disampaikan  Krebs  1978,  bahwa  suhu  berpengaruh  dalam  reproduksi, hasil pengamatan Aji 2011 mendapatkan interval suhu yang sesuai untuk
penetasan ular jali di penangkaran adalah 30
o
C–36
o
C optimal: 32
o
C–34
o
C,  dengan  keberhasilan    80   menetas. Oleh  karena  itu,  akan  sangat bermanfaat apabila dapat diketemukan sarang ular jali di habitat alaminya,
sehingga dapat diukur suhu dan peubah lainnya, yang akan sangat berguna dalam hal pemanfaatan lebih lanjut.
b. Kelembaban.  Faktor  ini  bersama  suhu  merupakan  faktor  pembatas kehidupan makhluk hidup.
c. Sifat fisik dan kimia tanah. Sifat fisik tanah disini dibatasi hanya terhadap jenis  tanah  dan  kondisi  tekstur  tanah,  sedangkan  sifat  kimia  tanah  hanya
dibatasi  pada  pH  tanah.  Menurut  Alikodra  1990,  tanah  mempunyai pengaruh  terhadap  penyebaran  satwaliar.  Tekstur  dan  komposisi  tanah
merupakan  faktor  fisik  yang  penting  dalam  pertumbuhan  vegetasi,  yang kemudian  menentukan  struktur  kehidupan  satwaliar  yang  menempatinya.
Masih  sangat  terbatas  informasi  tentang  pengaruh  satwaliar  terhadap kondisi tekstur tanah. Terkait dengan kondisi pH tanah, kandungan bahan
kimia tanah juga bervariasi, beberapa jenis tanah ada yang bersifat alkalis pH tinggi, yang lainnya asam pH rendah atau netral.
d. Ketinggian tempat. Ular jali adalah jenis ular yang mempunyai kebiasaan tinggal  dalam  liang-liang  tanah  di  sekitar  lokasi  pertanian  dan  belukar  di
perbukitan hingga mencapai ketinggian 800 m dpl Sidik 2006. Jenis ular ini juga dapat ditemukan di ketinggian hingga 1000 m dpl.
e. Jarak  dari  sumber  air  dan  permukiman.  Ular  ini  juga  diketahui  erat berhubungan dengan daerah perairan yang debit airnya berlimpah, seperti
saluran irigasi. Ular Jali sering ditemukan di dataran rendah yang berparit, berarti ular tersebut sedang atau akan melakukan aktifitas mencari mangsa.
Menurut  van  Hoesel  1959,  habitat  jenis  ular  ini  sering  ditemukan di sawah-sawah, tetapi sering juga dijumpai di tempat-tempat teduh diantara
semak  belukar  pada  tepi-tepi  sungai  yang  curam.  Ular  ini  tidak  jarang terlihat  di  permukiman  penduduk,  seperti  pekarangan  atau  kebun.  Oleh
karena  itu  informasi  jarak  ditemukannya  ular  jali  di  habitat  alaminya dengan sumber air dan pemukiman perlu diketahui.
Faktor  ekologi  suatu  satwa  yaitu  adanya  interaksi  dengan  jenis  satwa lainnya,  baik  yang  bersifat  asosiasi  maupun  predasi.  Semua  jenis  ular  adalah
satwa  predator Tweedie  1998.  Ular  jali adalah  jenis  ular  yang  bersifat oportunistik dan dapat mengembara kemana-mana dalam mencari makanan yang
telah  tersedia  di  habitatnya Sidik  2006. Selain  tikus,  jenis  ular  ini  juga memangsa katak dan anak burung van Hoesel 1959, kadal, mamalia kecil.
Berdasarkan pengamatan isi lambung Sidik 2006, diketahui bahwa bahwa kandungan isi perut ular jali mengandung unsur pati 14.7, selulosa 30.85,
lignin  12.43,  serangga  12.76  dan  partikel-partikel  yang  tidak  dapat teridentifikasi  29.26. Kenyataan  ini mendukung dugaan  bahwa  ular jali  lebih
banyak memakan kelompok hewan herbivora dan omnivora hewan pengerat dari pada  hewan  insectivora  hewan  amfibia.  Setelah  dilakukan  pengujian  jumlah
massa  makanan  yang  dikonsumsinya,  ternyata  amfibia  menjadi  sumber  utama makanan baik individu betina maupun jantan.
Menurut  Boeadi  1998,  selama  pengamatan  isi perut  dari  85  ular  jali terdapat  65  ekor,  yang  masih  ditemukan  hewan  mangsa  yang  belum  hancur
tercena  didalam  perutnya.  Dari  65  ekor  tersebut  terdapat  71  mengkonsumsi jenis amphibi katak dan sisanya jenis tikus. Menurut Tweedie 1998, jenis-jenis
yang masuk dalam suku Colubridae besar, memangsa tikus dan katak, oleh karena itu  apabila  banyak  orang memburu  dan  membunuh ular-ular  jenis  ini,  maka  kita
akan  menanggung  akibatnya.  Meningkatnya  populasi  tikus  dapat  membawa penyakit  yang  membahayakan  kesehatan
manusia,  karena  akibat  yang ditimbulkan oleh tikus dapat lebih bahaya dibandingkan oleh ular.
III. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
3.1. Kondisi Umum
Penelitian ular jali ini dilaksanakan di wilayah Jawa Tengah dan merupakan wilayah  kerja  dari Balai Konservasi Sumber  Daya Alam  Provinsi Jawa  Tengah.
Lokasi  penelitian  yang  terutama  berada  di  Kabupaten  Boyolali,  Pati,  Sragen, Cilacap dan Kabupaten Semarang Gambar 1.
Kondisi  umum  dari  provinsi  yang  beribukota  di  Kota  Semarang  ini, berdasarkan  administratif  merupakan  sebuah  propinsi  yang  ditetapkan  dengan
Undang-undang No. 101950 tanggal 4 Juli 1950. Propinsi ini berbatasan dengan Propinsi  Jawa  Barat  di  sebelah  barat, Samudra  Hindia  dan  Daerah  Istimewa
Yogyakarta  di  sebelah  selatan,  Propinsi Jawa  Timur  di  sebelah  timur,  dan  Laut Jawa di sebelah utara. Secara geografis berada pada koordinat antara 5°40’- 8°30’
LS  dan  108°30’  - 111°30’  BT.  Propinsi  Jawa  Tengah  dibagi  ke dalam  beberapa wilayah  administrasi,  meliputi:  29  Kabupaten,  6  Kota,  565  Kecamatan,  764
Kelurahan dan 7 804 Desa.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian di Propinsi Jawa Tengah.
3.2. Kondisi Biofisik
Luas  Wilayah Jawa  Tengah  sebesar  3 254 412 ha atau  sekitar 25.04 dari luas  pulau  Jawa  1.70 luas  Indonesia.  Luas  yang  ada  terdiri  dari  1 juta ha
30.80  lahan  sawah  dan  2.25  juta ha 69.20  bukan  lahan  sawah Anonim 2012. Lahan di Propinsi Jawa Tengah sebagian besar telah dimanfaatkan untuk
kegiatan  pertanian,  industri,  dan  permukiman.  Selain itu,  wilayah  ini  memiliki sumber  daya  pertambangan  dan  kelautan  yang  potensial  untuk  dikembangkan,
yang dewasa ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pembagian  luas  wilayah  berdasarkan  topografi  Propinsi  Jawa  Tengah,
terdiri dari wilayah daratan sebagai berikut: 1. Ketinggian antara 0-100 m dpl yang memanjang di sepanjang pantai seluas
1 736 602 ha 53.3. 2. Ketinggian  antara  100-500  m  dpl  yang  memanjang  pada  bagian  tengah
pulau seluas 891 709 ha 27.4. 3. Ketinggian antara 500-1000 m dpl seluas 478 399 ha 14.7.
4. Ketinggian diatas 1000 m dpl seluas 149 703 ha 4.6. Menurut  tingkat  kemiringan  lahan  di  Jawa  Tengah,  38  lahan  memiliki
kemiringan  0-2,  31  lahan  memiliki  kemiringan  2-15,  19  lahan  memiliki kemiringan 15-40, dan sisanya 12 lahan memiliki kemiringan lebih dari 40.
Menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1969, jenis tanah wilayah Jawa Tengah didominasi oleh tanah latosol, aluvial, dan grumusol, sehingga hamparan
tanah di provinsi ini termasuk tanah yang relatif subur Anonim 2012. Menurut Stasiun Klimatologi Klas 1 Semarang, suhu udara rata-rata di Jawa
Tengah  berkisar  antara  18
o
C  sampai  28
o
C.  Tempat-tempat yang letaknya dekat pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi. Sementara itu, suhu rata-rata
tanah berumput kedalaman 5 Cm, berkisar antara 17
o
C sampai 35
o
C. Rata-rata suhu air berkisar antara 21
o
C sampai 28
o
C. Sedangkan untuk kelembaban udara rata-rata bervariasi,  dari  73    sampai  94  .  Curah  hujan  terbanyak  terdapat  di
Stasiun Meteorologi Pertanian khusus batas Salatiga sebanyak 3 990 mm, dengan hari hujan 195 hari Anonim 2012.
Terkait  dengan  habitat  utama  ular  jali  merupakan  lokasi  persawahan  van Hoesel 1959,  menurut penggunaannya, luas lahan sawah 991 ribu ha 30.45,
luas  bukan  sawah  2.26  juta  ha  69.55 Dishutprovjateng  2010. Luas  lahan sawah  terbesar  berpengairan  teknis  38.26,  selainnya  berpengairan  setengah
teknis,  tadah  hujan  dan  lain-lain.  Dengan  teknik  irigasi  yang  baik,  potensi  lahan sawah  yang  dapat  ditanami  padi  lebih  dari  dua  kali  sebesar  69.56. Berikutnya
lahan kering yang dipakai untuk tegalankebunladanghuma sebesar 34.36 dari total  bukan  lahan  sawah.  prosentase  tersebut  merupakan  yang  terbesar,
dibandingkan  presentase  penggunaan  bukan  lahan  sawah  yang  lain Anonim 2012.
Berdasarkan  SK  Penunjukkan  Menteri  Kehutanan  No  359Menhut-II2009 tahun  2004  luas  kawasan hutan  negara  di  Provinsi  Jawa  Tengah  adalah  647 133
ha 19.88  terhadap  luas  daratan  Jawa  Tengah  dan  luas  kawasan  konservasi perairan sebesar 110 117 hektar. Sementara itu luas hutan rakyat di wilayah Jawa
Tengah seluas 469 195 ha, sehingga jumlah luas kawasan berfungsi hutan secara keseluruhan  di  Jawa  Tengah  adalah  1  226  445  ha  atau  sekitar  37.68  dari  luas
wilayah Jawa Tengah Dishutprovjateng 2010.
3.3. Kondisi Sosial Budaya
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas tahun 2005, jumlah penduduk  Jawa  Tengah  tercatat  sebesar  32  908  850  jiwa  atau  sekitar  15 dari
jumlah  penduduk  Indonesia.  Jika  dibandingkan  dengan  tahun  2004  32  397  431 jiwa terjadi penambahan jumlah penduduk sebesar 511 419 jiwa 1.58. Jumlah
penduduk  perempuan  lebih  besar  daripada  laki-laki,  ditunjukkan  oleh  ratio  jenis kelamin rasio jumlah penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk perempuan
sebesar  98.96.  Penyebaran  penduduk  Jawa  Tengah  belum  merata,  umumnya penduduk  banyak  menumpuk  di  daerah  kota  dibandingkan  kabupaten.  Rata-rata
kepadatan penduduk Jawa Tengah tercatat 1011 jiwa setiap kilometer persegi dan wilayah  terpadat  adalah  kota  Surakarta  dengan  kepadatan  12  ribu  orang  setiap
kilometer persegi BPS Jateng 2006. Jumlah penduduk tahun 2008 sebanyak  32 626  390  jiwa,  jumlah  penduduk  Laki-laki  16  192  295  Jiwa,  jumlah  penduduk
perempuan  16  434 095  Jiwa,  kepadatan  penduduk  1002  jiwa  setiap  kilometer
persegi,  rata-rata  penduduk  per  rumah  tangga  3.9  jiwa Dishutprovjateng  2010. Jumlah  penduduk  ini,  47  diantaranya merupakan  angkatan  kerja.  Mata
pencaharian  paling  banyak  adalah  di  sektor pertanian  42.34,  diikuti  dengan perdagangan 20.9, industri 15.71, dan jasa 10.98.
3.4. Kondisi Spesifik Kabupaten Lokasi Penelitian
Tabel 1  Luas wilayah di beberapa kabupaten lokasi utama penelitian
No Lokasi
Luas Wil.ha
Luas Sawah
Luas Non Sawah
Luas Hutan
1. Kab. Cilacap
213 851 63 092
150 759 49 720.58
2. Kab. Pati
149 120 58 348
90 772 22 703.28
3. Kab. Boyolali
101 507 23 070
78 437 17 493.00
4. Kab. Semarang
94 686 23 316
69 370 12 174.75
5. Kab. Sragen
94 649 40 339
54 310 5 244.40
Sumber: Statistik Dinas Kehutanan Povinsi Jateng 2010
3.4.1. Kabupaten Cilacap
Kabupaten Cilacap merupakan daerah terluas di Jawa Tengah, dengan batas wilayah  sebelah  selatan  Samudra  Indonesia,  sebelah  utara  berbatasan  dengan
Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat,  sebelah  timur  berbatasan  dengan  Kabupaten  Kebumen  dan  sebelah  barat
berbatasan  dengan  Kabupaten  Ciamis  dan  Kota  Banjar  Propinsi  Jawa  Barat. Terletak diantara 108
4-30 - 109
30 30
garis Bujur Timur dan 7 30
- 7 45
20 garis  Lintang  Selatan,  mempunyai  luas  wilayah  225.360,840  Ha,  yang  terbagi
menjadi  24  Kecamatan  269  desa  dan  15  Kelurahan.  Wilayah  tertinggi  adalah Kecamatan  Dayeuhluhur  dengan  ketinggian  198  m  dpl dan  wilayah  terendah
adalah Kecamatan Cilacap Tengah dengan ketinggian 6 m dpl. Jumlah penduduk 1 860 240, terdiri dari laki-laki  941 527 dan  perempuan 918.539.
Luas  sawah  intensifikasi  127.823  ha http:cilacapkab.bps.go.id
, sedangkan  luas Hutan Negara di Kabupaten Cilacap adalah 54 669.80 ha terdiri
dari Hutan Produksi 36 349.10 ha, Hutan Produksi Terbatas 10 601.70 ha, Hutan Lindung 6 386.20 ha dan Suaka Alam 1 332.80 ha. Luas Hutan Rakyat 22 743.08
ha.  Total  luas  hutan di  Kab.  Cilacap  Hutan  Negara  +  Hutan  Rakyat  adalah  77 412.88 Ha. http:www.cilacapkab.go.id.
3.4.2. Kabupaten Pati
Kabupaten  Pati  merupakan  salah  satu  dari  35  daerah  kabupaten    kota  di Jawa Tengah bagian timur, terletak diantara 1100, 50’ - 1110, 15’ bujur timur dan
60,  25’  – 70,00’  lintang  selatan. Kabupaten  Pati  terletak  di  daerah  pantai  utara pulau  jawa  dan  di  bagian  timur  dari  Propinsi  Jawa  Tengah.  Secara  administratif
Kabupaten  Pati  mempunyai  luas  wilayah  150  368  ha  yang  terdiri  dalam  21 kecamatan, 401 desa, 5 kelurahan, 1106 dukuh serta 1474 RW dan 7524 RT. Dari
segi letaknya Kabupaten Pati merupakan daerah yang strategis di bidang ekonomi sosial budaya dan memiliki potensi sumber daya alam serta sumber daya manusia
yang  dapat  dikembangkan  dalam  semua  aspek  kehidupan  masyarakat  seperti pertanian, peternakan, perikanan, perindustrian, pertambangan dan pariwisata.
Sebelah  utara dibatasi  wilayah  Kab.  Jepara  dan  Laut  Jawa.  Sebelah  barat dibatasi  wilayah  Kab.  Kudus  dan  Kab.  Jepara.  Sebelah  selatan dibatasi  wilayah
Kab.  Grobogan  dan  Kab.  Blora.  Sebelah  timur  dibatasi  wilayah  Kab.  Rembang dan Laut Jawa. Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150 368 ha yang terdiri
dari 58 448 ha lahan sawah dan 91 920 ha lahan bukan sawah. Jenis tanah, bagian utara  terdiri  dari  tanah  Red  Yellow,  Latosol,  Aluvial,  Hidromer  dan  Regosol.
Sedangkan bagian selatan terdiri tanah Aluvial, Hidromer, dan Gromosol. Berdasarkan  curah  hujan  wilayah  di  Kabupaten  Pati  terbagi  atas  berbagai
type iklim oldeman antara type D hingga E, dengan rata – rata curah hujan pada tahun  2008  sebanyak  1.002  mm  dengan  51  hari  hujan,  untuk  keadaan  hujan
cukup, sedangkan untuk temperatur terendah 23 C dan tertinggi 39
C. Kabupaten Pati pada tahun 2008 mempunyai luas wilayah sebesar 1 503.68
km2. Dengan jumlah penduduk mencapai 1 256 182 pada akhir tahun 2008, maka Kabupaten Pati secara umum mempunyai kepadatan penduduk 830 jiwa per km2.
Angka tersebut sama dibandingkan pada tahun 2007 sebesar 830 jiwa per km2. http:www.patikab.go.id.
3.4.3. Kabupaten Boyolali
Kabupaten  Boyolali  memiliki  luas  wilayah  lebih  kurang  101  510.0965  ha atau  kurang  4,5  dari  luas  Propinsi  Jawa  Tengah.  Wilayah  Boyolali  terletak