Uji Chi-Square Analisis Karakteristik Habitat
besar lain dan sekaligus eksportir, secara langsung mendatangi pemburu dan pengumpul kecil yang biasanya menjual ular ke pengumpul sedang. Kondisi ini
terjadi karena adanya penawaran harga yang lebih tinggi dibandingkan harga yang sanggup dibayar oleh pengumpul sedang. Kondisi tersebut merupakan contoh
kasus bagaimana persaingan pasar dalam peredaran ular jali di Jawa Tengah. Oleh karena itu, terdapat beberapa pengumpul antara agen dan besar yang mengalami
penurunan perolehan ular dan jenis reptil lainnya karena terdapat persaingan diantara mereka. Hal tersebut didorong salah satunya faktor harga dan jarak lokasi
antar pengumpul. Auliya 2010 juga menyatakan bahwa beberapa pengumpul besar menyembelih ular sendiri, sedangkan ular yang lainnya disetor ke
pengumpul besar lainnya. Para pengumpul besar melakukan penyembelihan sendiri sejak mengetahui keuntungan yang dapat diperoleh dari hasil sampingan
dagingnya. Tabel 3 Pembagian kuota tangkap dan edar ular jali di Jawa Tengah
No Nama Pengusaha
Alamat Ijin Tangkap
2011 Ijin Tangkap
2012
Ket. Kulit
Hidup Kulit
Hidup
1 UD. Indonesia
Fauna Cilacap
21 500 86
18 000 80
2 UD. Welang Sakti
Boyolali 9 113
12 7 000
10 Eksportir
Daging 3
UD. Naga Jaya Pati
9 113 6
2 000 10
Eksportir Daging
4 UD. Naga Puspa
Pati 6
10 5
UD. Santoso Magelang
6 5 000
Eksportir Kulit
6 UD. Jari Asih
Pati 6
10 7
UD. Snake Centre Kebumen
6 8
UD. Tukiran Cilacap
6 9
UD Reptil Banyumas
6 10
CV. Bumi Makmur Semarang
6 11
PT. Manta Pratama Unggul Perkasa
Semarang 6
Jumlah 39 726
152 32 000
120
Dinamika yang terjadi dalam perdagangan reptil tersebut mempengaruhi perolehanpenerimaan jumlah ular jali di masing-masing pengumpul besar dan
wilayah edartangkap. Hal ini dikarenakan adanya pembagian pembatasan
tangkapan oleh Balai KSDA Jawa Tengah, dengan dasar kuota yang ditetapkan oleh management authority.
Beberapa pengumpul besar, yang merupakan salah satu pelaku peredaranperdagangan di bidang reptil yang terdaftar di KSDA Prop. Jawa
Tengah telah mengajukan ijin tangkap dan eksport di bidang reptil. Pada tahun 2011 terdapat 11 pengusaha yang mendapat ijin tangkap dan 3 tiga diantaranya
juga mendapat ijin eksport, baik berupa kulit maupun daging, sedangkan pada tahun 2012 berkurang menjadi 8 perusahaan yang mendapatkan ijin tangkap.
Selain yang tersebut Tabel 3, terdapat 2dua pengumpul besar yang pernah mendapat ijin tangkap, berakhir pada tahun 2010, yaitu: UD. Sumber Rejeki
Subur Desa Wasonorejo, Desa Gebang, Masaran, Sragen dan UD. Minto rejo Dk. Katukan Desa Gebang Kec. Masaran, Sragen.
Kedua pengumpul besar yang merupakan kakak beradik tersebut hingga saat ini masih melakukan usaha sebagai pengumpul satwa reptil dan juga melakukan
peredaran satwa liar, baik dalam keadaan hidup maupun berupa kulit dan atau daging. Selain pengusaha yang telah atau pernah mendapat ijin tangkap maupun
peredaran satwa liar, terdapat banyak orang yang menjadi pengumpul hasil penangkapan satwa, terutama reptil, yang biasanya secara bebas melakukan
penangkapan di alam dan melakukan kegiatan peredaran satwa, baik dalam satu propinsi maupun lintas wilayah.
Dari 8 delapan pengumpul besar yang mendapat ijin tangkap dan edar reptil di Jawa Tengah, hanya 5 diantaranya yang mempunyai jatah kuota tangkap
untuk ular jali, dengan ijin edar dalam bentuk kulit maupun hidup. Penetapan proporsi jatah tangkap dan edar tersebut, menurut petugas BKSDA Jawa Tengah,
yaitu berdasarkan realisasi pengajuan SAT-DN Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri dan SAT-LN Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa
Liar Luar Negeri oleh para pengusaha pengumpul besar dan eksportir tersebut pada tahun sebelumnya. Hal ini sebenarnya masih kurang, karena ada hal lain
yang seharusnya menjadi pertimbangan penetapan proporsi jatah kuota tangkap masing-masing pengusul ijin, yaitu dalam Keputusan Menteri ut 447Kpts-
II2003, Pasal 32; ayat 1 a dan b, yang intinya perlu pengkajian dan monitoring