Multiplier Output Intra-regional Analisis Multiplier Output

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

7.1. Analisis Multiplier Output

Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer maupun input antara yang berasal dari sektor produksi lainnya. Kenaikan output suatu sektor produksi akan mendorong peningkatan permintaan faktor produksi yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan sektor produksi lainnya. Peningkatan permintaan faktor produksi akan mengakibatkan kenaikan balas jasa faktor produksi yang dimiliki oleh institusi. Keseluruhan proses kegiatan produksi ini dapat terlihat pada Social Accounting Matrix Inter-regional Jawa-Bali Sumatera IRSAMJASUM melalui nilai koefisien multiplier yang menggambarkan perubahan output yang terjadi pada suatu sektor bila terjadi shock guncangan output pada sektor tertentu. Analisis accounting multiplier effect digunakan untuk menganalisis dampak perubahan variabel eksogen terhadap variabel endogen seperti output sektor produksi, institusi dan faktorial. Perubahan variabel eksogen tersebut membuat output sektor yang diguncang meningkat pertama sekali sebesar nilai guncangan yang diberikan, kemudian menjalar sebagai dampak ke sektor atau wilayah lain. Pada dasarnya, koefisien multiplier merupakan penjumlahan dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung merupakan dampak yang langsung diterima sektor produksi tertentu sebesar nilai injeksi yang diberikan kepadanya .

7.1.1. Multiplier Output Intra-regional

Pada Lampiran 17, koefisien pengganda multiplier output bruto intra- regional terbesar di Sumatera adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai 2.698. Ini mengandung makna bahwa shock sebesar 1 unit 153 moneter pada sektor tersebut di Sumatera, menyebabkan output sektor itu meningkat 2.698 unit moneter yang terdiri dari efek langsung sebesar 1 unit moneter sama besarnya dengan nilai guncangan awal dan 1.698 unit moneter sebagai dampak tidak langsung. Kondisi ini mengandung pengertian bahwa output sektor ini sebesar 1 unit moneter mendorong sektor tersebut meningkatkan permintaan input, baik input primer maupun input antara yang berasal dari sektor lain. Guna memenuhi kebutuhan input antara tersebut, sektor-sektor lain meningkatkan produksinya yang berarti meningkatkan kebutuhan faktor produksi. Pada sisi lain, peningkatan permintaan input meningkatkan pendapatan institusi sebagai pemilik faktor produksi. Meningkatnya pendapatan institusi menyebabkan institusi lebih komsumtif sehingga mendorong peningkatan output sektor-sektor lain, begitu seterusnya terjadi secara berulang hingga tidak terjadi lagi efek guncangan tersebut. Dampak pengganda multiplier effect pada SAM menggambarkan peningkatan output suatu wilayah dan distribusi pendapatan, baik distribusi pendapatan faktorial maupun pendapatan institusi. Nilai tambah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Sumatera sebesar 1.161 ternyata bukan yang terbaik. Makna dari nilai ini adalah guncangan output pada sektor tersebut, menghasilkan nilai tambah sebesar 1.161 yang terdistribusikan melalui tenagakerja sebesar 0.557 dan modal kapital sebesar 0.604. Bila ditinjau dari sisi koefisien multiplier nilai tambah, ternyata sektor industri makanan, minuman, dan tembakau bersifat padat modal, yang tercermin dari nilai koefisien multiplier bukan tenagakerja modal sebesar 0.604 lebih besar dibandingkan nilai tenagakerja 0.557. Sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera memiliki koefisien pengganda output bruto sebesar 2.298 Gambar 29, merupakan yang terbesar 154 keempat setelah sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor listrik, gas dan air minum, dan sektor industri kayu dan barang dari kayu, Nilai ini menunjukkan bahwa sektor konstruksi jalan dan jembatan memiliki kontribusi cukup signifikan dalam output bruto di Sumatera. Sumber: IRSAMJASUM 2007 diolah Gambar 29. Multiplier Output dan Nilai Tambah di Sumatera Tahun 2007 Nilai tambah sektor jalan dan jembatan sebesar 1.055 bersifat padat modal yang ditunjukkan dari nilai koefisien multiplier bukan tenagakerja 0.618 jauh lebih besar dari koefisien multiplier tenagakerja sebesar 0.437. Bila dibandingkan kedua sektor yang merupakan agregasi sektor konstruksi, ternyata konstruksi jalan dan jembatan, dan konstruksi non jalan dan jembatan memiliki nilai multiplier berimbang, baik multiplier output bruto maupun nilai tambah pendapatan. Sama halnya dengan pulau Sumatera, sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Jawa-Bali memiliki koefisien pengganda output bruto terbesar yakni sebesar 3.100 Lampiran 18. Bila diamati dari koefisien nilai tambah, ternyata sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Jawa-Bali bersifat padat karya. Hal tersebut tercermin dari nilai koefisien pengganda tenagakerja 0.892 lebih besar dibandingkan nilai bukan tenagakerja modal 0.821. 2.698 1 0.698 1 1.055 0.437 0.618 0.604 0.557 1.161 0.298 2.298 0.5 1 1.5 2 2.5 3 Output Bruto Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung Nilai Tambah Tenaga Kerja Bukan tenaga kerja Industri Maakanan, minuman dan Tambaktertinggi Konstruksi Jalan dan Jembatan 155 Koefisien multiplier sektor peternakan dan perikanan juga cukup tinggi 3.014 dengan nilai tambah sebesar 1.477 di Jawa-Bali. Untuk Jawa-Bali, sektor yang tidak membutuhkan keahlian khusus umumnya bersifat padatkarya, berbeda dengan sektor yang berciri spesialisasi seperti sektor industri kimia pupuk, hasil dari tanah liat dan semen, dan sektor listrik, gas dan air minum, serta sektor bank dan asuransi, besaran multiplier bukan tenagakerja modal jauh lebih besar daripada tenagakerja. Sementara itu, shock pada setiap sektor di pulau Jawa-Bali terhadap perekonomiannya intra-regional memberikan dampak ekonomi yang lebih besar dibandingkan shock di setiap sektor di wilayah Sumatera. Hal ini dapat diketahui dari besaran nilai multiplier setiap sektor untuk output bruto di wilayah Jawa-Bali lebih besar dari nilai koefisien pengganda di wilayah Sumatera. Sumber: IRSAMJASUM 2007 diolah Gambar 30. Multiplier Output dan Nilai Tambah di Jawa-Bali Tahun 2007 Sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali memiliki koefisien pengganda output bruto sebesar 2.748 Gambar 30, lebih kecil dari koefisien pengganda output bruto konstruksi non jalan dan jembatan sebesar 2.826 yang 3.1 1 2.1 1.313 0.621 2.748 1 0.692 1.323 0.645 1.748 0.678 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Output Bruto Dampak Langsung Dampak T idak Langsung Nilai T ambah T enaga Kerja Bukan tenaga kerja Industri Maakanan, minuman dan T ambaktertinggi Konstruksi Jalan dan Jembatan 156 berarti dampak yang ditimbulkannya lebih kecil. Nilai tambah sektor jalan dan jembatan sebesar 1.323 bersifat padatkarya dan padatmodal yang seimbang, ditunjukkan dari nilai koefisien multiplier tenagakerja 0.645 hampir sama dengan koefisien multiplier bukan tenagakerja modal sebesar 0.678. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat pulau Jawa-Bali memiliki penduduk yang melimpah sehingga tenagakerja dapat terserap dengan banyak, namun juga memiliki kapital yang besar. Hal ini dapat dibandingkan dengan pulau Sumatera yang lebih bersifat padatmodal.

7.1.2. Multiplier Output Inter-regional