Analisis Keterkaitan Intra-regional ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SEKTOR PRODUKSI

VI. ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SEKTOR PRODUKSI

6.1. Analisis Keterkaitan Intra-regional

Keterkaitan antar sektor produksi dalam perekonomian dapat ditinjau menggunakan analisis multiplier dalam kerangka IRSAMJASUM tahun 2007. Analisis multiplier IRSAMJASUM dikategorikan dalam dua aspek, yaitu keterkaitan ke belakang backward linkages yang disebut daya penyebaran dan keterkaitan ke depan forward linkages yang disebut dengan derajat kepekaan atau sensitivitas. Keterkaitan ke belakang menggambarkan besarnya peningkatan seluruh sektor yang terjadi akibat peningkatan sektor tertentu karena meningkatnya permintaan akhir sektor tertentu tersebut, Keterkaitan ke belakang menunjukkan keterkaitan antara sektor yang berada di hilir downstream sectors dengan sektor yang di hulu upstream sectors. Pola pandangnya dari hilir ke hulu dimana sektor yang di hilir sebagai pembeli input yang dihasilkan oleh sektor yang di hulu. Keterkaitan ke belakang akan eksis bila peningkatan produksi sektor-sektor hilir memberikan dampak ekternalitas positif terhadap sektor hulu. Permintaan input terjadi secara berantai sehingga seluruh sektor produksi akan terkena dampak suatu shock pada sektor tertentu. Besarnya dampak yang diterima suatu sektor produksi tertentu dapat dilihat dari koefisien keterkaitan ke belakang. Bila nilai koefisien keterkaitan ke belakang semakin besar, maka keterkaitannya juga semakin besar, demikian sebaliknya. Keterkaitan ke depan menunjukkan derajat kepekaan suatu sektor terhadap permintaan akhir semua sektor-sektor lainnya atau dengan kata lain menunjukkan kenaikan output suatu sektor sebagai respon dari peningkatan permintaan akhir di semua sektor. Keterkaitan antar sektor produksi yang berada di hulu dengan yang 141 berada di hilir dijelaskan dengan keterkaitan ke depan. Pola pandangnya adalah sebagai penjual input dari hulu ke hilir dan koefisien multipliernya menunjukkan kemampuan menjual sektor hulu tersebut bila terjadi kenaikan permintaan akhir pada semua sektor ekonomi. Keterkaitan ke depan akan eksis bila peningkatan produksi sektor hulu memberikan dampak eksternalitas positif pada sektor hilir. Nilai koefisien keterkaitan ke belakang dan kedepan suatu sektor dapat dibandingkan dan memiliki makna tertentu. Apabila nilai keterkaitan ke belakang lebih besar daripada nilai keterkaitan ke depan, maka dapat diartikan bahwa sektor tersebut lebih banyak menyerap output yang diproduksi oleh sektor lain atau lebih bersifat ‘consumer’ sektor hilir dari pada penyedia atau bersifat sebagai ‘provider’ sektor hulu bagi sektor lain. Pada Gambar 22 dibawah, sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa- Bali memiliki koefisien keterkaitan ke belakang sebesar 2 748 mengandung arti peningkatan permintaan akhir atas produk sektor konstruksi jalan dan jembatan sebesar 1 unit moneter, menyebabkan output semua sektor yang terkait pembangunan konstruksi jalan dan jembatan, seperti industri semen, industri besi baja dan sektor lain meningkat sebesar 2 748 unit moneter. Hal ini dapat terjadi karena peningkataan permintaan akhir sektor konstruksi jalan dan jembatan selain meningkatkan output sektor konstruksi jalan dan jembatan, juga meningkatkan output sektor ekonomi lainnya. Peningkatan sektor ekonomi lainnya terjadi karena peningkatan output sektor konstruksi jalan membutuhkan input dari sektor lainnya sehingga terjadi peningkatan output sektor yang menghasilkan input antara bagi proses pembangunan sektor konstruksi jalan dan jembatan tersebut. Karena nilai keterkaitan ke belakang yang lebih besar dari 1, maka sektor ini memiliki daya 142 penyebaran tinggi yang mampu mendorong dan meningkatkan sektor-sektor hulunya melalui mekanisme pasar input. Gambar 22. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Jawa-Bali Tahun 2007. Sektor yang terkena dampak peningkatan output sektor jalan dan jembatan antara lain industri barang dari logam, industri kayu, dan sebagainya. Kemudian peningkatan output sektor industri barang dari logam dan industri barang dari kayu tersebut juga meningkatkan output sektor produksi lain yang menjadi input antara dari sektor tersebut dan seterusnya proses multiplier. Akhirnya seluruh sektor produksi meningkat sebesar 2 748 unit moneter. Dengan demikian keterkaitan ke belakang menggambarkan hubungan antara kegiatan produksi di hilir pemakai input dan kegiatan produksi di hulu penghasil input. Koefisien keterkaitan ke depan sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali sebesar 1 113 mengandung makna peningkatan permintaan akhir disemua sektor produksi sebesar 1 unit moneter, menyebabkan output sektor konstruksi jalan dan jembatan meningkat sebesar 1 113 unit moneter. Keterkaitan ke depan menggambarkan hubungan antara kegiatan produksi yang berada di hulu penghasil output dengan sektor produksi yang berada di hilir pemakai 3.1 3.019 3.014 2.748 5.678 7.155 1.879 1.113 1 2 3 4 5 6 7 8 Industri Makanan dan Tembakau Perdagangan, restoran, Hotel Peternakan, Perikanan Kontruksi Jalan dan Jembatan Backw ard Forw ard 143 output. Nilai koefisien keterkaitan ke belakang sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali, lebih besar daripada keterkaitan ke depan. Koefisien keterkaitan ke depan dan ke belakang di Jawa-Bali menurut sektor produksi ditunjukkan dalam Lampiran 14. Secara keseluruhan sektor industri makanan, minuman dan tembakau mempunyai keterkaitan ke belakang tertinggi di Jawa-Bali, diikuti oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor peternakan dan perikanan, sektor jasa pemerintahan dan jasa lainnya. Sektor yang mempunyai keterkaitan ke belakang yang terendah adalah sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit. Sektor-sektor yang mempunyai koefisien keterkaitan ke depan yang tinggi di Jawa-Bali adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, diikuti oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau, lalu sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya, dan selanjutnya sektor transportasi dan komunikasi serta sektor bank dan asuransi. Sedangkan sektor kehutanan dan perburuan memiliki koefisien keterkaitan ke depan yang terendah. Dalam perekonomian Jawa-Bali, sebagian besar sektor-sektor produksi berada di hilir karena keterkaitan ke belakang lebih besar dari keterkaitan ke depan, atau lebih banyak sektor-sektor yang menyerap output sektor lain, yang merupakan sektor hulu. Sektor yang berada di hulu adalah sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya, industri makanan, minuman dan tembakau, industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya, industri kimia pupuk, hasil dari tanah liat dan semen, perdagangan, restoran dan hotel, transportasi dan komunikasi dan bank dan asuransi. Sektor yang mempunyai nilai indek backward dan indek forward di atas 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor kunci atau unggulan. 144 Gambar 23 menunjukkan bahwa sektor-sektor yang merupakan sektor kunci pada kwadran 1 adalah sektor tanaman, bahan makanan dan tanaman lainnya, sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor transportasi dan komunikasi. Backward Linkages Jawa Bali 1,20 1,10 1,00 ,90 ,80 For war d Li nka ges Ja wa B ali 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 ,50 0,00 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Gambar 23. Scatter Diagram Indek Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Jawa-Bali. Koefisien keterkaitan ke belakang dan ke depan menurut sektor produksi di pulau Sumatera ditunjukkan pada Lampiran 15 dan Gambar 24 . Sektor-sektor yang mempunyai koefisien keterkaitan ke belakang atau daya penyebaran dari yang tertinggi adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri kayu dan barang dari kayu, serta konstruksi jalan dan jembatan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut muempunyai daya dorong yang kuat dibandingkan sektor lain. Keterkaitan ke belakang sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera cukup tinggi menunjukkan bahwa sektor tersebut mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian. Lampiran 15 diketahui bahwa nilai keterkaitan ke For w ar d L inka ge s J aw a da n B al i 145 belakang sektor jalan dan jembatan sebesar 2.298, berarti sektor jalan dan jembatan cukup strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Gambar 24. Grafik Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Sumatera Sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai derajat kepekaan atau koefisien keterkaitan ke depan tertinggi di Sumatera, selanjutnya diikuti oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor industri kimia, pupuk, hasil tanah liat dan semen, sektor tanaman bahan makanan dan tanaman lainnya, sektor transportasi dan komunikasi. Sedangkan sektor dengan keterkaitan ke depan terendah adalah sektor konstruksi jalan dan jembatan. Rendahnya nilai keterkaitan ke depan sektor konstruksi jalan dan jembatan mengandung arti bahwa sektor tersebut tidak mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sektor lain. Apabila dibandingkan koefisien keterkaitan ke depan dengan ke belakang, koefisien keterkaitan ke depan yang lebih besar dari keterkaitan ke belakang di Sumatera adalah sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat, semen, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor transportasi dan komunikasi, sektor bank dan asuransi. 2.696 2.605 2.398 2.296 3.881 1.496 1.241 1.113 1 2 3 4 5 Industri Makanan dan Tembakau Perdagangan, restoran, Hotel Peternakan, Perikanan Kontruksi Jalan dan Jembatan Backw ard Forw ard 146 Sektor jalan dan jembatan di Jawa-Bali dan Sumatera mempunyai koefisien keterkaitan ke belakang yang relatif tinggi, berarti dengan adanya peningkatan permintaan akhir untuk sektor konstruksi akan mendorong terciptanya output sektor-sektor produksi lainnya. Di Sumatera dampak eksternal positif sektor konstruksi jalan dan jembatan sedikit lebih besar dibanding sektor konstruksi non jalan dan jembatan, sebaliknya di Jawa-Bali eksternalitas positif lebih besar terjadi pada sektor konstruksi non jalan dan jembatan. Berdasarkan keterkaitan ke belakang dan ke depan di Sumatera, sektor yang merupakan sektor kunci adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau, serta sektor industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat dan semen Gambar 25. Backward Linkages Sumatera 1,30 1,20 1,10 1,00 ,90 ,80 ,70 For war d Li nka ges Sum at er a 2,00 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 ,80 ,60 ,40 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Gambar 25. Scatter Diagram Indek Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan di Sumatera. Perekonomian di Sumatera dan Jawa-Bali bila dilihat dari sisi hulu dan hilir akan relatif sama, sektor-sektor yang berbeda adalah sektor pertambangan dan Backward Linkages Sumatera F orw ard L inka ge s S um at era 147 penggalian, sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan industri lainnya, jasa pemerintahan dan jasa lainnya.

6.2. Analisis Keterkaitan Inter-regional