Dampak infrastruktur jalan terhadap perekonomian Jawa-Bali dan Sumatera: suatu analisis inter-regional social accounting matrix

(1)

DAMPAK INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP

PEREKONOMIAN JAWA-BALI DAN SUMATERA:

SUATU ANALISIS INTER-REGIONAL SOCIAL

ACCOUNTING MATRIX

DISERTASI

MUKTAR NAPITUPULU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

dalam disertasi saya yang berjudul “DAMPAK INFRASTRUKTUR JALAN

TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA-BALI DAN SUMATERA: SUATU ANALISIS INTER-REGIONAL SOCIAL ACCOUNTING MATRIX” merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan dengan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program yang sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2011

NRP. A 161040224 Muktar Napitupulu


(3)

ABSTRACT

MUKTAR NAPITUPULU. The Impact of Road Infrastructure on the Economy

of Jawa-Bali and Sumatera: An Inter-regional Social Accounting Matrix Analysis.

(MANGARA TAMBUNAN as Chairman, ARIEF DARYANTO and RINA

OKTAVIANI as Members of Advisory Committee).

Road infrastructure has an important role in national economic development. However the economic impact of road infrastructure has not been well investigated yet. The objective of the research is to analyse economic impact of road investment in Sumatera and Jawa-Bali using Inter-regional Social Accounting Matrix Jawa-Bali and Sumatera (IRSAMJASUM) 2007 model with matrix size of 58 x 58. The results of this analysis denote that backward linkages of the road sector Jawa-Bali to Sumatera are relatively small, showing that production sectors in Jawa-Bali depend less on the road sector than in Sumatera. The Spill-over effect of the road sector from Sumatera to Jawa-Bali is almost 5 times higher than from Jawa-Bali to Sumatera showing that output growth of Jawa-Bali is much faster than Sumatera. Sector of trade, restaurant and hotel accepts the most benefit of road investment in Sumatera and Jawa-Bali. The income of agricultural employees or agricultural employers are not significantly increased by the road sector, however the low income rural households get the highest benefit in Sumatera and the low income urban households get the most benefit in Jawa-Bali. The backwash effect of road sector from Jawa-Bali to Sumatera is much greater than the spread effect denoting that the economy of Jawa-Bali is sensitive enough to the economic development of Sumatera. However the backwash effect from Sumatera to Jawa-Bali is relatively equal than spread effect. The income multiplier index shows that both islands diverge. Increasing household income supports equality in Jawa-Bali more than in Sumatera, and disparity between both islands is wider. Economic growth triggered by road infrastructure in year 2008 is 0.151 percent in Sumatera and 0.181 percent in Jawa-Bali. However economic growth was smaller in year 2009 and 2010. Budgeting priority of road infrastructure in Sumatera can increase economic growth of both islands more than other scenarios.

Keywords : IRSAMJASUM 2007, spill-over effect, multiplier analysis, backwash effect, economic growth.


(4)

RINGKASAN

MUKTAR NAPITUPULU. Dampak Infrastruktur Jalan terhadap Perekonomian

Jawa-Bali dan Sumatera: Suatu Analisis Inter-regional Social Accounting Matrix.

(MANGARA TAMBUNAN sebagai Ketua, ARIEF DARYANTO dan RINA

OKTAVIANI sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki keinginan memperbaiki standar hidup yang lebih layak, dan peningkatan pendapatan merupakan cara mencapai tujuan tersebut. Pengangkutan barang dan jasa yang dilakukan terutama melalui jalan memiliki peran perekonomian yang strategis sehingga disebut“driving force for economic growth”. Mengingat pentingnya infrastruktur termasuk jalan dan jembatan untuk mendukung iklim investasi di Indonesia, pemerintah dalam sistem logistik nasional menempatkan pilar infrastruktur pada urutan ke 6 dari 11 prioritas nasional pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid II tahun 2010 sampai tahun 2014 setelah reformasi birokrasi dan tata kelola, pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, dan ketahanan pangan.

Transport atau transportation didefinisikan sebagai pergerakan arus orang, barang maupun jasa dari suatu tempat ke tempat lain. Kata transport berasal dari bahasa Latin yaitu tran berarti across dan portare berarti to carry (membawa). Moda transportasi dapat dikelompokkan menjadi moda transportasi darat yaitu jaringan jalan dan kereta api, moda transportasi laut mencakup pelabuhan laut dan rute pelayaran serta moda transportasi udara yaitu bandara dan rute penerbangan. Tujuan penelitian adalah: (1) mengukur daya penyebaran dan sensitivitas prasarana jalan nasional terhadap sektoral dengan analisis keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkages) dalam wilayah (intra-regional) maupun antar wilayah (inter-regional) Sumatera dan Jawa-Bali; (2) melakukan analisis dampak prasarana jalan nasional terkait output dan peningkatan pendapatan rumahtangga di Sumatera dan Jawa-Bali (intra-regional) serta menganalisis dampak limpahan (spill-over effect) dari Sumatera ke Jawa-Bali dan sebaliknya (inter-regional) dengan dekomposisi multiplier; (3) melakukan simulasi terhadap prasarana jalan nasional tahun 2008 sampai tahun 2010 di Sumatera dan Jawa-Bali dengan beberapa skenario memakai data anggaran biaya sebenarnya untuk mengetahui dampak prasarana jalan terhadap output sektoral dan distribusi pendapatan rumahtangga dalam kaitannya dengan kesenjangan ekonomi; (4) menganalisis peran jalan nasional terhadap dampak serap balik (backwash effect) dan dampak sebar (spread effect) yang dikhawatirkan peneliti terdahulu dari Sumatera ke Jawa-Bali dan sebaliknya; dan (5) mengukur dampak investasi jalan nasional pada wilayah Sumatera dan Jawa-Bali terhadap pertumbuhan ekonomi .

Pulau Sumatera dan Jawa-Bali merupakan dua wilayah utama bagian Barat Indonesia dengan tingkat kesejahteraannya lebih maju dibandingkan wilayah Timur Indonesia, namun disparitas pendapatan rumahtangga kedua wilayah dari tahun ketahun tetap relatif lebar, bahkan penelitiaan sebelumnya menyebutkan bahwa disparitas antara wilayah Jawa dan Sumatera semakin melebar diantaranya disebabkan oleh dampak serap balik yang terjadi. Kondisi ini melatarbelakangi


(5)

pemilihan kedua pulau tersebut dalam penelitian ini. Prasarana transportasi jalan sebagai moda utama pengangkutan manusia, barang dan jasa belum dikaji dampaknya terhadap pendapatan dan distribusi pendapatan rumahtangga, backwash dan spread effect. Model yang digunakan adalah Inter-regional Social Accounting Matrix (IRSAM).

Berdasarkan PDRB, struktur perekonomian di Sumatera adalah sektor Jasa– Pertanian–Industri–Pertambangan (J-P-I-P) berpola Tersier–Primer–Sekunder (T-P-S). Sektor jasa menyumbang PDRB 37.76 persen, pertanian sebesar 22.47 persen, dan industri 20.49 persen. Namun dalam agregat, sektor pertambangan dan pengalian lainnya berkontribusi terbesar yaitu 19.29 persen, disusul sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya 14.77 persen, serta sektor perdagangan, restoran dan hotel 13.72 persen. Struktur perekonomian di Jawa-Bali adalah Jasa–Industri–Pertanian–Pertambangan (J-I-P-P) atau berpola Tersier– Sekunder–Primer (T-S-P). sektor jasa berkontribusi terbesar 57.13 persen diikuti sektor industri 30.19 persen, dan kelompok sektor pertanian 11.23 persen.

Sektor industri makanan, minuman dan tembakau mempunyai keterkaitan ke belakang tertinggi yaitu 3.10. Koefisien keterkaitan ke belakang sektor jalan dan jembatan cukup besar 2.748 menunjukkan peranan penting dalam perekonomian. Sektor-sektor dengan keterkaitan ke depan yang tinggi di Jawa-Bali adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, diikuti oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Koefisien keterkaitan ke depan sektor konstruksi jalan dan jembatan sebesar 1.113. Untuk Sumatera, keterkaitan ke belakang sektor jalan dan jembatan cukup tinggi 2.298 yang berarti cukup strategis mendorong pertumbuhan ekonomi.

Koefisien keterkaitan ke belakang sektor konstruksi jalan dan jembatan Sumatera terhadap Jawa-Bali (inter-regional linkages) cukup besar yaitu 1.0304. Sebaliknya, keterkaitan ke belakang Jawa-Bali terhadap Sumatera relatif kecil sebesar 0.2376, bermakna seluruh sektor di Jawa-Bali tidak merespon dengan baik permintaan akhir sektor jalan dan jembatan di Sumatera, dibandingkan dengan respon Sumatera terhadap permintaan akhir sektor jalan dan jembatan di Jawa-Bali. Dalam arti luas, sektor produksi di Jawa-Bali hanya sedikit bergantung pada sektor-sektor produksi di Sumatera mengingat wilayah Jawa-Bali sudah mandiri dengan tingkat pertumbuhan yang baik.

Koefisien multiplier output bruto sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera sebesar 2.298, bermakna shock 1 unit moneter meningkatkan output sektor jalan dan jembatan 2.698 unit moneter, terdiri dari efek langsung 1 unit moneter (sama dengan guncangan awal) dan 1.698 unit moneter sebagai dampak tidak langsung. Nilai tambah sektor jalan dan jembatan 1.055 bersifat padat modal yang ditunjukkan dari nilai koefisien multiplier bukan tenaga kerja 0.618 jauh lebih besar dari koefisien multiplier tenaga kerja 0.437. Sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali memiliki koefisien pengganda output bruto 2.748 dan nilai tambah sebesar 1.323, dengan nilai koefisien multiplier tenagakerja 0.645 seimbang dengan bukan tenagakerja (modal) sebesar 0.678.

Spill-over effect (dampak limpahan) sektor konstruksi jalan dan jembatan dari Sumatera ke Jawa-Bali adalah 1.030, hampir 4.2 kali lipat daripada spill-over effect Jawa-Bali ke Sumatera sebesar 0.238 menunjukkan aktivitas perdagangan kedua wilayah jauh lebih menguntungkan Jawa-Bali daripada Sumatera.


(6)

Peningkatan output sektor jalan dan jembatan di Sumatera dapat meningkatkan total pendapatan institusi 1.0693, secara agregat terdistribusikan melalui rumahtangga 0.6094, perusahaan 0.3302 dan pemerintah 0.1279. Dampak shock sektor konstruksi jalan dan jembatan terhadap kenaikan pendapatan institusi di Jawa-Bali secara agregat lebih besar dibandingkan Sumatera, yaitu sebesar 1.4175, masing-masing terdistribusi sebesar 0.9905 untuk rumahtangga, 0.3519 untuk perusahaan dan 0.0751 untuk pemerintah.

Ketergantungan sektor-sektor terhadap prasarana jalan di Sumatera cukup besar. Berdasarkan analisis dekomposisi multiplier, shock prasarana jalan 1 unit moneter di Sumatera memberikan efek total multiplier (intra dan inter-regional) 6.539 unit moneter yang terdistribusi mendorong kegiatan produksi di wilayah sendiri (self generate/ efek total intra-regional) 4.422 unit moneter yang bersumber dari injeksi awal sebesar 1 unit moneter, own effect sebesar 3.140 dan close loop effect sebesar 0.255, serta limpahan (spill-over) sektor konstruksi jalan dan jembatan yang mempengaruhi perekonomian Jawa-Bali (efek total inter-regional) sebesar 2.117 unit moneter.

Berdasarkan simulasi yang dilakukan tahun 2008 sampai 2010, skenario 1 sampai 5 menunjukkan rumahtangga golongan rendah di desa Sumatera menerima peningkatan pendapatan tertinggi, dan untuk Jawa-Bali pada rumahtangga golongan rendah di kota. Pendekatan rasio multiplier pendapatan menunjukkan distribusi kenaikan pendapatan rumahtangga adalah divergen di Sumatera, namun distribusi kenaikan pendapatan golongan rumahtangga di Jawa-Bali lebih baik daripada di Sumatera, disebabkan dampak prasarana jalan terhadap kenaikan pendapatan rumahtangga relatif lebih merata di Jawa-Bali. Guncangan output prasarana jalan baik di Sumatera atau Jawa-Bali atau kedua wilayah secara bersamaan (skenario 3) menyebabkan kesenjangan ekonomi antar rumahtangga di Sumatera semakin melebar mengingat divergensi yang terjadi.

Berdasarkan analisis dampak serap balik dan dampak sebar pulau Sumatera dan Jawa-Bali, diketahui bahwa dampak serap balik yang diterima Jawa-Bali dari injeksi prasarana jalan di Jawa-Bali mencapai 175 persen sedangkan dampak serapbalik yang diterima Sumatera dari guncangan di Sumatera lebih kecil yaitu 130 persen. Dampak sebar yang diterima Sumatera dengan adanya guncangan prasarana jalan di Jawa-Bali hanya sebesar 23 persen, sedangkan yang diterima Jawa-Bali dari guncangan di Sumatera mencapai 103 persen dari besar injeksi. Kondisi ini menunjukkan bahwa perekonomian Jawa-Bali sangat sensitif dengan perubahan ekonomi Sumatera yang ditimbulkan prasarana jalan karena besarnya spill-over effect yang diterima Jawa-Bali, sedang perekonomian Sumatera kurang sensitif dengan adanya kemajuan ekonomi di pulau Jawa-Bali.

Pada skenario 3, tingkat pertumbuhan ekonomi di Sumatera tahun 2008 sebesar 0.151 persen lebih kecil dari tingkat pertumbuhan Jawa-Bali 0.181 persen. Secara global, tingkat pertumbuhan Sumatera dan Jawa-Bali tahun 2008 sebesar 0.173 persen, pada tahun 2008 naik sebesar 0.025 persen, dan tahun 2010 naik 0.083. Untuk memperoleh pertumbuhan global yang lebih baik, prioritas investasi prasarana jalan di berikan ke Sumatera.

Kata kunci: IRSAMJASUM 2007, dampak limpahan, analisis multiplier, efek serap balik, pertumbuhan ekonomi.


(7)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(8)

DAMPAK INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP

PEREKONOMIAN JAWA-BALI DAN SUMATERA:

SUATU ANALISIS INTER-REGIONAL SOCIAL

ACCOUNTING MATRIX

MUKTAR NAPITUPULU

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(9)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup:

Dekan Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec.

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka:

Pejabat Fungsional Perekayasa Madya, Direktorat Jenderal Binamarga, Dr. Max Antameng, M.A.

Kementerian Pekerjaan Umum

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut Pertanian Bogor


(10)

Menyetujui,

Menyetujui, 1.Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc.

Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec Anggota

Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3.Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.

Tanggal Ujian : 29 Juli 2011 Tanggal Lulus :

Judul Disertasi : Dampak Infrastruktur Jalan terhadap Perekonomian Jawa-Bali dan Sumatera: Suatu Analisis Inter-regional Social Accounting Matrix

Nama Mahasiswa : Muktar Napitupulu

Nomor Pokok : A 161040224


(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa dalam kerajaan surga karena berkat kasih dan karuniaNya, disertasi ini berhasil diselesaikan dengan segala keterbatasan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah dampak prasarana jalan terhadap perekonomian Jawa-Bali dan Sumatera.

Penulis menghaturkan terimakasih dan apresiasi yang tulus kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc., selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec., dan Ibu Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S., selaku anggota komisi pembimbing atas segala pengarahan, kesabaran dan bimbingan yang diberikan. Terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A., ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian beserta seluruh staf khususnya bu Ruby dan bu Yani, berkat motivasi dan bantuan yang diberikan memungkinkan penulis menyelesaikan program Doktor Ekonomi di IPB.

Secara khusus penulis menghaturkan terimakasih kepada Bapak Ir. Machfud Madjid, M.M., mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Binamarga, Kementerian Pekerjaan Umum yang mengijinkan dan mendukung penulis mengikuti jenjang pendidikan Doktor. Dalam kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa kelas khusus angkatan II Program Studi S-3 Ilmu Ekonomi Pertanian IPB atas segala dukungan, kerjasama dan persahabatan yang selama ini terjalin dengan baik.

Penulis mendedikasikan disertasi ini khususnya kepada istri tercinta Dra. Marintan Berliana Hutapea, anak kami Melissa Putri Megistra Napitupulu, Marina Raisa Theodora Napitupulu dan Michiko Sarah Lidya Napitupulu, serta seluruh


(12)

keluarga sebagai ungkapan terimakasih atas doa dan dukungan yang tiada henti. Melalui disertasi ini, penulis mengenang ayah dan ibunda tercinta, biarlah bimbingan dan doa orangtua semasa hidupnya berbuah berkat kepada semua keturunannya. AMIN.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2011

Penulis,


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 19 Agustus 1963, sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan almarhum St. Artides Tarsise Napitupulu dan almarhumah Tiar Herly br. Simanjuntak. Pada tahun 1976 penulis lulus dari Sekolah Dasar (SD) Parulian di Medan, tahun 1979 tamat dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri III Medan dan lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri V Medan tahun 1982. Pada tahun yang sama diterima di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menyelesaikan program Strata-1 tahun 1989 dengan spesialisasi Teknik Struktur.

Setelah diterima di Departemen Pekerjaan Umum (sekarang Kementerian Pekerjaan Umum) tahun 1990, penulis bekerja sebagai tenaga ahli diperbantukan di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Tahun 1992 penulis melanjutkan pendidikan program magister dengan beasiswa The World Bank di Institut Teknologi Bandung bidang studi Sistem dan Teknik Jalan Raya (STJR). Melalui split-program kerjasama ITB dan perguruan tinggi di Inggris, penulis memperoleh gelar Master of Science bidang jalan raya (highway) dari University of Strathclyde Glasgow, United Kingdom. Setelah kembali dari Inggris, penulis kembali bekerja di Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Binamarga sampai sekarang.

Penulis merupakan anggota Institution of Highways and Transportation (IHT) yang berpusat di London, dan anggota Road Enginering Association of Asia and Australasia (REAAA) di Kuala Lumpur, serta pengurus Himpunan Pengembangan Jalan di Indonesia (HPJI). Penulis juga aktif mengajar pada


(14)

program S-1 Sekolah Tinggi Teknik Sapta Taruna dan pelatihan/ training di Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direkorat Jenderal Binamarga.

Menyadari pentingnya ilmu ekonomi sebagai basis analisis peranan jalan raya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, program studi ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) untuk meraih gelar Doktor bidang Ekonomi Regional.


(15)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 14

1.3. Tujuan Penelitian ... 17

1.4. Manfaat Penelitian ... 18

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 19

II. TINJAUAN TEORITIS DAN STUDI EMPIRIK 2.1. Tinjauan Ekonomi Transportasi ... 22

2.1.1. Dampak Infrastruktur Jalan ... 23

2.1.2. Keterkaitan Jalan terhadap Perekonomian... 27

2.2. Pendekatan Ekonomi Regional ... 29

2.2.1.Pendapatan Regional ... 31

2.2.2. Konsep Pertumbuhan Regional ... 33

2.2.2.1. Model Pertumbuhan Harrod-Domar ... 35

2.2.2.2. Model Pertumbuhan Neo-klasik ... 38

2.2.3.Teori Kutub Pertumbuhan ... 40

2.2.4 Model Von Thunen ... ... 44

2.3. Investasi Prasarana Jalan ... 45

2.4. Pendapatan dan Distribusi Pendapatan ... 47

2.5. Studi Empirik Inter-regional Social Accounting Matrix ... 50

2.6. Studi Empirik Dampak Infrastruktur terhadap Perekonomian ... 55

III. KERANGKA PENELITIAN 3.1. Pemilihan Alat Analisis... 60


(16)

ii

3.3. Kerangka Inter-regional Social Accounting Matrix ... 81

3.4. Kerangka Analisis Multiplier Social Accounting Matrix ... 85

3.5. Kerangka Analisis Multiplier Inter-regional Social Accounting Matrix ... 94

3.6. Penyusunan Jaringan Inter-regional Social Accounting Matrix .... 95

3.7. Kerangka Analisis Jalur Struktural ... 101

3.8. Metode Up-dating dan Balancing ... 105

3.9. Kerangka Pemikiran ... 108

IV. METODOLOGI 4.1. Jenis dan Sumber Data ... 111

4.2. Membangun Konstruksi Model IRSAMJASUM 2007 ... 114

4.3. Metode Analisis ... 120

4.3.1 Struktur Ekonomi dan Pengeluaran Rumahtangga ... 120

4.3.2 Analisis Distribusi Pendapatan ... 121

4.3.3 Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi ... 122

4.3.4 Analisis Multiplier Output dan Nilai Tambah ... 123

4.3.5 Analisis Efek Total ... 123

4.3.6 Analisis Jalur Struktural... 124

4.3.7 Analisis Simulasi Kebijakan ... 124

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1.Struktur Perekonomian Sektoral ... 128

5.2.Distribusi Pendapatan Rumahtangga ... 131

5.3.Struktur Pengeluaran Rumahtangga... 137

VI. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR PRODUKSI 6.1.Analisis Keterkaitan Intra-regional ... 140


(17)

iii

VII. ANALISI MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

7.1. Analisis Multiplier Output ... 152

7.1.1. Multiplier Output Intra-regional... 152

7.1.2.Multiplier Output Inter-regional... 156

7.2. Analisis Multiplier Pendapatan institusi ... 159

7.2.1. Multiplier Pendapatan Institusi Intra-regional ... 159

7.2.2. Multiplier Pendapatan Institusi Inter-regional ... 163

7.3. Analisis Spill-over dan Efek Total ... 166

VIII. ANALISIS JALUR STRUKTURAL 8.1. Analisis Jalur Struktural Pulau Sumatera ... 171

8.2. Analisis Jalur Struktural Pulau Jawa-Bali ... 176

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN 9.1. Sekenario Kebiajakan terhadap Output Sektoral ... 184

9.2. Analisis Dampak Sebar dan Dampak Serap Balik ... 196

9.3. Analisis Dampak Pendapatan Faktor Produksi ... 200

9.4. Analisis Dampak terhadap Distribusi Pendapatan Institusi ... 205

9.5. Analisis Dampak terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga .... 209

9.6. Dampak Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 214

X. SIMPULAN DAN SARAN 10.1. Simpulan ... 219

10.2. Saran ... 222

10.2.1. Implikasi Kebijakan ... 222

10.2.2. Penelitian Lanjutan ... 223

DAFTAR PUSTAKA ... 225


(18)

iv

1. Jumlah Kargo yang Menggunakan Moda Transportasi Darat, Laut

dan Udara Tahun 2001-2005... 2

2. Produk Domestik Regional Bruto per Kapita Tahun 2005 di Indonesia ... 11

3. Rangkuman Hasil Studi Terhadap Fungsi Produksi ... 56

4. Rangkuman Studi Fungsi Biaya ... 57

5. Tabel Input-Output Tiga Sektor ... 65

6. Kerangka Dasar Struktur Social Accounting Matrix ... 73

7. Kerangka Dasar Inter-regional Social Accounting Matrix. ... 84

8. Defenisi Neraca TransaksiInter-regional Social Accounting Matrix ... 84

9. Disposable Income, Jumlah Penduduk dan Rata-rata Disposable Income per Kapita Wilayah Sumatera Tahun 2007 ... 132

10. Disposable Income, Jumlah Penduduk dan Rata-rata Disposable Income per Kapita Wilayah Jawa-Bali Tahun 2007 ... 134

11. Rekapitulasi Kenaikan Nilai Investasi Tahun 2008 – 2010 terhadap Nilai Investasi Tahun 2007 ... 182

12. Dampak Guncangan Prasarana Jalan terhadap Kelompok Sektor ... 195

13. Dampak Kenaikan Investasi Riil Sektor Jalan dan Jembatan terhadap Distribusi Pendapatan Faktorial Tahun 2008 ... 203

14. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap Distribusi Pendapatan Faktorial Tahun 2009 ... 204

15. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap Distribusi Pendapatan Faktorial Tahun 2010 ... 204

16. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dengan Simulasi Investasi Prasarana Jalan Skenario 3. ... 215

17. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dengan Simulasi Investasi Prasarana Jalan Skenario 4... 217

18. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dengan Simulasi Investasi Prasarana Jalan Skenario 5. ... 218


(19)

v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pertumbuhan Panjang Jalan Berdasarkan Pulau Tahun 2008

di Indonesia ... 3

2. Pembagian Wilayah Ekonomi Indonesia ... 6

3. Keterkaitan Pembangunan Jalan terhadap Perekonomian ... 28

4. Reduksi biaya Transportasi dan Produksi ... 29

5. Struktur Ekonomi Pusat Pertumbuhan ... 42

6. Arus Uang dalam Perekonomian ... 48

7. Model Sederhana Prinsip Input-Output ... 62

8. Diagram Modular Social Accounting Matrix ... 72

9. Kerangka Inter-regional Social Accounting Matrix ... 82

10. Transaksi Antar Blok dalam Social Accounting Matrix ... 88

11. Proses Pengganda Antara Neraca Endogen Social Accounting Matrix ... 92

12. Jalur Dasar (a,b) dan Jalur Sirkuit (c) dalam Analisis Jalur ... 102

13. Kerangka Pemikiran ... 109

14. Struktur Perekonomian Sektoral Sumatera Tahun 2007 ... 128

15. Struktur Perekonomian Sektoral Jawa-Bali Tahun 2007 ... 129

16. Rata-rata Disposable Income per Kapita Sumatera 17. Rata-rata Disposable Income per Kapita Jawa-Bali ... 134

... 133

18. Distribusi Pendapatan Rumahtangga Sumatera Tahun 2007 ... 136

19. Distribusi Pendapatan Rumahtangga Jawa-Bali Tahun 2007 ... 137

20. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Sumatera Tahun 2007 21. ... 138

Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Jawa-Bali Tahun 2007 22. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Jawa-Bali Tahun 2007. ... 142


(20)

vi

25. Scatter Diagram Indek Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan

di Sumatera... 146

26. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Inter-regional ... 148

27. Scatter Diagram Indek Keterkaitan ke Belakang danke Depan Inter-regional Jawa Bali – Sumatera ... 150

28. Scatter Diagram Indek Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Inter-regional di Sumatera- Jawa Bali ... 151

29. Multiplier Output dan Nilai Tambah di Sumatera Tahun 2007 ... 154

30. Multiplier Output dan Nilai Tambah di Jawa-Bali Tahun 2007 ... 155

31. Multiplier Output dan Nilai Tambah Inter-regional Tahun 2007... 157

32. Multiplier Output terhadap Pendapatan Institusi Sumatera (Intra-regional) ... 160

33. Multiplier Output terhadap Pendapatan Rumahtangga Sumatera (Intra- regional). ... 161

34. Multiplier Output terhadap Pendapatan Institusi Jawa - Bali (Intra- regional) Tahun 2007 ... 162

35. Multiplier Output terhadap Pendapatan Rumahtangga Jawa-Bali (Intra- regional) Tahun 2007 ... 163

36. Multiplier Pendapatan Institusi Inter-regional Tahun 2007 ... 164

37. Multiplier Pendapatan Rumahtangga Jawa-Bali (Inter- regional)Akibat Guncangan Output di Sumatera ... 165

38. Multiplier Pendapatan Rumahtangga Sumatera (Inter- regional) Akibat Guncangan Output di Jawa-Bali ... 166

39. Analisis Spill-over dan Efek Total Sumatera Tahun 2007 ... 168

40. Analisis Spill-over dan Efek Total Jawa-Bali ... 169

41. Diagram Jalur Struktural Sektor Konstruksi Jalan dan Jembatan di Sumatera Terhadap Rumahtangga Sumatera Tahun 2007 ... 174


(21)

vii

42. Diagram Jalur Struktural Sektor Konstruksi Jalan dan Jembatan di Sumatera terhadap Rumahtangga Jawa-Bali Tahun 2007 ... 177 43. Diagram Jalur Struktural Sektor Konstruksi Jalan dan

Jembatan di Jawa-Bali Terhadap Rumahtangga Jawa-Bali Tahun 2007 ... 178 44. Persentase Dampak Skenario3 terhadap Faktor Produksi ... 202 45. Dampak Skenario 3 (Aktual) terhadap Faktor Produksi ... 208 46. Persentase Dampak Skenario 3 (Aktual) terhadap Rumahtangga


(22)

viii

Nomor Halaman

1. Global CompetitivenessAsia TimurTahun 2008 – 2009 : Pilar

Infrastruktur ... 231 2. Ranking Indonesia dalam GCI (Global Competitiveness Index)

Diantara Negara-negara Asia Timur Tahun 2008-2009 ... 232 3. Sistem Logistik Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II

Tahun 2009 - 2014 ... 232 4. Faktor Penghambat Investasi di Indonesia ... 233 5. Rekapitulasi Nilai Investasi Aktual Jalan dan Jembatan Nasional ... 234 6. Klasifikasi Inter-regional Social Accounting Matrix Jawa-Bali

dan Sumatera (IRSAMJASUM) Tahun 2007 ... 235 7. Agregasi IRIO 2005 Menjadi IRIO JASUM Tahun 2005 ` ... 236 8. Struktur Ekonomi Berdasarkan PDRB Sumatera Tahun 2007 ... 237 9. Struktur Ekonomi Berdasarkan PDRB Jawa-Bali Tahun 2007 ... 237 10. Distribusi Pendapatan Rumahtangga Sumatera Menurut Sumber

Pendapatan Tahun 2007 ... 238 11. Distribusi Pendapatan Rumahtangga Jawa-Bali Menurut Sumber

Pendapatan Tahun 2007 ... 238 12. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Sumatera Menurut Jenis

13.

Pengeluaran Tahun 2007 ... 239 Pola Pengeluaran Rumahtangga Jawa-Bali Menurut Jenis

14. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Menurut Sektor Produksi

Pengeluaran Tahun 2007 ... 239

di Jawa-Bali ... 240 15. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Menurut Sektor Produksi

di Sumatera ... 240 16. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Sektor Produksi Inter-regional. .. 241


(23)

ix

17. Koefisien Multiplier Output, Nilai Tambah Sektor Produksi di

Sumatera Intra-regional ... 241 18. Koefisien Multiplier Output, Nilai Tambah Sektor Produksi di

Jawa-Bali Intra-regional ... 242 19. Koefisien Multiplier Output, Nilai Tambah Menurut Sektor

Produksi Inter-regional... 242 20. Koefisien Multiplier Pendapatan Institusi Intra-regional Sumatera ... 243 21. Efek Guncangan Output Sektor Produksi di Sumatera Terhadap

Pendapatan Rumahtangga Intra-regional ... 244 22. Multiplier Pendapatan Institusi Intra-regional Jawa-Bali ... 245 23. Efek Guncangan Output Sektor Produksi di Jawa-Bali Terhadap

Pendapatan Intra-regional Rumahtangga ... 246 24. Multiplier Pendapatan Institusi Inter-regional Sumatera dan

Jawa-Bali ... 247 25. Multiplier Pendapatan Inter-regional Rumahtangga di Jawa-Bali

Akibat Guncangan Output Sektor Produksi di Sumatera. ... 248

26. Multiplier Pendapatan Inter-regional Golongan Rumahtangga di

Sumatera Akibat Guncangan Output Sektor Produksi di Jawa-Bali ... 249 27. Rekapitulasi Analisis Spill-over dan Efek Total di Sumatera ... 250 28. Rekapitulasi Analisis Spill-over dan Efek Total di Jawa-Bali ... 251 29. Structural PathAnalysis Sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Rumahtangga di Sumatera ... 252 30. Structural Path Analysis Sektor Jalan dan Jembatan di Sumatera

terhadap Rumahtangga di Jawa-Bali ... 253 31. Structural Path Analysis Sektor Jalan dan Jembatan di

Jawa-Bali terhadap Rumahtangga di Jawa-Bali ... 253 32. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Output Sektoral di Sumatera Tahun 2008 ... 254 33. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap


(24)

x

Output Sektoral di Jawa-Bali Tahun 2009 ... 255 36. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Output Sektoral di Sumatera Tahun 2010 ... 256 37. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Output Sektoral di Jawa-Bali Tahun 2010 ... 257 38. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Distribusi Pendapatan Institusi/ Rumahtangga Tahun 2008 ... 257 39. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan

terhadap Distribusi Pendapatan Institusi/ Rumahtangga Tahun 2009 ... 258 40. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan

terhadap Distribusi Pendapatan Institusi/ Rumahtangga Tahun 2010 ... 258 41. Indek Multiplier Pendapatan Rumahtangga Atas Dasar Basis Terkecil .... 259


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki keinginan untuk memperbaiki standar hidup yang lebih layak, dan peningkatan pendapatan merupakan cara mencapai tujuan tersebut. Pembangunan sistem transportasi dipandang dapatmemperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan pendapatan rumahtangga. Pengangkutan barang banyak dilakukan melalui infrastruktur jalan sehinggamenjadi salah satu faktor pendukung dalam pembangunan ekonomi, dan disebut sebagai “driving force for economic growth”.

Transpor atau transportation didefinisikan sebagai pergerakan arus orang, barang maupun jasa dari suatu tempat ke tempat lain. Kata transport berasal dari bahasa Latin yaitu tran berarti across dan portare berarti to carry (membawa). Moda transportasi dapat dikelompokkan menjadi moda transportasi darat yaitu jaringan jalan dan kereta api, moda transportasi laut mencakup pelabuhan laut dan rute pelayaran serta moda transportasi udara yaitu bandara dan rute penerbangan. Infrastruktur jalan di Indonesia mempunyai peran yang vital dan strategis dalam sistem transportasi nasional dalam rangka mendukung perekonomian nasional maupun regional.

Dalam sistem angkutan dan distribusi barang, transportasi laut merupakan moda yang paling dominan (Tabel 1), bahkan mengalami tren meningkat setiap tahun, diikuti oleh transportasi darat, dan selanjutnya oleh transportasi udara. Pada dasarnya, moda transportasi laut melayani angkutan distribusi barang mencapai 75 persen. Untuk memperlancar arus barang dan jasa, sarana dan prasarana


(26)

pelabuhan seharusnya direncanakan dengan terintegrasi baik dengan sistem jaringan jalan dan rel kereta api.

Tabel 1. Jumlah Kargo yang Menggunakan Moda Transportasi Darat, Laut dan Udara Tahun 2001-2005

(Ton)

Moda Transportasi

Tahun

2001 2002 2003 2004 2005

Laut 49 276 100 52 523 800 51 576 000 50 717 100 52 399 200

Darat 1 8702 000 17 099 000 16 293 000 17 146 000 17 340 000

Udara 311 143 285 309 289 930 309 590 342 464

Total 68 289 243 69 908 109 68 158 930 68 172 690 70 081 664

Sumber: Kementerian Perhubungan (diolah)

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi semua bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecualijalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004), dengan demikian jembatan termasuk perlengkapan jalan dan merupakan bagian dari jalan.

Jalan umum menurut status dibagi atas jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota, dan desa. Jalan nasional adalah jalan arteri dan kolektor yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional serta jalan tol. Jalan provinsi adalah jalan kolektor yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/ kota, atau antaribukota kabupaten/ kota, dan jalan strategis provinsi.Jalan kabupaten adalah jalan lokal yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal dan/ atau antar permukiman di dalam desa.


(27)

3 20.6 7.2 4.1 32.3 10.8 25 58.6

5.3 5.6 7.3

2 33.8 26.8 9.8 9.1 14.2 6.3 17.9 5.9 6 4.2 1 21.2 65 0 10 20 30 40 50 60 70

Sumatera Jaw a Bali-NTB-NTT Kalimantan Sulaw esi Maluku Papua

Luas Wilayah Penduduk Panjang Jalan Kendaraan

Jalan nasional berfungsi sebagai tulang punggung (backbone) pengangkutan barang dan jasa, sementara jalan provinsi, jalan kabupaten/ kota berfungsi sebagai pendukung (feeder road). Jalan kabupaten/jalan lokalrelatif sudah tertata baik di Jawa-Bali seiring dengan padatnya penduduk dan tingkat pendapatan, sehingga tidak mengherankan sebagian besar feeder road menggunakan perkerasan aspal beton (hotmix). Kebalikannya di Sumatera, feeder road yang berfungsi sebagai akselerator pertumbuhan serta angkutan barang dan jasa belum berfungsi optimum. Banyak dijumpai jalan dengan konstruksi kerikil/ agregat, bahkan tidak sedikit dengan jalan tanah. Pendanaan melalui APBD menjadi sandungan utama disebabkan keterbatasan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga berwewenang dalam penyelenggaraan jalan nasional 38 569 km, pemerintah provinsi untuk jalan provinsi 40 125 km, dan pemerintah kabupaten dan kota untuk jalan kabupaten dan jalan kota dengan panjang 298 175 km (Keputusan Menteri Pekerjaaan Umum Nomor: 631/KPTS/M/2009).

Sumber: Direktorat Jenderal Binamarga, Kementerian Pekerjaan Umum (2010) Gambar 1. Pertumbuhan Panjang Jalan Berdasarkan Pulau Tahun 2008 di


(28)

Negara besar seperti Indonesia menghadapi tantangan dalam penyediaan infrastruktur termasuk jalan raya untuk mendukung aktivitas ekonomi. Infrastruktur mendorong konektivitas antarwilayah yang akan menurunkan biaya transportasi dan biaya logistik sehingga dapat meningkatkan dayasaing produk, dan mempercepat gerak ekonomi. Dalam rangka percepatan transformasi ekonomi diperlukan perubahan pola pikir (mindset) dengan semangat “not bussiness as

usual” yaitu pembangunan ekonomi membutuhkan kolaborasi pemerintah dan

swasta yang dikenal dengan nama Public-Private Partnership (PPP). Percepatan pembangunan ekonomi Indonesia di fokuskan pada 8 program utama yaitu pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata dan telematika dimana program utama tersebut terdiri dari 22 kegiatan ekonomi (MP3EI, 2011).

Dalam konteks globalisasi, terdapat 7 pilar/ variabel dayasaing global suatu negara yaitu institusi, infrastruktur, kondisi makroekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar, dan kesiapan teknologi. Berdasarkan dayasaing global diantara negara-negara Asia Timur tahun 2008-2009 (Lampiran 1 dan 2), pilar infrastruktur Indonesia memiliki dayasaing cukup baik dan berada di posisi setara Philipina,Vietnam dan Kamboja.

Indeks Dayasaing Global (Global Competitiveness Index/ GCI) tahun 2010-2011 menunjukkan keberhasilan Indonesia memperbaiki rankingnya selama 6 tahun terakhir. Indonesia berhasil mendudukiranking 44 dari 139 negara, naik 10 tingkat dibandingkan tahun 2005 yang diikuti hanya 114 negara (World Economic

Forum, 2011). Kenaikan dari ranking 54 menjadi ranking 44 menjadikan

Indonesia sebagai negara yang paling maju tingkat perbaikannya. Apabila dibandingkan terhadap negara-negara ASEAN, Indonesia berada di posisi 5 dari 8


(29)

5

negara, dibawah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam and Thailand. Namun kemajuan infrastrukturIndonesia belum dapat dibanggakan, hanya mencapai nilai 3.6 dibawah rata-rata ASEAN (4.2), terutama pada sektor jalan dan listrik.

Penyediaan infrastruktur, jalan sebagai salah satu dari 10 kontributor terbesar hambatan di Indonesia. Berdasarkan progress penyediaan infrastruktur jalan, masih sama dengan rata-rata negara berpendapataan sedang (middle income countries), namun dibawah ranking negara berkembang di Asia. Kualitas jalan berada pada ranking 85, dengan kondisi 55 persen jalan aspal, dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina, yang memiliki jalan aspal sekitar 80 persen. Dalam sistem logistik nasional, infrastruktur menempati urutan ke 6 dari 11 prioritas nasional pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid II tahun 2010 sampai tahun 2014, setelah pilar reformasi birokrasi dan tata kelola, pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, dan ketahanan pangan.

Berdasarkan letak geografis, Indonesia terbagi 3 wilayah ekonomi. Pertama adalah wilayah sudah berkembang meliputi bagian Barat Indonesia yaitu pulau Jawa- Bali dan Sumatera. Sistem jaringan jalan dalam wilayah ini mencakup jalan pantai utara (pantura) Jawa sepanjang 1 306 km, Jalan Lintas Timur (Jalintim) Sumatera sepanjang 2 790 km dan Lintas Tengah Sumatera (2 473 km) yang menjadi bagian dari jaringan ASEAN maupun ASIAN Highway.

Kedua adalah wilayah sedang berkembang meliputi bagian tengah Indonesia dan sebagian wilayah Timur yaitu pulau Kalimantan, Sulawesi dan NTB. Jaringan jalan di wilayah ini relatif masih dalam pengembangan, diantaranya merupakan bagian jaringan ASEAN Highway dan Pan Borneo Highway yaitu lintas selatan Kalimantan sepanjang 3 605 km, Lintas Barat Sulawesi sepanjang 2 017 km.


(30)

Gambar 2 : Pembagian Wilayah Ekonomi Indonesia

Ketiga adalah wilayah akanberkembang meliputi bagian Timur Indonesia yaitu kepulauan Maluku, Papua dan seluruh NTT. Secara geografis, penyebaran lokasi kegiatan ekonomi di wilayah ini lebih menyebar dan terisolasi.

Titik berat penanganan jalan nasional sebagai tulang punggung (backbone) diselaraskan dengan6 koridor utama ekonomi (Ditjen Binamarga, 2010), yaitu: 1. Sumatera sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung

energi nasional. Penanganan jalan diprioritaskan pada bagian timur Sumatera termasuk jalan lintas Timur (jalintim) Sumatera.

2. Jawa sebagai pendorong industri dan jasa nasional. Penanganan jalan diprioritaskan pada bagian utara mencakup jalan pantai Utara Jawa (pantura). 3. Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan

lumbung energi nasional.Penanganan jalan di prioritaskan pada jalur lintas selatan Kalimantan dari Pontianak sampai Samarinda.

Wilayah telah berkembang

Wilayah sedang berkembang

Wilayah akan berkembang


(31)

7

4. Sulawesi-Maluku Utara sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil

pertanian, perkebunan, serta perikanan nasional. Penanganan jalan diprioritaskan pada jalan lintas Barat dimulai dari Makassar sampai Manado.

5. Bali-Nusa Tenggara sebagai pintu gerbang pariwisata nasional dan

pendukung pangan nasional. Penanganan jalan di Bali diprioritaskan pada Asian Highway dan di Nusa Tenggara pada jalur lintas Utara.

6. Papua-Maluku sebagai pengolahan sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia. Penanganan jalan di Papua diprioritaskan pada ruas jalan strategis nasional.

Jembatan Selat Sunda (JSS) yang diperkirakan menelan biaya 170 triliun rupiah merupakan mega proyek yang diharapkan menjadi salah satu landmark di Indonesia. Jembatan ini dimaksudkan sebagai penghubung infrastruktur pulau Sumatera dengan Jawa sehingga ekonomi kedua pulau dapat lebih berintegrasi. Jembatan prestisius ini akan semakin mengukuhkan pola dyad Jawa dan Sumatera yang semakin kuat, terutama penguatan perdagangan inter-regional diantara keduanya. Jembatan selat sunda akan membangkitkan dampak kewilayahan yang berbeda yaitu sektor berorientasi ekspor (export’s oriented sectors) yang akan mereduksi biaya transportasi (transportation cost), dan selanjutnya akan memperbaiki tingkat keuntungan serta meningkatnya kemampuan menjual pada pasar luar (external market).

Jembatan selat sunda akan mengurangi waktu tempuh perjalanan (travel time) dan mereduksi biaya perjalanan (travel cost) yang mungkin menyebabkan keuntungan pengguna utama (primary user benefit) lebih signifikan dibandingkan keuntungan tidak langsung (indirect benefit). Banyak dampak sosial yang terjadi


(32)

apabila selesai dibangun. Konsentrasi penduduk yang selama ini berpusat di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten akan berpindah, atau berinvestasi ke Lampung, menjadikannya sebagai faktor pendorong Jawa. Hal ini menyebabkan tumbuhnya

realestatdengan cepat yang berdampak kenaikan harga tanah. Juga terjadi

perambahan lahan kosong yang tidak terkontrol dan sangat berpotensi merusak lingkungan. Faktor lain yang perlu dicermati adalah Jawa sebagai penyedia input khususnya industri manufaktur akan lebih mudah pemasarannya ke Sumatera.

Terdapat fenomena menarik antara Jawa dan Sumatera yaitu perekonomian Sumatera dan Jawa akan lebih terintegrasi dengan adanya penyeberangan laut selat Sunda, namun terdapat kesenjangan (disparitas) pendapatan antara Sumatera dan Jawa. Secara teori kesenjangan ekonomi antar wilayah semakin mengecil apabila perekonomian kedua wilayah tersebut sudah terintegrasi dengan baik.

Pembangunan jalan merupakan faktor penting dalam pengembangan perekonomian regional dan nasional. Kondisi jalan yang baik menyebabkan produksi dan distribusi barang dan jasa lebih efisien. Prasarana jalan berdampak positif dalam skala ekonomi (scale of economy), spesialisasi dan reduksi biaya. Banyak keuntungan ekonomi diperoleh dari sistem prasarana jalan terkait dengan pendapatan, aksessibilitas, lapangan kerja saat konstruksi jalan, reduksi biaya transportasi, penghematan biaya, waktu dan meningkatkan produktifitas industri (Weiss and Figura, 2003). Hubungan investasi jalan dengan pembangunan ekonomi berkembang dari sekedar pengertian pergerakan suatu objek dari satu lokasi ke lokasi lain dalam struktur ruang dan waktu (Haskins, 2002).

Menurut Weiss dan Figura (2003), perbaikan prasarana jalan menyebabkan pembangunan ekonomi melalui beberapa cara yaitu:


(33)

9

1. Sebagai penghubung utama (key link) dalam menyediakan koridor wilayah yang kompetitif untuk pertumbuhan.

2. Menyediakan aliran perdagangan lebih efisien melalui wilayah.

3. Memfasilitasi orang mendapatkan pekerjaan baru dan jasa yang akan

berkembang sepanjang koridor.

4. Pengembangan industri dan komersial.

5. Membuka akses lokal untuk merangsang pembangunan bisnis retail. 6. Promosi pengembangan turisme dan rekresasi.

7. Meningkatkan aliran barang dan jasa di wilayah perdagangan sub-regional. 8. Memperkuat dan diversifikasi ekonomi lokal.

9. Mendukung inisiatif bisnis yang baru.

Di samping berbagai permasalahan yang terkait dengan prasarana jalan, tidak dapat dipungkiri bahwa jalan memberikan kontribusi terhadap pembangunan/pertumbuhan ekonomi melalui penyerapan lapangan kerja, berkurangnya biaya operasional kendaraan akibat baiknya pelayanan jalan. Beberapa studi mencoba mengukur hubungan antara pertumbuhan ekonomi/ GDP dengan pembangunan prasarana transportasi. Secara umum, perubahan dalam output ekonomi di asumsikan memiliki kaitan yang dekat dengan perubahan dalam faktor input mencakup kapital (modal), labour dan infrastruktur transportasi. Elastisitas yang diperoleh dari penelitian terdahulu berkisar antara 0 sampai dengan 0.7.

Banister and Berechman (2001) meneliti investasi dari sistem transportasi yang memicu pertumbuhan pada tingkat lokal maupun regional. Fokus penelitian bukan hanya meneliti keuntungan transportasi seperti penghematan nilai waktu


(34)

Pada masa orde baru, ekonomi Indonesia tumbuh pesat dalam 1 dekade terakhir. Pasca krisis moneter tahun 1998, perekonomian Indonesia turun 13.4 persen setelah sebelumnya tahun 1995 mengalami pertumbuhan yang paling besar dalam sejarah Indonesia yaitu 8.22 persen, yang diperoleh terutama dari kenaikan komsumsi dan booming investasi asing karena stabilitas keamanan negara lebih terjamin. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2000 sebesar 4.86 persen lebih tinggi dari estimasi Bank Indonesia yaitu 3 sampai 4 persen. Pada tahun 2001, ekonomi Indonesia tumbuh 3.45 persen, tahun 2002 tumbuh 3.7 persen, tahun 2003 sebesar 4.1 persen, tahun 2004 sebesar 4.8 persen dan tahun 2005 sebesar 5.6 persen. Pertumbuhan ekonomi pasca krisis ini belum dapat mengimbangi pertumbuhan rata-rata sebelum krisis sebesar 7 persen (BPS, 2007).

Perekonomian Indonesia tahun 2005 mengalami pertumbuhan 5.60 persen dibanding tahun 2004. Nilai PDB atas dasar harga konstan tahun 2005 mencapai Rp 1 749.5 triliun, sedangkan tahun 2004 sebesar Rp 1 656.8 triliun. Bila dilihat berdasar harga yang berlaku, PDB tahun 2005 naik Rp 468 triliun dari Rp 2 261.7 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 2 729.7 triliun tahun 2005. Pertumbuhan paling tinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 12.97 persen, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran 8.59 persen. Sektor bangunan/ konstruksi berada di urutan ketiga dengan pertumbuhan 7.34 persen.

Data PDB tahun 2005 menurut sektor atas dasar harga berlaku menunjukkan dominasi peranan tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan mempunyai peranan sebesar 57.20 persen pada tahun 2005. Sektor industri pengolahan memberi kontribusi sebesar 28.05 persen, sektor perdagangan, hotel, restoran 15.74 persen, dan sektor pertanian 13.41 persen.


(35)

11

Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto per Kapita Tahun 2005 di Indonesia

(Rp. milyar)

Provinsi

Atas Dasar harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan

Dengan Migas Tanpa Migas Dengan Migas Tanpa Migas

1. Aceh 12 679 7 752 8 384 5 305

2. Sumatera Utara 10 995 10 910 7 060 7 007

3. Sumatera Barat 9 784 9 784 6 386 6 386

4. Riau 30 356 17 264 17 314 7 318

5. Jambi 8 531 6 982 4 788 4 197

6. Sumatera Selatan 12 021 7 774 7 318 5 355

7. Bengkulu na 6 460 4 027 4 027

8. Lampung 5 598 5 461 4 121 4 042

9. Kep. Bangka Belitung 12 830 12 234 7 883 7 578

10. Kepulauan Riau 32 149 29 348 23 831 22 418

11. DKI Jakarta na na na na

12. Jawa Barat 9 941 9 465 6 308 6 080

13. Jawa Tengah 7 331 6 293 4 473 4 177

14. DI Yogyakarta 7 551 7 551 5 066 5 066

15. Jawa Timur 11 114 11 090 7 064 7 046

16. Banten 9 372 9 372 6 436 6 436

Sumber: Badan Pusat Statistik, (2007)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencerminkan kondisi perekonomian pada masing-masing provinsi. Pada tahun 2005 ditemukan bahwa PDRB atas dasar harga konstan tanpa migas yang tertinggi di pulau Sumatera berada pada provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan Riau, sementara yang terendah berada pada provinsi Bengkulu dan Lampung. Untuk pulau Jawa, DKI Jaya dan Jawa Timur memperoleh PDRB terbesar. Data lengkap PDRB untuk Sumatera dan Jawa adalah seperti tabel 2.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia 4.5 persen tahun 2009. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan tahun 2009 mencapai 2 177.0 triliun rupiah, lebih tinggi daritahun 2008 dan 2007 masing-masing 2 082.3 triliun rupiah dan 1 964.3 triliun rupiah. Bila berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2009 naik 662.0 triliun rupiah, yaitu dari 4 951.4 triliun rupiah tahun 2008 menjadi 5 613.4 triliun rupiahtahun 2009. Pertumbuhan PDB tanpa migas 4,9 persen tahun 2009, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB totalsebesar 4.5 persen


(36)

(BPS, 2010). Takeda dan Nakata (1998) menggunakan variasi data PDB perkapita dengan dan tanpa minyak gas pada 27 provinsi di Indonesia. Hasilnya menunjukkan kesenjangan pendapatan/PDB dengan minyak gas secara konsisten menurun, namun PDB perkapita tanpa

Kajian tentang dampak pembangunan jalan terhadap perekonomian khususnya di luar negeri banyak dilakukan dengan berbagai metode analisis, diantaranyaekonometrika, metode Input-Output, Social Accounting Matrix (SAM) ataupun Computable General Equilibrium (CGE). SAM sebagai alat bantu analisis sosial dan ekonomi banyak diaplikasikan pada banyak negara khususnya negara berkembang. Susilowati et al. (2007) menggunakan SAM untuk menganalisis dampak kebijakan ekonomi di sektor agroindustri terhadap kemiskinan dan distribusi pendapatan rumah tangga. Analisis dilakukan dengan disagregasi SAM kedalam agroindustri makanan dan non-makanan. Seiring dengan perjalanan waktu, penggunaan SAM di Indonesia lebih lanjut digunakan untuk menganalisis interaksi ekonomi antarwilayah, dan kemudian dikembangkan

Inter-regional Social Accounting Matrix (IRSAM). Beberapa studi di Indonesia

seperti Hadi (2001) dan Achyar et al.(2003) menggunakan model IRSAM untuk meneliti disparitas ekonomi antar wilayah dengan membagai Indonesia menjadi 2 wilayah yaitu Indonesia belahan Barat dan Timur. Rachman dan Utama (2003) menggunakan model IRSAM untuk menganalisis dampak desentralisasi fiskal di Indonesia dengan membagi Indonesia menjadi dua wilayah makro yaitu Jawa dan luar Jawa.

minyak gas menyebabkan disparitas cenderung melebar yang disebabkan fluktuasi harga miyak dan gas.


(37)

13

Finn et al. (2003) meneliti pertumbuhan ekonomiyang pesat di negara Vietnam setelah melakukan reformasi ekonomi tahun 1986. Penelitian dengan

Social Accounting Matrix (SAM) menunjukkan bahwa ekonomi Vietnam sangat

bergantung pada sektor primer dengan sektor pertanian sangat berpotensi untuk dikembangkan. Kebutuhan yang krusial adalah pengembangan sumberdaya manusia yang berkelanjutan, dan transformasi pengetahuandari masyarakat internasional melalui pelatihan dan pengembangan kapasitas (capacity building).

Kementerian Pekerjan Umummenggunakan sistem analisis penanganan jalan yang disebut Integrated Indonesia Road Management System (IIRMS) untuk jalan antarkota sebagai alat programming dan budgetting dalam menentukan prioritas penanganan jalan khususnya jalan Nasional. Salah satu modul IIRMS adalah Network Analysis Module (NAM) yang hasilnya digunakan sebagai input data dalam Strategic Expenditure Planning Mode (SEPM) (Departemen Kimpraswil, 2000). Parameter yang digunakan untuk NAM lebih bersifat teknis karena membutuhkan data roughness (kekasaran permukaan jalan) dan volume lalu lintas (traffic volume). Net Present Value (NPV) dihitung menggunakan

economic discount rate yang berlaku. Seluruh biaya (cost) di update ke tahun

awal berdasarkan faktor inflasi. Keluaran akhir dari SEPM adalah budget

allocation untuk penanganan (treatment) yang efisien untuk masing-masing ruas

jalan berdasarkan parameter ekonomi dalam bentuk NPV. Strategic Expenditure

Planning Mode (SEPM) pada dasarnya menggambarkan kelayakan penanganan

jalan tersebut. Dampak terhadap sosial dan perekonomian seperti pertumbuhan, output, lapangan kerja, pendapatan dan distribusi pendapatan yang akan terjadi tidak tergambarkan dari keluaran program Strategic Expenditure Planning Mode.


(38)

Pembangunan dan perbaikanjalan terutama di negara maju merupakan

policy analysis dan dilaksanakan berdasarkan dampak ekonomi yang diperdiksi

akan terjadi. Salah satu model simulasi ekonomi regional yang digunakan untuk memperkirakan dampak pembangunan infrastruktur di Amerika Serikat adalah REMI (Regional Economic Models Incorporated) yang bekerja dengan basis ekonometrika. Model tersebut diaplikasikan Departemen Transportasi (DT) dan Metropolitan Planning Office (MPO) (Weisbrod, 1997).

1.2. Perumusan Masalah

Pulau Jawa-Bali dan Sumatera dipandang sebagai barometer perekonomian Indonesia yang membutuhkan mobilitas cepat. Berbagai moda transportasi cukup tersedia mencakup moda transportasi udara, laut dan darat, namun transportasi jalan memiliki mobilitas yang paling memadai karena dukungan jaringan jalan yang menjangkau pelosok desa.

Pembangunan/pemeliharaan infrastruktur jalan di Jawa-Bali dan Sumatera mempengaruhi perekonomian regional pulau Jawa-Bali dan Sumatera, dan diluar kedua wilayah tersebut. Pembangunan/pemeliharaan infrastruktur jalan yang dilakukan secara simultan dapat berdampak lebih baik/saling menguatkan

(enforcement) atau bahkan lebih buruk dan saling melemahkan terhadap ekonomi

masing-masing wilayah. Suntikan dana penanganan jalan yang besar kepada suatu wilayah belum tentu memberikan stimulus ekonomi yang lebih besar pada wilayah tersebut, misalnya pemberian dana pembangunan atau perbaikan jalan di Sumatera bisa saja memberikan dampak ekonomi yang lebih besar di pulau Jawa-Bali atau sebaliknya, mengingat dampak serap balik (backwash effect) dan dampak sebar (spread effect) yang terjadi.


(39)

15

Alim (2006) menggunakan model IRSAM Jawa-Sumatera tahun 2002 (SAMIJASUM, 2002) dalam menganalisis keterkaitan dan kesenjangan ekonomi

intra dan inter-regional Jawa dan Sumatera. Penelitian tersebut menunjukkan efek

sebar yang ditimbulkan sektor produksi apapun di Jawa ke Sumatera selalu lebih kecil dari efek serap balik, artinya efek sebar oleh perekonomian Sumatera ke Jawa lebih besar daripada efek serap baliknya, yang berarti perekonomian Jawa sangat sensitif terhadap perekonomian Sumatera namun perekonomian Sumatera relatif kurang sensitif terhadap ekonomi Jawa. Hal ini menunjukkan kemajuan ekonomi Sumatera memberi efek multiplier perekonomian yang besar ke Jawa, Sebaliknya kemajuan ekonomi Jawa memberi dampak multiplier yang kecil pada perekonomian Sumatera.Lebih jauh penelitian Alim menyebutkan stimulus ekonomi pada berbagai sektor di Sumatera berdampak pada kenaikan total output lebih tinggi dan terdistribusi secara lebih merata (berimbang) dibandingkan Jawa.

Fenomena hasil penelitiaan dampak serap balik dan dampak sebar tersebut mungkin terjadi disebabkan oleh industri di Jawa lebih cepat tumbuh daripada Sumatera dan faktor populasi penduduk di Jawa sebagai pemasaran produksi juga lebih banyak, mengingat populasi penduduk di Jawa sebesar 58.8 persen dan Sumatera hanya sebesar 21.0 persen dari seluruh penduduk Indonesia (BPS, 2009). Faktor lain mungkin disebabkan oleh prasarana jalan di Jawa jauh lebih baik kualitasnya dibandingkan Sumatera, baik jalan nasional sebagai backbone, maupun jalan provinsi dan jalan kabupaten sebagai feeder road. Fenomena kualitas jalan di Jawa yang lebih baik daripada Sumatera menyebabkan industri tumbuh lebih cepat dan production cost dapat ditekan lebih rendah sebagai dampak menurunnya biaya operasional kendaraan. Feeder road yang relatif


(40)

kurang baik di Sumatera terutama disebabkan kurangnya dukungan anggaran penanganan jalan oleh pemerintah daerah, serta defisiensi pelaksanaan konstruksi.

Hasil penelitian Alim (2006) merupakan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini dengan menggunakan jalan nasional, sebagai bagian dari sektor konstruksi. Sebagai salah satu komponen infrastruktur, peran dan kontribusi prasarana jalan perlu diteliti terhadap hasil penelitian Alim (2006) tersebut, juga perlu diketahui apakah jalan nasional sebagai dapat sebagai penyeimbang ekonomi Sumatera dan Jawa.

Sebagaimana disebut sebelumnya, jalan merupakan infrastruktur yang vital dalam mendukung mobilitas yang lebih cepat. Keterkaitan dan sensitivitas industri terhadap pembangunan jalan merupakan kajian yang menarik, demikian juga dampak prasarana jalan terhadap output sektoral dan pendapatan rumahtangga.

Penelitian ini akan mengkaji dampak ekonomi Jawa-Bali dan Sumatera dengan adanya prasarana jalan nasional, khususnya menguji hasil analisis Alim (2006) yang terkait dengan backwash effect dan spread effect. Secara lebih spesifik permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

1. Infrastruktur jalan nasional memiliki kaitan erat dengan sektor lain dalam struktur perekonomian. Analisis daya penyebaran (keterkaitan ke belakang) serta sensitivitas (keterkaitan ke depan) prasarana jalan terhadap peningkatan output sektoral serta institusi seperti rumahtangga dibutuhkan bagi rencana penanganan jalan di wilayah Sumatera dan Jawa-Bali.

2. Prasarana jalan nasional di suatu wilayah (Sumatera) selain berdampak pada wilayah sendiri (self generated) juga terhadap wilayah lain (Jawa-Bali) sebagai limpahan (spill-over) melalui multiplier effect (efek pengganda).


(41)

17

Perlu dikaji dampak terhadap output sektoral, value added (nilai tambah) serta pendapatan rumahtangga.

3. Strategi distribusi alokasi dana yang tepat dibutuhkan agar investasi jalan nasional di Sumatera dan Jawa-Bali tepat sasaran. Hal ini dilakukan melalui simulasi injeksi (shock) prasarana jalan nasional dengan menggunakan alokasi dana yang sebenarnya (riil) untuk mengetahui dampak terhadap output sektoral dan distribusi pendapatan rumahtangga dalam kaitannya dengan kesenjangan ekonomi.

4. Perlu analisis backwash effect dan spread effect dengan injeksi prasarana jalan dari Sumatera terhadap Jawa-Bali dan sebaliknya.

5. Pengkajian kontribusi infrastruktur jalan nasional terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera dan Jawa-Bali tahun 2008 sampai 2010 dibutuhkan untuk strategi angaran diantara kedua pulau.

1.3. Tujuan Penelitian

Peran transportasi jalan dirasakan langsung oleh pengusaha dan masyarakat. Bagi pengusaha angkutan dan pengguna langsung, biaya transport yang lebih rendah dapat menyebabkan meningkatnya surplus produsen (producer surplus). Sementara bagi masyarakat, biaya transport yang rendah dapat meningkatkan kualifikasi tenaga kerja yang lebih baik (labour market), pasar yang lebih baik untuk barang dan jasa (product market), memberikan insentif tambahan bagiinvestasi di wilayah tertentu (growth effect) dan memberikan aksessibilitas lebih baik untuk tanah dan perumahan (land accessibility effect).


(42)

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, penulisan ini bertujuan: 1. Mengukur daya penyebaran dan sensitivitas prasarana jalan nasional terhadap sektoral dengan analisis keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkages) intra-regional maupun inter-regional

wilayah Sumatera dan Jawa-Bali.

2. Menganalisis dampak prasarana jalan nasional terhadap output dan peningkatan pendapatan rumahtangga di Sumatera dan Jawa-Bali

(intra-regional), serta menganalisis dampak limpahan (spill-over effect) Sumatera

ke Jawa-Bali dan sebaliknya(inter-regional) dengan dekomposisi multiplier. 3. Melakukan simulasi terhadap prasarana jalan nasional tahun 2008 sampai

tahun 2010 di Sumatera dan Jawa-Bali dengan beberapa skenario memakai data anggaran biaya sebenarnya (riil). Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak prasarana jalan terhadap output sektoral dan distribusi pendapatan rumahtangga dalam kaitannya dengan kesenjangan ekonomi.

4. Menganalisis peran jalan nasional terhadap backwash dan spread effect yang dikhawatirkan peneliti terdahulu (Alim, 2006) dari Sumatera ke Jawa-Bali dan sebaliknya.

5. Mengukur dampak jalan nasional pada wilayah Sumatera dan Jawa-Bali terhadap pertumbuhan ekonomi.

1.4. Manfaat Penelitian

Bagi pemerintah, dalam rangka memperlancar pergerakan arus orang, barang dan jasa, pemerintah dapat melakukan analisis sosial dan ekonomi sebagai dasar pengambilan kebijakan (policy analysis) serta pengaturan strategi alokasi anggaran dengan pilihan prioritas prasarana jalan atau moda transportasi lainnya.


(43)

19

Bagi peneliti dapat menganalisis dampak penanganan infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah, peningkatan pendapatan rumahtangga dan faktorial, dan sekaligus sebagai rekomendasi untuk para pengambil keputusan agar lebih selektif dalam memilih prioritas penanganan jalan.

Bagi masyarakatdapat menggunakan prasarana transportasi jalan yang lebih baik dengan biaya perjalanan lebih murah dan lebih cepat, dan dampak polusi yang rendah. Dengan semakin baiknya prasarana jalan dapat berimplikasi positif terhadap harga terutama bahan pokok yang lebih terjangkau akibat adanya penghematan biaya operasional kendaraan. Untuk masyarakat industri serta sektor produksi lainnya, strategi investasi jalan yang tepat akan lebih meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas karena lebih dimungkinkannya berproduksi pada skala ekonomi.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Sebagai public goods, pemerintah terlibat dan bertanggung jawab langsung dalam mempertahankan dan meningkatkan pelayanan infrastruktur jalan. Dana yang dikucurkan pemerintah untuk penanganan sektor jalan memiliki tendensi menaik setiap tahun. Bukti empiris menunjukkan peranan strategis infrastruktur jalan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional secara signifikan.

Jalan tol yang umumnya didanai melalui skema Public Private Patnership

(PPP) tidak dimasukkan dalam penulisan ini karena karakteristiknya yang berbeda dengan jalan umum. Jalan tol memperoleh benefit langsung dari pengguna jalan

(road user) dengan menerapkan road pricing/ road fund melalui tarif tol. Jalan

umum sebaliknya dibangun oleh Pemerintah dan revenue diperoleh secara tidak langsung melalui peningkatan output sektoral, peningkatan pendapatan.


(44)

Mengingat sulitnya mengumpulkan data pembiayaan jalan pada seluruh provinsi di Sumatera dan Jawa-Bali, serta data pembiayaan untuk jalan kabupaten/ kota, dalam tulisan ini dibatasi sumber pembiayaan jalan hanya untuk jalan nasional yang dibiayai pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum. Konstruksi jalan mempengaruhi perdagangan (trade) suatu wilayah dengan wilayah lain, antara pulau Sumatera dengan Jawa-Bali atau antara Indonesia dengan negara lain (perdagangan luar negeri) melalui ekspor impor. Dalam tulisan ini, dampak investasi prasarana transportasi jalan terhadap perdagangan luar negeri tidak dibahas secara spesifik. Pembahasan difokuskan pada dampak investasi jalan sebagai neraca kapital terhadap neraca endogen yang meliputi faktor produksi, institusi khususnya rumahtangga dan sektor-sektor produksi dimana di dalamnya terdapat sektor perdagangan, restoran dan hotel.

Kesenjangan ekonomi antarwilayah dapat ditimbulkan berbagai faktor, seperti kepemilikan sumberdaya alam (SDA) dan sumberdaya manusia (SDM) yang berbeda. Kesenjangan juga dapat diakibatkan dampak perbedaan kegiatan (aktivitas) ekonomi antarwilayah. Penelitian ini difokuskan pada aspek aktivitas ekonomi yang dibagi atas aktivitas produksi dan aktivitas komsumsi. Aktivitas produksi meliputi struktur ekonomi, keterkaitansektoral, dampak perubahan sektor terhadap output, serta pendapatan intra-regional dan inter-regional. Aktivitas komsumsi mencakup pengeluaran dan pendapatan rumahtangga.

Ruang lingkup penelitian adalah pulau Jawa-Bali dan Sumatera, yang merupakan representatif bagian barat Indonesia. Daerah lain di Indonesia dalam penelitian ini merupakanRest of Indonesia (ROI). Alat analisis yang digunakan adalah Inter-regional Social Accounting Matrix (IRSAM) yang memiliki beberapa


(45)

21

keterbatasan, diantaranya hanya dapat mengukur parameter ekonomi pada suatu waktu tertentu, biasanya dalam setahun dan tidak dapat menganalisis dampak perubahan pada waktu ke waktu.

Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan diasumsikan tidak ada perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi produksi, perubahan yang terjadi hanya berdasarkan guncangan output prasarana jalan, sementara faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus).


(1)

Lampiran 30. Structural Path Analysis Sektor Jalan dan Jembatan di Sumatera

terhadap Rumahtangga di Jawa-Bali

Asal Global Alur Direct Path Total % Cum TI/GI Jalur Effect Pengaruh Effect Mult Effect Global % %

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Konstruksi Jalan dan Jembatan (SP21)

0.080 SP21-SP49-TK27-RT30 0.001 1.887 0.002 2.7 2.7 2.50 SP21-SP51-TK28-RT30 0.001 1.578 0.002 2.8 5.5 2.50

0.109

SP21-TK2-RT33 0.001 1.405 0.001 1.4 1.4 0.92 SP21-SP44-TK27-RT33 0.001 2.032 0.003 2.7 4.0 2.75

SP21-SP49-TK27-RT33 0.001 1.887 0.003 2.8 6.8 2.75

SP21-SP51-TK27-RT33 0.001 1.794 0.002 2.0 8.8 1.83 SP21-SP51-TK28-RT33 0.001 1.621 0.003 2.8 11.6 2.75 0.084

SP21-TK2-RT34 0.001 1.313 0.001 1.7 1.7 1.19 SP21-SP44-TK27-RT34 0.001 2.001 0.002 2.6 4.3 2.38 SP21-SP49-TK27-RT34 0.001 1.862 0.002 2.8 7.1 2.38 SP21-SP51-TK28-RT34 0.002 1.551 0.002 2.9 10.0 2.38

Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah)

Lampiran 31. Structural Path Analysis Sektor Jalan dan Jembatan di Jawa-Bali

terhadap Rumahtangga di Jawa-Bali

Asal Global Alur Direct Total TI/GI

Jalur Effect Pengaruh Effect Effect (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Konstruksi Jalan dan Jembatan (SP47)

0.285

SP47-TK27-RT33 0.074 0.118 41.40 SP47-TK28-RT33 0.024 0.035 12.28 SP47-SP44-TK27-RT33 0.003 0.006 2.11 SP47-SP49-TK27-RT33 0.008 0.015 5.26 SP47-SP51-TK28-RT33 0.003 0.006 2.11

0219

SP47-TK27-RT34 0.057 0.090 41.10 SP47-TK28-RT34 0.021 0.029 13.24 SP47-SP44-TK27-RT34 0.002 0.005 2.28 SP47-SP49-TK27-RT34 0.006 0.012 5.48 SP47-SP51-TK28-RT34 0.003 0.005 2.28 0.208

SP47-TK27-RT30 0.051 0.081 38.94 SP47-TK28-RT30 0.019 0.026 12.50 SP47-SP49-TK27-RT30 0.006 0.011 5.29


(2)

Lampiran 32. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Output Sektoral di Sumatera Tahun 2008

(miliar Rp.) Sektor Produksi

Dampak Skenaro

1

Skenario 2

Skenario 3

Skenario 4

Skenario 5

Petanian tnaman pangan dan tanaman lainnya 88.40 64.77 153.17 254.65 99.22 Peternakan dan perikanan 54.88 30.86 85.74 158.09 47.27 Kehutanan dan perburuan 35.86 14.85 50.71 103.31 22.74 Pertambangan dan penggalian lainnya 58.96 50.81 146.27 275.01 77.83 Industri makanan, minuman dan tembakau 154.03 101.19 255.23 443.73 155.00 Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 5.70 2.71 8.42 16.43 4.16 Industri kayu dan barang dari kayu 37.78 4.43 42.22 108.84 6.79 Industri kertas, percetakan, alat angkutan,

barang dari logam dan industri lainnya 159.92 38.31 198.23 460.70 58.68 Industri kimia pupuk, hsl dr tnh liat dan smn 200.78 49.40 250.18 578.40 75.67 Listrik. gas dan air minum 25.44 6.17 31.61 73.28 9.46 Konstruksi jalan dan jembatan 1 142.99 1.41 1 144.40 3 292.70 2.17 Konstruksi non jalan dan jembatan 34.95 3.06 38.01 100.69 4.69 Perdagangan, restoran dan hotel 238.22 56.52 294.74 686.27 86.57 Transportasi dan komunikasi 149.65 46.13 195.78 431.12 70.66 Bank dan asuransi 63.57 15.73 118.67 296.54 24.09 Jasa pemerintahan dan jasa lainnya 88.38 26.64 110.51 254.61 33.88

Total Sumatera 2 539.51 513.02 3 123.89 7 534.37 778.87

Sumber : IRSAMJASUM 2007 (diolah)

Lampiran 33. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Output Sektoral di Jawa-Bali Tahun 2008

(miliar Rp.)

Sektor Produksi

Dampak Skenario

1

Skenario 2

Skenario 3

Skenario 4

Skenario 5

Pertanian tanaman pangan dan tnman lainnya 67.06 195.43 262.50 193.19 299.34 Peternakan dan perikanan 27.77 101.12 128.89 80.01 154.89 Kehutanan dan perburuan 2.64 8.27 10.91 7.60 12.66 Pertambangan dan penggalian lainnya 10.39 43.79 54.18 29.93 67.07 Industri makanan, minuman dan tembakau 188.51 529.87 718.38 543.05 811.60 Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 52.13 102.41 154.54 150.17 156.87 Industri kayu dan barang dari kayu 10.61 82.30 92.91 30.57 126.05 Industri kertas, percetakan, alat angkutan,

barang dari logan dan industri lainnya 173.63 481.06 654.68 500.18 736.83 Indusri kimia pupuk, hasil dari tnah liat dn 112.93 287.75 400.68 325.31 440.75 Listrik. gas dan air minum 28.01 112.85 140.85 80.68 172.85 Konstruksi jalan dan jembatan 2.12 2 148.63 2 150.74 6.11 3 291.03 Konstruksi non jalan dan jembatan 7.07 52.97 60.04 20.38 81.13 Perdagangan, restoran dan hotel 215.74 811.16 1026.89 621.49 1242.44 Transportasi dan komunikasi 7.43 369,.40 456.83 251.86 565.81 Bank dan asuransi 130.43 334.42 464.85 375.74 512.23 Jasa pemerintahan dan jasa lainnya 56.28 221.68 277.95 162.12 339.54

Total Jawa-Bali 1 172.73 5 883.10 7 055.83 3 378.40 9.011.10

Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah)


(3)

Lampiran 34. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Output Sektoral di Sumatera Tahun 2009

(miliar Rp.)

Sektor Produksi

Dampak Skenario

1

Skenario 2

Skenario 3

Skenario 4

Skenario 5

Prtanian tnmn pangan dn tnmn lainnya 111.70 71.58 183.28 295.43 115.10 Peternakan dan perikanan 69.34 34.10 103.45 183.40 54.84 Kehutanan dan perburuan 45.31 16.41 61.72 119.85 26.39 Pertambangan dan penggalian lainnya 120.63 56.15 176.78 319.05 90.29 Industri makanan, minuman dan tembakau 194.63 111.83 306.47 514.79 179.82 Industri pmintalan, tkstil, pakaian dan kulit 7.21 3.00 10.20 19.06 4.82 Industri kayu dan barang dari kayu 47.74 4.90 52.64 126.27 7.88 Industri kertas, percetakan, alat angkutan,

barang dari logam dan industri lainnya 202.08 42.34 244.42 534.48 68.08 Industri kmia pupuk, hsl dr tnah liat dn smn 253.70 54.59 308.30 671.02 87.78 Listrik. gas dan air minum 32.14 6.82 38.96 85.01 10.97 Konstruksi jalan dan jembatan 1 444.28 1.56 1 445.84 3 820.00 2.51 Konstruksi non jalan dan jembatan 44.17 3.38 47.55 116.82 5.44 Perdagangan, restoran dan hotel 301.02 62.46 363.48 796.17 100.43 Transportasi dan komunikasi 189.10 50.98 240.08 500.16 81.98 Bank dan asuransi 130.07 17.38 147.45 344.03 27.95 Jasa pemerintahan dan jasa lainnya 111.68 24.45 136.13 295.39 39.31

Total Sumatera 3 304.80 561.96 3 866.76 8 740.94 903.59

Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah)

Lampiran 35. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Output Sektoral di Jawa-Bali Tahun 2009

(miliar Rp.)

Sektor Produksi

Dampak Skenario

1

Skenario 2

Skenario 3

Skenario 4

Skenario 5

Prtanian tnaman pangan dn tanamn lainnya 84.74 215.98 183.28 224.13 347.28 Peternakan dan perikanan 35.09 111.75 103.45 92.82 179.69 Kehutanan dan perburuan 3.34 9.13 61.72 8.82 14.69 Pertambangan dan penggalian lainnya 13.13 48.39 176.78 34.72 77.81 Industri makanan, minuman dan tembakau 238.20 585.58 306.47 630.02 941.58 Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 65.87 113.18 10.20 174.22 181.99 Industri kayu dan barang dari kayu 13.41 90.95 52.64 35.47 146.24 Industri kertas, percetakan, alat angkutan, 219.39 531.63 244.42 580.28 854.83 Indusri kimia ppk, hsl dari tnh liat dn smn 142.69 318.00 308.30 377.41 511.33 Listrik. gas dan air minum 35.39 124.71 168.87 91.79 200.53 Konstruksi jalan dan jembatan 2.68 2.374.51 1445.84 7.08 3818.07 Konstruksi non jalan dan jembatan 8.94 58.54 47.55 23.64 94.13 Perdagangan, restoran dan hotel 272.60 896.43 363.48 721.02 1441.41 Transportasi dan komunikasi 110.47 408.24 240.08 292.19 656.42 Bank dan asuransi 164.81 369.58 147.45 435.92 594.26 Jasa pemerintahan dan jasa lainnya 71.11 244.98 136.13 188.09 393.91

Total Jawa-Bali 1 481.87 6 501.59 3 996.67 3 917.61 10 454.16

Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah)


(4)

Lampiran 36. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Output Sektoral di Sumatera Tahun 2010

(miliar Rp.)

Sektor Produksi

Dampak Skenario

1

Skenario 2

Skenario 3

Skenario 4

Skenario 5

Prtanian tnmn pangan dn tanaman lainnya 104.65 75.26 179.91 297.82 116.04 Peternakan dan perikanan 64.96 35.86 100.82 184.89 55.28 Kehutanan dan perburuan 42.45 17.25 59.71 120.82 26.60 Pertambangan dan penggalian lainnya 113.01 59.04 172.05 321.63 91.02 Industri makanan. minuman dan tembakau 182.35 117.58 299.93 518.96 181.28 Industri pmintalan, tekstil, pakaian dan kult 6.75 3.15 9.90 19.21 4.86 Industri kayu dan barang dari kayu 44.73 7.86 49.88 175.47 7.94 Industri kertas, percetakan, alat angkutan,

barang dari logam dan industri lainnya 189.32 44.52 233.84 538.81 68.63 Industri kmia ppuk, hsl dr tnah liat dn smn 237.69 57.40 295.09 676.46 88.49 Listrik. gas dan air minum 30.11 7.17 37.28 85.70 11.05 Konstruksi jalan dan jembatan 1 353.12 1.64 1 354.76 3 850.94 2.53 Konstruksi non jalan dan jembatan 41.38 3.56 44.94 117.76 5.48 Perdagangan, restoran dan hotel 282.02 65.67 347.69 802.62 101.25 Transportasi dan komunikasi 177.17 53.60 230.77 504.21 82.64 Bank dan asuransi 121.86 18.28 140.14 346.82 28.18 Jasa pemerintahan dan jasa lainnya 104.63 25.70 130.34 297.78 39.63

Total Sumatera 3 096.21 593.54 3 687.05 8 859.90 910.91

Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah)

Lampiran 37. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Output Sektoral di Jawa-Bali Tahun 2010

(miliar Rp.)

Sektor Produksi

Dampak Skenario

1

Skenario 2

Skenario 3

Skenario 4

Skenario 5

Prtanian tnman pngan dn tnman lainnya 79.39 227.08 306.47 225.94 350.09 Peternakan dan perikanan 32.88 117.50 150.37 93.57 181.15 Kehutanan dan perburuan 3.12 9.60 12.73 8.89 14.81 Pertambangan dan penggalian lainnya 12.30 50.88 63.18 35.00 78.44 Industri makanan, minuman dan tembakau 223.16 615.68 838.84 635.12 949.20 Industri pemintalan, tkstil, pakaian dan kult 61.71 119.00 180.71 175.63 183.46 Industri kayu dan barang dari kayu 12.56 95.62 108.19 35.76 147.42 Industri kertas, percetakan, alat angkutan, 205.55 558.96 764.50 584.98 861.75 Indusri kimia pupuk, hsl dr tnh liat dn smn 133.69 334.35 468.03 380.47 515.47 Listrik. gas dan air minum 33.16 131.12 164.28 94.36 202.15 Konstruksi jalan dan jembatan 2.51 2 496.55 2499.06 7.14 3 848.98 Konstruksi non jalan dan jembatan 8.37 61.55 69.92 23.83 94.89 Perdagangan, restoran dan hotel 255.40 942.51 1197.90 726.85 1453.08 Transportasi dan komunikasi 103.50 429.22 532.72 294.56 661.73 Bank dan asuransi 154.41 388.57 542.98 439.45 599.07 Jasa pemerintahan dan jasa lainnya 66.62 257.57 324.20 189.61 397.10

Total Jawa-Bali 1 388.34 6 835.74 8 224.07 3 951.16 10 538.81

Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah)


(5)

Lampiran 38. Dampak Kenaikan Investasi sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Distribusi Pendapatan Institusi/ Rumahtangga Tahun 2008

(miliar Rp)

Institusi Dampak

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5 Sumatera

Buruh tani 25.52 6.82 32.33 73.51 10.44 Pengusaha tani 113.32 28.47 141.79 326.44 43.61 Pengusaha Gol.Rendah di desa 199.62 49.63 249.25 575.06 76.02 Pengusaha Gol. Atas di desa 128.70 32.69 161.39 370.77 50.06 Pengusaha Gol.Rendah di kota 131.58 33.01 164.59 379.06 50.57 Pengusaha Gol. Atas di kota 94.89 23.65 118.54 273.35 36.22 Perusahaan 377.82 368.68 746.50 1 088.42 564.71 Pemerintah Daerah 145.60 38.18 183.78 419.44 58.49

Total Sumatera 1 217.05 581.13 1 798.18 3 506.05 890.12 Jawa-Bali

Buruh tani 26.65 128.46 155.11 76.77 196.76 Pengusaha tani 90.92 444.39 535.30 261.91 680.66 Pengusaha Gol.Rendah di desa 62.42 299.11 361.53 179.82 458.15 Pengusaha Gol. Atas di desa 35.34 168.79 204.13 101.81 258.53 Pengusaha Gol.Rendah di kota 124.24 610.65 734.89 357.90 935.34 Pengusaha Gol. Atas di kota 95.99 468.90 564.89 276.52 718.21 Perusahaan 185.88 753.36 939.25 535.49 1 153.92 Pemerintah Daerah 39.94 160.65 200.59 115.05 246.07

Total Jawa-Bali 661.37 3 034.32 3 695.69 1 905.27 4 647.64

Sumber : IRSAMJASUM 2007 (diolah)

Lampiran 39. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan terhadap

Distribusi Pendapatan Institusi/ Rumahtangga Tahun 2009

(miliar Rp.)

INSTITUSI Dampak

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5

Sumatera

Buruh tani 32.25 7.53 39.78 85.29 12.11 Pengusaha tani 143.19 31.47 174.65 378.72 50.60 Pengusaha Gol.Rendah di desa 252.24 54.85 307.09 667.15 88.19 Pengusaha Gol. Atas di desa 162.63 36.12 198.75 430.15 58.08 Pengusaha Gol.Rendah di kota 166.27 36.48 202.75 439.76 58.66 Pengusaha Gol. Atas di kota 119.90 26.14 146.03 317.12 42.02 Perusahaan 477.41 407.44 884.86 1 262.72 655.14 Pemerintah Daerah 183.98 42.20 226.18 486.61 67.85 Total Sumatera 1 537.86 642.23 2.180.09 4 067.52 1 032.66

Jawa-Bali

Buruh tani 33.67 141.97 175.64 89.07 228.27 Pengusaha tani 114.88 491.10 605.99 303.85 789.67 Pengusaha Gol.Rendah di desa 78.87 330.56 409.43 208.61 531.52 Pengusaha Gol. Atas di desa 44.66 186.53 231.19 118.11 299.94 Pengusaha Gol.Rendah di kota 156.98 674.85 831.84 415.21 1 085.12 Pengusaha Gol. Atas di kota 121.29 518.19 639.49 320.81 833.23 Perusahaan 234.88 832.57 1 067.45 621.25 1 338.71 Pemerintah Daerah 50.46 177.54 228.00 133.47 285.47

Total Jawa-Bali 835.71 3 353.32 4 189.03 2 210.39 5 391.93

Sumber : IRSAMJASUM 2007 (diolah)


(6)

Lampiran 40. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Jalan dan Jembatan

terhadap Distribusi Pendapatan Institusi/ Rumahtangga

Tahun 2010

(miliar Rp.)

Institusi Dampak

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5

Sumatera

Buruh tani 30.21 7.92 38.13 85.98 12.21 Pengusaha tani 134.15 33.08 167.23 381.78 51.01 Pngusaha Gol.Rendah di desa 236.32 57.67 293.98 672.56 88.90 Pengusaha Gol. Atas di desa 152.37 37.98 190.34 433.63 58.55 Pengusaha Gol.Rendah di kota 155.77 38.36 194.13 443.32 59.14 Pengusaha Gol. Atas di kota 112.33 27.48 139.81 319.69 42.36

Rata-rata Sumatera 1 440.79 675.23 2 116.03 4 100.45 1 041.02

Jawa-Bali

Buruh tani 31.55 149.26 180.81 89.79 230.12 Pengusaha tani 107.63 516.34 623.98 306.31 796.06 Pngusaha Gol.Rendah di desa 73.90 347.55 421.44 210.30 535.82 Pengusaha Gol. Atas di desa 41.84 196.12 237.96 119.07 302.36 Pengusaha Gol.Rendah di kota 147.08 709.54 856.61 418.57 1 093.91 Pengusaha Gol. Atas di kota 113.64 544.83 658.46 323.40 839.97

Rata-rata Jawa-Bali 782.96 3 525.66 4.308.62 2 228.28 5 435.59

Sumber : IRSAMJASUM 2007 (diolah)

Lampiran 41. Indek Multiplier Pendapatan Rumahtangga Atas Dasar Basis

Terkecil

Institusi Indek Multiplier Pendapatan Rumahtangga

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5

Sumatera

Buruh tani 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 Pengusaha tani 4.44 4.17 4.39 4.44 4.17 Pngusaha Gol.Rendah di desa 7.82 7.28 7.71 7.82 7.28 Pengusaha Gol. Atas di desa 5.04 7.53 4.99 5.04 7.53 Pengusaha Gol.Rendah di kota 5.16 4.84 5.09 5.16 4.84 Pengusaha Gol. Atas di kota 3.72 3.47 3.67 3.72 3.47

Rata-rata Sumatera 4.53 4.72 4.48 4.53 4.72

Jawa-Bali

Buruh tani 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 Pengusaha tani 3.41 3.46 3.45 3.41 3.46 Pngusaha Gol.Rendah di desa 2.34 2.33 2.32 2.34 2.33 Pengusaha Gol. Atas di desa 1.33 1.31 1.32 1.33 1.31 Pengusaha Gol.Rendah di kota 4.66 4.75 4.74 4.66 4.75 Pengusaha Gol. Atas di kota 3.60 3.65 3.64 3.60 3.65

Rata-rata Jawa-Bali 2.72 2.75 2.74 2.72 2.75

Sumber : IRSAMJASUM 2007 (diolah)