Proses Pembuatan Biskuit Biskuit

10 menjadi lengket dan menempel pada cetakan, biskuit menjadi keras, dan rasanya akan terlalu manis. Jenis gula yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah sukrosa. Gula yang digunakan biasanya berbentuk gula halus atau gula pasir Matz dan Matz, 1978. d. Lemak Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit karena berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan tekstur produk yang renyah. Lemak juga berperan dalam pembentukan citarasa khas biskuit. Lemak alami yang banyak digunakan dalam pembuatan biskuit, antara lain adalah lard, butter, lemak sapi, minyak kedelai, dan minyak kelapa. Selain penggunaan lemak alami, lemak yang telah dimodifikasi, seperti hidrogenasi minyak dan interesterifikasi minyak juga bisa digunakan sebagai pengemulsi dalam pembuatan biskuit Matz dan Matz, 1978. e. Susu Fungsi susu dalam pembuatan biskuit adalah dalam pembentukan warna, flavor, bahan pengisi dan pengikat air. Susu bubuk lebih banyak digunakan karena lebih mudah penanganannya dan mempunyai daya simpan yang cukup lama. Susu dapat meningkatkan kandungan energi biskuit karena adanya lemak dan gula alami laktosa Matz dan Matz, 1978. f. Bahan pengembang Menurut Manley 1998, fungsi bahan pengembang leavening agent adalah untuk mengembangkan produk yang pada prinsipnya adalah menghasilkan gas karbondioksida. Bahan pengembang yang umumnya digunakan dalam pembuatan biskuit adalah baking powder dan soda kue sodium bikarbonat. Menurut Wheat Associates 1981 dalam Rieuwpassa 2005 fungsi baking powder adalah melepaskan gas hingga jenuh dengan gas CO 2 lalu dengan teratur melepaskan gas selama pemanggangan agar adonan mengembang sempurna, menjaga penyusutan, dan untuk menyeragamkan remah. Baking powder adalah bahan peragi hasil reaksi antara asam dan sodium bikarbonat. Asam yang biasanya digunakan adalah tartrat, fosfat, dan sulfat. Menurut Manley 2000, penggunaan ammonium bikarbonat baking powder ditemukan dalam 93 resep biskuit, dimana rata-rata digunakan sebesar 0.47 dan dengan rentang antara 0.04 sampai dengan 1.77, sedangkan sodium bikarbonat soda kue ditemukan dalam 96 resep biskuit dan rata-rata digunakan antara 0.18 sampai dengan 1.92. g. Air Dalam pembuatan roti dan kue, air mempunyai banyak fungsi, antara lain untuk mengontrol kepadatan dan suhu adonan, melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan bukan tepung secara seragam, membasahi dan mengembangkan pati serta menjadikannya dapat dicerna, dan memungkinkan terjadinya kegiatan enzim Anonim, 1981. Pedoman pembuatan roti dan kue. Djambatan, Jakarta.

2. Proses Pembuatan Biskuit

Menurut Sunaryo 1985, pembuatan biskuit terdiri dari persiapan bahan, pencampuran dan pengadukan, pembuatan lebar adonan, dan pemanggangan. Proses pembuatan biskuit secara umum dikategorikan dalam dua cara, yaitu metode krim dan metode all- in. Pada metode krim, gula dan lemak dicampur sampai terbentuk krim homogen. Selanjutkan dilakukan penambahan susu ke dalam 11 krim dan pencampurannya dilakukan secara singkat. Pada tahap akhir, tepung dan sisa air ditambahkan kemudian dilakukan pengadukan sampai terbentuk adonan yang cukup mengembang dan mudah dibentuk, sedangkan pada metode all- in semua bahan dicampur secara bersamaan. Metode ini lebih cepat namun adonan yang dihasilkan lebih padat dan keras daripada adonan pada metode krim Whiteley, 1971. Bahan baku biskuit yang digunakan dalam persiapan bahan harus bebas dari kotoran, batu, komponen mikroba, serangga, dan tikus. Setelah bahan siap, dilakukan pencampuran dilanjutkan dengan pengadukan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pencampuran adalah jumlah adonan, lama pencampuran, dan kecepatan pengadukan. Pengadukan yang berlebihan akan merusak susunan gluten dan akan membuat adonan menjadi panas, sehingga merusak tekstur biskuit serta menyebabkan retak pada permukaan biskuit saat pemanggangan. Sebaliknya, jika waktu pengadukan kurang, maka adonan akan kurang menyerap air sehingga adonan kurang elastis Sunaryo, 1985. Proses pembuatan biskuit dilakukan dengan cara mencampurkan bahan sehingga membentuk adonan, kemudian dicetak dan dipanggang dalam oven, sehingga menghasilkan biskuit. Skema pembuatan biskuit dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini. Gambar 2.1 Proses Pembuatan Biskuit Sunaryo, 1985 a. Persiapan Bahan Masing-masing bahan dalam tahap ini ditimbang atau diukur volumenya berdasarkan komposisi adonan. Bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: bebas dari kotoran, batu, komponen mikroba, serangga, tikus, dan standar mutu yang ditetapkan Sunaryo, 1985. b. Pencampuran atau Pengadukan Tujuan pencampuran atau pengadukan adalah untuk memperoleh adonan yang homogen dan menghasilkan pengembangan gluten yang diinginkan. Proses pencampuran dilakukan dengan alat mixing. Persiapan bahan Pencampuran pengadukan Pembentukan lembaran adonan Pencetakan Pemanggangan Pendinginan Pengemasan 12 Untuk mendapatkan adonan yang baik perlu memperhatikan waktu pengadukan sehingga tercapai pengembangan gluten yang optimal. Pengadukan yang berlebihan akan merusak susunan gluten dan akan membuat adonan menjadi panas sehingga merusak tekstur biskuit serta menyebabkan retak pada permukaan biskuit pada saat pemanggangan. Jika waktu pengadukan kurang, maka adonan akan kurang menyerap air, sehingga adonan kurang elastis dan lembaran adonan menjadi lebih mudah patah Sunaryo, 1985. Sunaryo 1985 membagi beberapa jenis adonan sesuai dengan jenis produk yang dikehendakinya, yaitu: 1. Adonan Pendek Adonan ini digunakan untuk membuat cookies. Pada adonan ini gluten tidak mengembang akibat shortening effect dari lemak, efek pelunakan gula, dan rendahnya kadar air sekitar 3. Adonan ini memiliki kadar gula tinggi sekitar 25 - 40 dan kadar lemak maksimal 15. 2. Adonan Keras Adonan keras digunakan untuk pembuatan biskuit. Pada adonan ini gluten mengembang sampai batas tertentu, karena kadar air yang ditambahkan tidak sebanyak pada adonan fermentasi. Selain terjadi pengembangan gluten, juga terjadi ikatan antara protein dan pati, larutnya gula, garam, pengembang, dan disperse lemak ke seluruh bagian adonan. Kandungan lemak pada adonan ini 15 dan gula 20. Proses pencampuran pada kedua adonan di atas adalah sebagai berikut: semua bahan kecuali tepung diaduk dengan mixer sampai tercampur halus, baru kemudian tepung dimasukkan untuk kemudian diaduk lagi bersama-sama. 3. Adonan Fermentasi Adonan fermentasi digunakan untuk pembuatan biskuit crackers. Pada adonan ini gluten mengembang penuh karena air yang ditambahkan memungkinkan terjadi pengembangan tersebut sebesar 30. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk akhir, penyusutan panjang setelah pencetakan dan pemanggangan. Biasanya produk akhir mempunyai sifat cryspinnes tertentu. Kadar gula adonan sangat rendah dengan kadar lemak 25 - 30. Segera setelah proses pencampuran adonan selesai, adonan harus digunakan maksimal 30 menit kemudian. Apabila adonan dibiarkan terlalu lama, adonan dapat menyerap air dari lingkungan, sehingga mempengaruhi pengembangan gluten, atau adonan menjadi keras karena terjadi penguapan air. c. Pembuatan Lembaran Adonan Pelempengan atau pembuatan lembaran adonan bertujuan untuk mengubah bentuk adonan deformasi dan menarik adonan secara mekanis. Pelempengan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah proses pencampuran, agar adonan dapat dibentuk menjadi lembaran pada saat pengembangan yang optimal. Pelempengan berlangsung secara berulang agar dihasilkan suatu lembaran adonan yang halus dan kompak Sunaryo, 1985. 13 d. Pencetakan Proses pencetakan bertujuan untuk memberi bentuk biskuit. Pada industri tepung dan biskuit, proses ini dapat dilakukan dengan alat reciprocating cutter atau wire cutter, tergantung dari jenis adonan biskuit Sunaryo, 1985. e. Pemanggangan Pemanggangan biskuit dilakukan dengan oven. Suhu dan waktu pemanggangan berlangsung antara 2,5 – 30 menit, tergantung suhu, jenis oven, dan biskuit yang dihasilkan. Perubahan yang terjadi selama pemanggangan biskuit adalah perubahan struktur, pengurangan kadar air, dan perubahan warna Sunaryo, 1985. f. Pendinginan dan Pengemasan Pendinginan biskuit segera setelah keluar dari oven mutlak diperlukan, dengan tujuan untuk menurunkan suhu dengan segera dari suhu pemanggangan ke suhu ruang untuk mencegah penyerapan uap air, mencegah kontaminasi kotoran dari atmosfir, dan untuk pengerasan tekstur biskuit. Begitu keluar dari oven, tekstur biskuit agak lunak dan elastis karena gula dan lemak masih berbentuk cair. Jika telah didinginkan gula dan lemak kembali padat sehingga tekstur mengeras Sunaryo, 1985. Biskuit termasuk produk yang cepat menyerap air dan oksigen, oleh karena itu pengeras harus kedap air, kedap oksigen, kedap terhadap sinar, dan mampu melindungi biskuit dari kerusakan mekanis Sunaryo, 1985.

F. Studi Kelayakan