184
kemudian diberikan hanya kepada sektor jalan dan jembatan di Jawa-Bali sebesar 3 278.709 miliar rupiah tahun 2008, sebesar 3 803.766 miliar rupiah tahun 2009
dan sebesar 3 834.571 miliar rupiah pada tahun 2010. Kelima skenario tersebut dimaksudkan untuk memotret dampak jalan terhadap output dan pendapatan.
9.1. Skenario Kebijakan terhadap Output Sektoral
Hasil simulasi skenario 1 dengan kenaikan sektor jalan dan jembatan pada tahun 2008 terhadap tahun 2007 disajikan pada Lampiran 32 dan 33. Kenaikan
investasi pada tahun 2009 terhadap tahun 2007 dapat dilihat pada Lampiran 34 dan 35, serta tambahan investasi pada tahun 2010 terhadap tahun 2007 dapat
dilihat pada Lampiran 36 dan 37. Simulasi dengan skenario 1 menunjukkan bahwa total output perekonomian
Sumatera intra-regional meningkat sebesar 2 .
539.51 miliar rupiah tahun 2008 Lampiran 32, sebesar 3
. 304.80 miliar rupiah pada tahun 2009 Lampiran 34 dan
sebesar 3 .
096.21 miliar rupiah pada tahun 2010 Lampiran 36. Skenario 1 di Sumatera pada tahun 2008, berdampak terutama tertinggi
kepada kenaikan output sektor konstruksi jalan dan jembatan yang memperoleh injeksi shock secara langsung, berkisar 43.7 persen yaitu naik sebesar 1
. 142.99
miliarrupiah dari total output Sumatera untuk tahun 2008 Lampiran 32, naik sebesar 1
. 444.28 miliar rupiah tahun 2009 Lampiran 34 dan tahun 2010 naik
sebesar 1 .
353.12 miliar rupiah Lampiran 36. Kenaikan output tertinggi selanjutnya untuk tahun 2008 sampai 2010 adalah sektor perdagangan, restoran
dan hotel, sektor industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat dan semen serta sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya.
Apabila ditinjau dalam kelompok sektor intra-regional, pada sektor primerdengan skenario 1 dari tahun 2008 sampai 2010 di Sumatera, output
185
tertinggi pada tahun 2008 terjadi pada sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya disusul sektor pertambangan dan penggalian lainnya, dan sedikit
dibawahnya sektor peternakan dan perikanan, sedang untuk tahun 2009 dan 2010, output tertinggi diperoleh sektor pertambangan dan penggalian lainnya, lalu sektor
pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya dan menyusul sektor peternakan dan perikanan. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor primer di
Sumatera adalah 238.1 miliar tahun 2008, sebesar 346.98 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 325 miliar rupiah tahun 2010.
Berdasarkan skenario 1 pada kelompok sektor industri tahun 2008 sampai 2010 di Sumatera, sektor industri kimia pupuk, hasil dari tanah liat dan semen
memperoleh peningkatan output terbesar yaitu 200.78 miliar rupiah pada tahun 2008, disusul sektor industri kertas, percetakan dengan peningkatan output 159.92
miliar. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor industri di Sumatera adalah 558.21 miliar tahun 2008, sebesar 707.36 miliar rupiah tahun
2009, dan 660.83 miliar rupiah tahun 2010. Pada kelompok sektor jasa dengan skenario 1, peningkatan output terbesar
setelah sektor jalan dan jembatan adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel meningkat outputnya sebesar 238.22 miliar rupiah tahun 2008, menyusul sektor
transportasi dan komunikasi meningkat 149.65 miliar rupiah. Total peningkatan output kelompok sektor jasa di Sumatera adalah 1
743.2 miliar tahun 2008, sebesar 2
. 252.46 miliar rupiah tahun 2009 dan 2
. 110.2 miliar rupiah tahun 2010.
Berdasarkan analisis kelompok sektor di pulau Sumatera untuk skenario 1 intra-regional
, peningkatan output terbesar adalah sektor industri pengolahan, disusul sektor jasa dan terakhir sektor primer atau berpola I-J-P. Data ini
menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan berpotensi kuat untuk mengubah
186
Sumatera sebagai daerah berbasis pertanian menuju industri, namun berdasarkan agregat, salah satu komponen sektor jasa yakni sektor perdagangan, restoran dan
hotel memperoleh peningkatan terbesar dari guncangan output prasaran jalan. Investasi infrastruktur jalan dan jembatan hanya di Sumatera skenario 1
juga berdampak kepada perekonomian di Jawa-Bali sebagai spill-over limpahan, namun lebih kecil dibandingkan dampaknya terhadap pulau Sumatera, yaitu total
perekonomian meningkat masing-masing sebesar 1 .
172.73 miliar rupiah tahun 2008 Lampiran 33, sebesar 1481.87 miliar rupiah Lampiran 35 pada tahun
2009 dan naik sebesar 1 .
388.34 miliar rupiah pada tahun 2010 Lampiran 37. Dampak peningkatan output skenario 1 di Jawa-Bali inter-regional tahun
2008 sampai tahun 2010 secara agregat terutama pada kenaikan output sektor perdagangan, restoran dan hotel, lalu diikuti sektor industri makanan, minuman
dan tembakau, sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya, serta sektor bank dan asuransi. Peningkatan output terbesar
tahun 2009 dan tahun 2010 juga diperoleh sektor perdagangan, restoran dan hotel. Gambaran ini menunjukkan sektor perdagangan, restoran dan hotel sangat terkait
dan terpengaruh dengan pembangunan sektor jalan dan jembatan, dan cukup berperan dalam perekonomian di Jawa-Bali. Hasil ini selaras dengan teori
demand-supply , semakin baik infrastruktur jalan, maka road user meningkat dan
selanjutnya membutuhkan tempat istirahat dan makan selama perjalanan demand
. Restoran dan hotel dengan sendirinya tumbuh dan berkembang cepat untuk menyediakan kebutuhan tersebut supply.
Berdasarkan kelompok sektor, dampak kenaikan output sektoral di Jawa- Bali inter-regional pada sektor primer akibat skenario 1 tahun 2008 sampai
tahun 2010 tidak sebesar kenaikan yang dialami oleh sektor jasa maupun industri.
187
Peningkatan output terbesar di sektor primer tahun 2008 adalah sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya disusul sektor sektor peternakan dan
penggalian. Peningkatan sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya sebesar 67.06 miliar rupiah di Jawa-Bali pada tahun 2008, sebesar 84.74 miliar
rupiah di Jawa-Bali pada tahun 2009, dan pada tahun 2010 meningkat sebesar 79.39 miliar rupiah di Jawa-Bali.Untuk kelompok sektor industri pengolahan
kenaikan output terbesar tahun 2008 adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau mengalami kenaikan output sebesar 188.51 miliar rupiah, disusul
sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan yang naik sebesar 173.63 miliar rupiah. Dampak peningkatan output pada sektor jasa tahun 2008 paling tinggi
adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel naik 215.74 miliar serta sektor bank dan asuransi naik 130.43 miliar rupiah. Dengan demikian maka dampak skenario
1 di Jawa-Bali lebih dominan menaikkan output sektor jasa serta sektor industri pengolahan dibandingkan menaikkan output sektor primer atau berpola J-I-P.
Skenario 2 dengan shock hanya di pulau Jawa-Bali menunjukkan total output perekonomian di Jawa-Bali meningkat sebesar 5 883.10 miliar rupiah pada
tahun 2008 Lampiran 33, sebesar 6 501.59 miliar rupiah tahun 2009 Lampiran 35 dan sebesar 6 835.74 miliar rupiah tahun 2010 Lampiran 37. Peningkatan
output tertinggi secara agregat terjadi pada sektor konstruksi jalan dan jembatan yang menerima injeksi shock secara langsung berkisar 36.5 persen yaitu naik
sebesar 2 148.63 miliar rupiah tahun 2008, lalu meningkat 2 374.51 miliar rupiah tahun 2009 dan pada tahun 2010 meningkat 2 495.55 miliar rupiah. Peningkatan
output tertinggi selanjutnya adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel, lalu sektor industri makanan, minuman dan tembakau, serta sektor sektor industri
kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya.
188
Apabila ditinjau dalam kelompok sektor primer, skenario 2 tahun 2008 sampai 2010 di Jawa-Bali, output tertinggi pada sektor pertanian tanaman pangan
dan tanaman lainnya disusul sektor peternakan dan perikanan, dan jauh dibawahnya sektor pertambangan dan penggalian lainnya, sementara sektor
kehutanan dan perburuan sedikit sekali dampaknya. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor primer di Jawa-Bali adalah 348.61 miliar tahun
2008, sebesar 385.25 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 405.06 miliar rupiah tahun 2010.
Guncangan output skenario 2 kelompok sektor industri tahun 2008 sampai 2010 di Jawa-Bali menunjukkan sektor industri makanan, minuman dan tembakau
memperoleh peningkatan output terbesar yaitu 529.87 miliar rupiah tahun 2008, lalu sektor industri kertas, percetakan dengan peningkatan output 481.06 miliar.
Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor industri di Jawa-Bali adalah 1
. 483.39 miliar tahun 2008, sebesar 1
. 639.34 miliar rupiah tahun 2009, dan
1 .
825.58 miliar rupiah tahun 2010. Peningkatan output terbesar di Jawa-Bali akibat guncangan prasarana jalan adalah logis pada sektor industri makanan,
minuman dan tembakau disebabkan semakin baik fasilitas jalan, maka arus pergerakan manusia semakin meningkat yang cenderung mengubah pola menjadi
lebih komsumtif, disamping jumlah penduduk Jawa-Bali yang sangat besar. Pada kelompok sektor jasa dengan skenario 2 di Jawa-Bali, peningkatan
output terbesar setelah sektor jalan dan jembatan adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel meningkat outputnya sebesar 811.16 miliar rupiah pada tahun
2008, menyusul sektor transportasi dan komunikasi meningkat 369.40 miliar rupiah. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor jasa di Jawa-
189
Bali adalah 4 .
051.11 miliar tahun 2008, sebesar 4 .
476.99 miliar rupiah tahun 2009 dan 4
. 707.09 miliar rupiah tahun 2010.
Berrdasarkan analisis kelompok sektor di Jawa-Bali untuk skenario 2, peningkatan output terbesar adalah sektor jasa, disusul sektor industri dan terakhir
sektor primer atau berpola J-I-P. Data ini menunjukkan bahwa sektor jasa cukup dominan saat ini di Jawa-Bali. Data ini juga menunjukkan bahwa sektor primer
atau sektor pertanian kurang mendapat dukungan cukup signifikan dengan adanya perbaikan dan pembangunan prasarana jalan.
Sementara itu dampak skenario 2 di Sumatera sebagai spill-over effect menunjukkan bahwa total output perekonomian meningkat sebesar 513.02 miliar
rupiah tahun 2008, sebesar 561.96 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 593.54 miliar rupiah tahun 2010. Peningkatan output terbesar skenario 2 secara agregat di
Sumatera dari tahun 2008 sampai 2010 terdapat pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau diikuti oleh sektor pertanian tanaman pangan dan
tanaman lainnya serta sektor perdagangan, restoran dan hotel. Berdasarkan peninjauan kelompok sektor, maka yang mendapat peningkatan dari yang terbesar
adalah kelompok sektor industri, sektor primer dan sektor jasa atau berpola I-P-J. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa skenario 2 dengan
investasi jalan hanya dominan di Jawa-Bali, maka peningkatan output terbesar di Sumatera sebagai limpahan spill-over pada sektor industri dan selanjutnya
sektor primer dan terakhir sektor jasa, sementara di Jawa-Bali, skenario 2 lebih meningkatkan output sektor jasa dan sektor industri pengolahan dibandingkan
sektor primer. Skenario 3 yang merupakan skenario yang aktual terjadi menunjukkan hasil
bahwa total ouput perekonomian di pulau Sumatera dan Jawa-Bali meningkat
190
cukup tajam dibandingkan kedua skenario kebijakan sebelumnya, artinya kombinasi investasi jalan nasional di Sumatera dan Jawa-Bali secara bersamaan
menghasilkan output yang tinggi. Peningkatan total output tersebut dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 di Sumatera masing-masing sebesar 3123.89
miliar rupiah, sebesar 3 .
866.76 miliar rupiah dan sebesar 3 .
687.05 miliar rupiah, sementara di Jawa-Bali meningkat sebesar 7055.83 miliar rupiah tahun 2008,
sebesar 3 .
996.67miliar rupiah tahun 2009 dan 8 .
224.07 miliar rupiah tahun 2010. Peningkatan output sektoral tertinggi baik di Sumatera maupun Jawa-Bali
selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 secara agregat adalah output sektor yang menerima injeksi, yakni sektor konstruksi jalan dan jembatan masing-
masing di Sumatera naik 1 .
144.40 miliar rupiah tahun 2008, naik 1 .
445.84 tahun 2009, dan naik 1
. 354.76 miliar rupiah tahun 2010. Sementara peningkatan output
sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali naik 2 .
150.74 miliar rupiah tahun 2008, naik 1
. 445.84 miliar rupiah tahun 2009 dan naik 2
. 499.06 tahun 2010.
Peningkatan output terbesar di pulau Sumatera tahun 2008 selanjutnya adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor industri makanan, minuman
dan tembakau serta sektor industri kimia, hasil dari tanah liat dan semen. Sementara untuk Sumatera tahun 2009 sampai tahun 2010, posisi sektor industri
makanan, minuman dan tembakau turun menjadi urutan ke empat sementara sektor industri kimia, hasil dari tanah liat dan semen naik ke urutan ke 3. Dampak
terhadap output sektoral yang sama dengan Sumatera juga terjadi di Jawa-Bali untuk tahun 2008, 2009 dan tahun 2010, yang berbeda adalah besarannya.
Bila ditinjau dari kelompok sektor dengan skenario 3 di Sumatera, untuk sektor primer tahun 2008 sampai 2010 diperoleh output tertinggi pada sektor
pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya disusul sektor pertambangan dan
191
penggalian lainnya, dan jauh dibawahnya sektor peternakan dan perikanan. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor primer di Sumatera adalah
435.89 miliar tahun 2008, naik sebesar 525.23 miliar rupiah pada tahun 2009 dan sebesar 532.75 miliar rupiah tahun 2010.
Guncangan output dengan skenario 3 pada kelompok sektor industri tahun 2008 sampai 2010 di Sumatera menunjukkan bahwa sektor industri makanan,
minuman dan tembakau memperoleh peningkatan output terbesar yaitu 255.23 miliar rupiah tahun 2008, sedikit dibawahnya menyusul industri kimia pupuk,
hasil dari tanah liat dan semen dengan peningkatan 250.18 miliar rupiah, lalu sektor industri kertas, percetakan dengan peningkatan output 198.23 miliar rupiah.
Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor industri di Sumatera adalah 754.28 miliar rupiah tahun 2008, naik sebesar 922.03 miliar rupiah tahun
2009 dan 888.64 miliar rupiah pada tahun 2010. Pada kelompok sektor jasa dengan skenario 3 di Sumatera, peningkatan
output terbesar setelah sektor jalan dan jembatan adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel meningkat outputnya sebesar 294.74 miliar rupiah pada tahun
2008, menyusul sektor transportasi dan komunikasi meningkat 195.78 miliar rupiah. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor jasa di Sumatera
adalah 1 .
933.73 miliar rupiah tahun 2008, naik sebesar 2 .
419.49 miliar rupiah tahun 2009 dan 2
. 285.92 miliar rupiah pada tahun 2010.
Berdasarkan analisis kelompok sektor di Sumatera untuk skenario 3, peningkatan output terbesar adalah sektor jasa, disusul sektor industri dan terakhir
sektor primer atau berpola J-I-P. Sama seperti skenario 1 dan 2, guncangan output infrastruktur jalan kurang mendukung sektor primer atau sektor pertanian.
192
Bila ditinjau dari kelompok sektor dengan skenario 3 di Jawa-Bali, untuk sektor primer tahun 2008 sampai 2010 diperoleh output tertinggi pada sektor
pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya disusul sektor peternakan dan perikanan, dan jauh dibawahnya sektor pertambangan dan penggalian lainnya.
Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor primer di Jawa-Bali adalah 435.89 miliar tahun 2008, naik sebesar 525.23 miliar rupiah pada tahun
2009 dan sebesar 532.75 miliar rupiah tahun 2010. Guncangan output dengan skenario 3 pada kelompok sektor industri tahun
2008 sampai 2010 di Sumatera menunjukkan bahwa sektor industri makanan, minuman dan tembakau memperoleh peningkatan output terbesar yaitu 255.23
miliar rupiah tahun 2008, menyusul industri kimia pupuk, hasil dari tanah liat dan semen dengan peningkatan 250.18 miliar rupiah, lalu sektor industri kertas,
percetakan dengan peningkatan 198.23 miliar rupiah. Total peningkatan output kelompok sektor industri di Sumatera adalah 754.28 miliar rupiah tahun 2008,
naik 922.03 miliar rupiah tahun 2009 dan 888.64 miliar rupiah pada tahun 2010. Pada kelompok sektor jasa dengan skenario 3 di Jawa-Bali, peningkatan
output terbesar setelah sektor jalan dan jembatan adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel meningkat outputnya sebesar 294.74 miliar rupiah pada tahun
2008, menyusul sektor transportasi dan komunikasi meningkat 195.78 miliar rupiah. Total peningkatan output perekonomian kelompok sektor jasa di Jawa-
Bali adalah 4 452.15 miliar rupiah tahun 2008, naik sebesar 2 549.4 miliar rupiah tahun 2009 dan 5 331.06 miliar rupiah pada tahun 2010.
Berdasarkan analisis kelompok sektor produksi di Jawa-Bali untuk skenario 3, peningkatan output terbesar adalah sektor jasa, disusul sektor industri dan
terakhir sektor primer atau berpola J-I-P. Sama seperti skenario 1 dan 2,
193
guncangan output infrastruktur jalan kurang mendukung sektor primer atau sektor pertanian.
Skenario 3 yang sebenarnya terjadi memberi gambaran bahwa kebijakan memperbesar anggaran infrastruktur jalan nasional di Sumatera dan Jawa-Bali
sangat tepat untuk akselerasi pertumbuhan sektor jasa dan industri. Dengan demikian peningkatan investasi jalan nasional di Sumatera kurang mendukung
sektor pertanian. Peningkatan investasi jalan kelihatannya tidak signifikan meningkatkan sektor industri di Jawa-Bali yang memang merupakan daerah basis
industri. Justru peningkatan investasi jalan berkontribusi positif terutama terhadap sektor jasa khususnya sektor perdagangan, restoran dan hotel.
Skenario 4 dengan keberpihakan anggaran yang lebih ekstrem pada wilayah Sumatera menyebabkan lonjakan total output dalam perekonomian di Sumatera
cukup tinggi dibandingkan skenario sebelumnya, dan lebih tinggi dibanding Jawa- Bali. Dampak peningkatan output tersebut intra-regional sebesar 7 534.37
miliar rupiah pada tahun 2008, lalu naik sebesar 8 740.94 miliar rupiah tahun 2009 dan pada tahun 2010 naik sebesar 8 859.90 miliar rupiah.
Apabila dilihat dari masing-masing agregasi sektoral, urutan peningkatan output terbesar hasil simulasi skenario 4 tidak berbeda dengan skenario 1, hanya
besar nilai peningkatan output saja yang berbeda. Sektor yang memiliki peningkatan output terbesar selain sektor yang terkena shock di pulau Sumatera
adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel, yaitu sebesar 686.27 miliar rupiah tahun 2008, sebesar 721.02 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 802.62 miliar
rupiah tahun 2010. Skenario 4 menimbulkan peningkatan output kelompok sektor dari yang terbesar adalah sektor industri, jasa dan primer atau berpola I-J-P.
194
Peningkatan output perekonomian di Jawa-Bali dengan skenario 4 inter- regional
kurang dari separuh peningkatan output perekonomian di Sumatera, yakni sebesar 3
. 378.40 miliar rupiah tahun 2008, sebesar 3
. 917.61 miliar
rupiahtahun 2009 dan sebesar 3 .
951.16 miliar rupiah tahun 2010. Sektor di Jawa- Bali yangmemiliki peningkatan output terbesar sebagai spill-over adalah pada
sektor perdagangan, restoran danhotel yaitu sebesar 621.49 miliar rupiah tahun 2008, sebesar 721.02 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 726.85miliar rupiah
tahun 2010. Skenario 4 menimbulkan peningkatan output perkelompok sektor di Jawa-Bali dari yang terbesar adalah sektor industri pengolahan, sektor jasa dan
sektor primer atau berpola I-J-P Skenario 5 merupakan kondisi dengan keperpihakan anggaran yang lebih
ekstrem pada wilayah Jawa-Balimenunjukkan peningkatan output perekonomian di Jawa-Bali intra-regional masing-masing sebesar 9
. 011.10 miliar rupiah
tahun 2008, 10 .
454.16 miliar rupiah tahun 2009 dan sebesar 10 .
538.81miliar rupiah tahun 2010. Berdasarkan agregasi output sektoral yang paling meningkat
setelah sektor konstruksi jalan dan jembatan adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel, serta sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Berdasarkan
skenario 5 peningkatan output perkelompok sektor di Jawa-Bali intra-regional dari yang terbesar adalah sektor industri, jasa dan primer atau berpola I-J-P.
Peningkatan output perekonomian di pulau Sumatera inter-regionalyang merupakan spill-over effect jauh lebih kecil dibandingkan pulau Jawa-Bali dan
tidak satupun mencapai 1 trilliun rupiah, yakni meningkat sebesar 778.87 miliar rupiahpada tahun 2008, meningkat sebesar 903.59 miliar rupiah pada tahun 2009
dandan meningkat 910.91 miliar rupiahpada tahun 2010. Urutan peningkatan output sektoral tertinggi hasil simulasi skenario 5 tidak berbeda dengan skenario
195
2, hanya berbeda dalam nilai peningkatan output saja. Pada pulau Sumatera, sektor-sektor tersebut adalah industri makanan, minuman dan tembakau, lalu
sektor pertanian tanaman pangan dan di urutan ketiga sektor perdagangan, restoran dan hotel. Skenario 5 di pulau Sumatera memberikan peningkatan output
lebih besar di sektor primer dibandingkan sektor jasa. Skenario 5 menimbulkan peningkatan output per kelompok sektor di Sumatera intra-regional dari yang
terbesar adalah sektor industri, jasa dan primer atau berpola I-J-P. Berdasarkan skenario 1 sampai skenario 5 tahun 2008 sampai 2010, Sektor
jasa paling mendapat keuntungan dari shock prasarana jalan, disusul kelompok sektor industri pengolahan dan terakhir sektor primer. Dalam setiap skenario,
sektor primer yang mencakup sektor pertanian dan tanaman pangan lainnya tidak memperoleh peningkatan output melebihi sektor jasa maupun industri
pengolahan. Rekapitulasi dampak shock prasarana jalan adalah seperti Tabel 12. Tabel 12. Dampak Guncangan Prasarana Jalan terhadap Kelompok Sektor
Skenario Guncangan Output di Sumatera
Guncangan output di Jawa-Bali
Dampak intra- regional
Sumatera Dampak
inter-regional Jawa-Bali
Dampak intra- regional Jawa-Bali
Dampak inter- regional Sumatera
1 I - J-P
J - I-P -
- 2
- -
J-I-P I - P - J
3 J - I - P
J - I - P 4
I-J-P J-I-P
- -
5 -
- J-I-P
I - P-J
Keterangan - P = Kelompok sektor primer
- I = Kelompok sektor industri pengolahan
- J = Kelompok sektor Jasa - Pada skenario 3, injeksi terjadi bersamaan sehingga dampak
intra-regional dan inter-regional saling berinteraksi
Apabila dikaitkan dengan struktur ekonomi di Sumatera yang berpola Jasa– Primer–Industri dan di Jawa-Bali dengan pola Jasa–Industri–Primer, prasarana
196
jalan cenderung mengubah pola struktur ekonomi di Sumatera yang semula dominasisektor jasa menjadi dominasi sektor industri pengolahan bilamana
dilakukan keberpihakan anggaran ke Sumatera. Sementara bila dilakukan shock prasarana jalan dengan konsep penganggaran seperti sekarang dimana adanya
perimbangan biaya Skenario 3, serta bila dilakukan keberpihakan anggaran di Jawa-Bali, maka prasarana jalan akan semakin menguatkan dominasi sektor jasa
dan industri di Jawa-Bali. Berdasarkan semua konsep skenario, tidak ada skenario yang berpotensi mengangkat dominasi sektor primer.
9.2. Analisis Dampak Sebar dan Dampak Serap Balik