209
menikmati dampak sektor jalan di Sumatera daripada di Jawa-Bali. Dampak injeksi sektor jalan dan jembatan terhadap institusi pada skenario 3 sebagaimana
Gambar 45.
9.5. Analisis Dampak terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga.
Dari hasil analisis dampak simulasi kebijakan berupa peningkatan investasi di sektor jalan dan jembatan, institusi rumahtangga secara total golongan
rumahtangga buruh tani sampai dengan pengusaha golongan atas di kota merupakan penerima dampak terbesar berupa peningkatan pendapatan akibat dari
adanya peningkatan investasi jalan dan jembatan seperti dalam skenario 1 sampai dengan skenario 5. Hasil simulasi untuk investasi tahun 2008, 2009 dan 2010
terdapat pada Lampiran 38 sampai 40.
Hasil simulasi kebijakan tersebut menunjukkan dampak yang berbeda bila ditinjau menurut rincian golongan rumahtangga di Sumatera maupun rincian
golongan rumahtangga di Jawa-Bali. Sumber pendapatan rumahtangga berasal dari pendapatan upah dan gaji sebagai balas jasa faktor produksi tenagakerja yang
dimiliki oleh rumahtangga, bunga dan surplus usaha sebagai pendapatan atas kepemilikan modal serta pendapatan transfer dari institusi lain. Dalam kerangka
Social Accounting Matrix semua balas jasa tenagakerja domestik ditransmisikan
ke pendapatan rumahtangga dan balas jasa bukan tenagakerja modal kapital ditransmisikan ke masing masing pemilik modal kapital yaitu rumahtangga,
perusahaan serta pemerintah. Pada tahun 2008, rumahtangga golongan rendah di desa Sumatera
memperoleh kenaikan pendapatan 199.62 miliar rupiah untuk skenario 1, naik 49.63 milliar rupiah pada skenario 2, naik 249.25 miliar rupiah pada skenario 3
kondisi sebenarnya, naik 575.06 milliar rupiah pada skenario 4 dan naik 76.02
210
miliar rupiah pada skenario 5. Tahun 2009 terdapat kenaikan pendapatan golongan rumahtangga rendah Sumatera sebesar 252.24 miliar rupiah pada
skenario 1, naik 54.85 miliar rupiah skenario 2, naik 307.09 miliar rupiah pada skenario 3, naik 667.15 miliar rupiah pada skenario 4 dan naik 88.19 miliar rupiah
pada skenario 5. Untuk tahun 2010, kenaikan pendapatan rumahtangga golongan rendah sumatera naik 236.32 miliar rupiah pada skenario 1, naik 57.67 miliar
rupiah pada skenario 2, naik 293.98 miliar rupiah skenario 3, naik 672.56 miliar rupiah skenario 4, naik 88.90 miliar rupiah skenario 5. Kenaikan terbesar pada
rumahtangga golongan rendah di desa menunjukkan bahwa prasarana jalan di Sumatera mendukung peningkatan pendapatan rakyat kecil yaitu rumahtangga
golongan rendah di desa. Berdasarkan skenario 1 sampai skenario 5 yang disimulasikan, kebijakan skenario 4 dengan keberpihakan anggaran biaya
prasarana jalan kepada pulau Sumatera memberikan dampak terbesar terhadap pendapatan rumahtangga golongan rendah di desa dibandingkan dengan golongan
rumahtangga lain di Sumatera. Rumahtangga golongan rendah di desa meliputi rumahtangga dengan kepala rumahtangga bekerja sebagai buruh kasar termasuk
kuli bangunan atau pekerja konstruksi jalan dan jembatan di pedesaan. Hasil simulasi dengan skenario 1 sampai 5 terhadap pendapatan golongan
rumahtangga di Sumatera tahun 2008 sampai tahun 2010 menunjukkan prasarana jalan memberikan dampak terbaik pada golongan rumahtangga berpenghasilan
rendah, yaitu rumahtangga golongan rendah di desa yang menerima dampak kenaikan pendapatan tertinggi disusul rumahtangga golongan rendah di kota dan
sedikit dibawahnya menyusul rumahtangga golongan atas di desa. Guncangan output prasarana jalan tidak memberikan kontribusi berarti terhadap kenaikan
pendapatan rumahtangga buruh tani dan rumahtangga pengusaha tani. Bahkan
211
rumahtangga golongan atas di kota mendapat peningkatan pendapatan lebih besar daripada buruh tani. Tingkat kenaikan pendapatan golongan rumahtangga di
Sumatera juga dapat dilihat dari nilai multiplier pendapatan rumahtangga golongan rendah di desa adalah yang tertinggi berkisar 7.7, disusul rumahtangga
golongan rendah di kota dengan nilai multiplier pendapatan 5.0 Lampiran 41. Analisis kenaikan pendapatan rumahtangga di Jawa-Bali tahun 2008 sampai
tahun 2010 menunjukkan bahwa pada setiap skenario yang dilakukan skenario 1 sampai skenario 5 berdampak terbesar terhadap pendapatan rumahtangga
golongan rendah di kota dibandingkan dengan golongan rumahtangga lainnya Lampiran 38 sampai 40,disusul kemudian rumahtangga pengusaha golongan
atas di kota dan selanjutnya rumahtangga pengusaha tani. Sama halnya seperti di Sumatera, rumahtangga buruh tani di Jawa-Bali menerima kenaikan pendapatan
paling kecil dari seluruh rumahtangga. Pada tahun 2008, akibat adanya simulasi kebijakan berupa peningkatan
investasi jalan dan jembatan untuk skenario 1 berdampak pada peningkatan pendapatan golongan rendah di kota yaitu sebesar 124.24 miliar rupiah,
peningkatan pendapatan akibat skenario 2 sebesar 468.90 miliar rupiah, peningkatan pendapatan akibat skenario 3 sebesar 734.89 miliar rupiah dan
peningkatan pendapatan akibat skenario 4 sebesar 357.90 miliar rupiah serta skenario 5 sebesar 935.34 miliar rupiah. Demikian pula untuk simulasi tahun 2009
dan tahun 2010 menunjukkan kenaikan tertinggi yang diperoleh golongan rumahtangga rendah di kota.
Setiap skenario peningkatan investasi prasarana jalan yang dilakukan di Jawa-Bali untuk setiap nilai investasi jalan dan jembatan tahun 2008 sampai tahun
2010, maka investasi jalan dan jembatan akan memberikan dampak pendapatan
212
terbesar untuk golongan rendah di kota jika investasi dilakukan dengan keberpihakan anggaran ke Jawa-Bali seperti skenario 5. Pendapatan golongan
rendah di kota meningkat akibat simulasi skenario 5 yaitu sebesar 935.34 miliar rupiah tahun 2008, sebesar 1 085.12 miiar rupiah tahun 2009 dan sebesar 1 093.91
miliar tahun 2010. Sementara, golongan rumahtangga selain golongan rumahtangga rendah di kota memperoleh dampak pendapatan lebih rendah
Lampiran 38 sampai 40. Berdasarkan analisis pendapatan dengan skenario 3 yang sebenarnya terjadi,
untuk Sumatera rumahtangga pengusaha golongan rendah didesa memperoleh benefit yang paling besar yaitu 28.72 persen dari keseluruhan rumahtangga
Sumatera disusul rumahtangga golongan rendah di kota 18.96 persen, sementara di Jawa-Bali rumahtangga pengusaha golongan rendah di kota yang paling
menikmati dampak prasarana jalan 28.76 persen dari keseluruhan rumahtangga di Jawa-Bali, disusul rumahtangga golongan atas di kota 22.1 persen dan sedikit
dibawahnya rumahtangga pengusaha tani 20.94 persen Gambar 46.
Sumber: IRSAMJASUM 2007 diolah Gambar 46. Persentase Dampak Skenario 3 Aktual terhadap Rumahtangga
Tahun 2010
3.72 16.34
28.72 18.59
18.96 13.66
6.07 29.94
14.15 7.98
28.76 22.1
5 10
15 20
25 30
35
RT Buruh Tani
RT Pengusaha
Tani RT Rendah
Desa RT Atas
Desa RT Rendah
Kota RT Atas
Kota Sumatera
Jaw a-Bali
213
Berdasarkan analisis pada Bab V, pendapatan rumahtangga terbesar di kedua pulau Sumatera dan Jawa-Bali adalah rumahtangga pengusaha golongan
atas di kota dan selanjutnya rumahtangga pengusaha golongan atas di desa. Dari analisis simulasi diperoleh dampak shock sektor konstruksi jalan dan jembatan
dengan skenario 3 kondisi aktual terhadap pendapatan rumahtangga di Sumatera didominasi oleh rumahtangga pengusaha golongan rendah di desa dan untuk
Jawa-Bali didominasi oleh rumahtangga pengusaha golongan rendah di kota. Hal ini selaras dengan hasil analisis bahwa dampak sektoral investasi sektor jalan dan
jembatan paling banyak dinikmati oleh sektor jasa dan kemudian industri. Analisis distribusi pendapatan rumahtangga dilakukan dengan multiplier
pendapatan.Indek multiplier pendapatan skenario 1 sama dengan skenario 4 yaitu konsep alokasi biaya prasarana jalan berpihak ke Sumatera, sementara skenario 2
dan skenario 5 indek multipliernya sama karena keberpihakan anggaran ke Jawa- Bali Lampiran 41. Secara umum besaran indek multiplier pendapatan
rumahtangga tertentu dengan skenario berbeda relatifsamadi Jawa-Bali, sementara di Sumatera cukup besar perbedaannya.
Berdasarkan rasio multiplier pendapatan Lampiran 41 dengan skenario 1 sampai 5 di Sumatera dan Jawa-Bali menunjukkan distribusi kenaikan pendapatan
rumahtangga adalah divergen, namun distribusi kenaikan pendapatan golongan rumahtangga di Jawa-Bali lebih baik daripada di Sumatera, disebabkan dampak
prasarana jalan terhadap kenaikan pendapatan rumahtangga relatif lebih merata di Jawa-Bali dibandingkan Sumatera.Hasil ini berbeda dengan penelitian Alim
2006 yaitu dampak injeksi pada sektor-sektor produksi menunjukkan bahwa distribusi kenaikan pendapatan di Sumatera lebih merata dibandingkan Jawa-
Bali.Pendekatan secara parsial rumahtangga di Jawa-Bali berdasarkan basis rasio
214
tekecil menunjukkan distribusi peningkatan pendapatan rumahtangga buruh tani dan rumahtangga pengusaha golongan atas di desa cenderung convergen
sementara golongan rumahtangga yang lainnya cenderung divergen. Berdasarkan analisis multiplier pendapatan, guncangan output prasarana
jalan baik di Sumatera atau Jawa-Bali atau kedua wilayah secara bersamaan menyebabkan kesenjangan ekonomi antarrumahtangga di Sumatera melebar
mengingat divergensi yang terjadi, peningkatan pendapatan rumahtangga buruh tani sangat kecil dibandingkan rumahtangga golongan rendah didesa multiplier
berkisar 7 dan rumahtangga golongan rendah di kota multiplier berkisar 5. Kondisi ini mengandung makna bahwa prasarana jalan di Sumatera kurang
mendukung pemerataan peningkatan pendapatan rumahtangga. Rumahtangga di Jawa-Bali secara umum divergen, namun tidak se-ekstrim Sumatera. Kondisi ini
mengartikan bahwa prasarana jalan di Jawa-Bali lebih mendukung pemerataan antar rumahtangga di Jawa-Bali intra-regional dibandingkan Sumatera.
9.6. Dampak Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi