
ular jali di masing-masing wilayah penangkapan, akan tetapi akan bias apabila dihubungkan dengan upaya perolehan oleh pemburu yang berusaha mendapatkan
ukuran ular sebesar-besarnya. Berdasarkan presentase hasil ular jali yang diperoleh di tingkat pemburu,
pengumpul sedang dan pengumpul besar di satu jalur distribusi yang bermuara ke pengumpul besar UD Welang sakti–Boyolali diperoleh grafik pada Gambar 7.
Kondisi proporsi yang hampir sama, persentase ular jali yang diterima di tingkat pengumpul sedang dan pengumpul besar, yaitu terbesar pada kelas ukuran 1 kg,
akan tetapi sedikit berbeda pada tingkat pemburu dengan persentase terbesar pada kelas ukuran 0.8 kg. Penangkapan ular dengan ukuran besar adalah terbukti
sebagian besar 56 ular jali yang ditangkap mempunyai kelas ukuran 0.8 kg.
Gambar 7 Perbandingan persentase penerimaan ular jali berdasarkan kelas ukuran di tingkat pemburu–pengumpul besar.
Hal ini dikarenakan adanya dorongan nilai ekonomis harga yang semakin besar dari ukuran kelas yang semakin besar pula. Panenan di kelas ukuran lebih
dari 0.7 kg perlu adanya monitoring terutama berdasarkan jenis kelamin ular jali yang tertangkap. Meskipun semakin besar akan semakin besar nilai ekonomisnya,
pada kelas ukuran tersebut ular jali betina mempunyai tingkat reproduksi yang optimal, sehingga panenan di kelas ukuran tersebut harus tetap menjamin
keberadaaan terutama dari ular jali betina. Seperti disampaikan oleh Aji 2011, bahwa ular jali dengan dengan berat 0.7 merupakan masa produksi telur optimal
12-21 telur sekali masa bertelur. Apabila dilakukan pengumpulan data secara berkelanjutan dalam periode
waktu tertentu, akan diperoleh suatu gambaran dari sebuah kecenderungan kondisi populasi ular jali di suatu lokasi, berdasarkan hasil tangkapan ular tersebut.
5.3.2. Pendugaan Berat Berdasarkan SVL
Berat ular jali akan berkorelasi dengan panjang tubuh ular tersebut, sehingga dari data morfometri ular jali selama pengamatan dapat dibuat suatu model
hubungan berupa regresi untuk menduga berat ular jali dengan adanya informasi dari panjang ular. Berat ular jali sebagai variabel dependenY dan ukuran
panjang PT, SVL dan PE sebagai variabel independenX. Untuk mendapatkan model yang terbebas dari faktor mutikolineritas maka digunakan analisis regresi
berganda metode stepwise. Hasil analisa menunjukkan bahwa peubah yang paling berpengaruh terhadap dan sebagai penentu berat ular jali adalah snout vent lenght
SVL. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Y = - 1.462 + 0.017 SVL
Persamaan regresi di atas memberikan suatu indikasi, bahwa adanya kenaikan nilai panjang SVL sebesar 1 unit, akan meningkatkan ukuran berat ular
jali sebesar 0.017. Berdasarkan hasil perhitungan nilai p p-value = 0.000 dari persamaan regresi untuk peubah paling dominan tersebut menunjukkan bahwa
peubah SVL memberikan pengaruh nyata terhadap berat dari individu ular jali. Tingkat hubungan dari peubah SVL dengan berat ular jali dapat diketahui dari
hasil nilai koefisien determinasi R-square dan koefisien korelasi r, dimana persamaan tersebut mempunyai nilai R-square sebesar 72.7 0.727. Hasil
analisis korelasi Pearson diketahui bahwa peubah yang paling mempengaruhi berat ular jali adalah SVL dengan nilai korelasi Pearson r sebesar 85.3 . Hal
ini menunjukkan semakin besar nilai SVL maka akan semakin meningkatkan berat ular jali. Hasil analisa regresi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Persamaan ini dapat digunakan untuk menduga secara cepat berat ular jali yang ditemukan dengan hanya mengukur SVL-nya, sehingga dapat memudahkan
dalam monitoring maupun dalam kegiatan panenan.
5.4. Karakteristik Habitat
Informasi kondisi spesifik karakteristik habitat sangat penting diketahui dalam pengelolaan satwaliar
. Glandas et al. 2011, menyatakan bahwa pemilihan atau seleksi habitat merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi
kemampuan suatu organisme satwaliar, karena kelangsungan hidup dan reproduksinya secara mendasar terkait dengan sumberdaya yang penting tempat
berlindung, pasangan untuk kawin, lokasi sarang yang bervariasi dalam ruang dan waktu.
Ular jali secara habitat makro sering ditemukan di sawah-sawah dan semak belukar dekat lahan pertanian lainnya, suka berburu mangsa berupa katak dan
tikus sawah van Hoesel 1959. Berdasarkan perilaku ular jali dilakukan pengamatan berbagai karakteristik habitat di lokasi persawahan sebagai habitat
utama ular tersebut.
5.4.1. Peubah-Peubah Karakteristik Habitat Ular Jali
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi habitat mikro ular jali, yaitu faktor biotik kualitas dan kuantitas pakan, predasi, penyakit dll, faktor fisik
suhu, kelembaban, curah hujan dll dan faktor edaphictanah kedalaman, struktur, tekstur, kandungan kimia dll. Bailey 1984. Campbell 2008
menyatakan bahwa seleksi reptil terhadap habitat mikro dapat dipengaruhi oleh sebuah hubungan antara faktor biotik dan abiotik.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup satwaliar yaitu terdiri dari makanan, air, temperatur, kelembaban, tekanan udara dan tempat
berlindung maupun kawin Alikodra 1990
. Oleh karena itu perlu diamati faktor-
faktor mana sajakah yang mempunyai peran penting sehingga mempengaruhi kondisi habitat ular jali. Menurut Reinert 1993, beberapa komponen dalam
habitat-mikro ular digunakan untuk menunjukkan lokasi spesifik dari habitat jenis tersebut atau faktor-faktor yang menunjukkan struktur internal atau pola dari
variasi habitat di dalam suatu komunitas. Pada pengamatan karakteristik ular jali di wilayah Jawa Tengah ini, plot
pengamatan yang diamati khusus pada kondisi lubang sarang ular jali yang secara langsung dijumpai di lapangan. Peubah-peubah yang diamati yaitu: 1
kelembaban lubang sarang, 2 kelembaban tanah, 3 suhu lubang sarang, 4 suhu tanah, 5 pH tanah, 6 ketinggian tempat, 7 jarak dari sumber air, 8
jarak dari pemukiman dan 9 kondisi kelerengan lokasi. Hasil pengamatan terhadap kondisi lubang sarang dengan peubah-peubah
tersebut diatas, selanjutnya dilakukan analisa deskriptif untuk masing-masing peubah tersebut.
5.4.1.1. Kelembaban Lubang Sarang
Kelembaban udara suatu tempat ditentukan oleh perbandingan kandungan uap air aktual dengan kapasitas udara untuk menampung uap air. Kandungan uap
air aktual ditentukan oleh ketersediaan air serta energi radiasi surya untuk menguapkannya. Pada keadaan dimana uap air aktual relatif konstan, peningkatan
suhu udara yang disebabkan peningkatan penerimaan radiasi surya akan menyebabkan peningkatan kemampuan udara untuk menampung uap air,
sehingga mengakibatkan
penurunan kelembaban
udara kelembaban
nisbirelative Rushayati Arief 1997
.
Menurut Cagle 2008; Wishler 2006, pemilihan lokasi habitat mikro oleh ular terkait erat dengan kebutuhan mereka
untuk sistem pengaturan suhu tubuh, karena sebagai satwa echotherm, yang berarti suhu tubuh internal bergantung pada suhu lingkungannya.
Ular jali yang dominan ditemukan di lokasi persawahan yang masih aktif dan sebagian besarnya merupakan sawah dengan irigasi teknis, sehingga
keberadaan lokasi sekitar hampir selalu basah dan atau tergenang air. Demikian juga untuk lubang sarang ular jali yang ditemukan di sekitar persawahan
mempunyai tingkat kelembaban yang rata-rata relatif tinggi yaitu berkisar antara