Balita Korban Bencana Potensi Pasar

36 Gambar 4.3 Pravelensi Balita Gizi Kurus dan Sangat Kurus Menurut Indikator BBTB di Daerah Desa dan Kota, di Indonesia, Tahun 2007 dan 2010 Sumber: Riskesdas 2010 Hasil Riskesdas 2010 juga menunjukan bahwa 40,6 penduduk mengkonsumsi makanan dibawah kebutuhan minimal kurang dari 70 dari Angka Kecukupan GiziAKG yang dianjurkan tahun 2004. Berdasarkan kelompok umur dijumpai 24,4 balita mengkonsumsi makanan dibawah kebutuhan minimal. Sementara itu proporsi penduduk tertinggi dengan konsumsi 70 AKG adalah NTB 46,6, dan terendah adalah provinsi Bengkulu 23,7. Berdasarkan data persentase status gizi balita yang disajikan pada Tabel 4.2 di atas permintaan pasar akan biskuit ikan yang dibutuhkan oleh seluruh balita yang mengalami gizi kurang bernilai cukup besar. Pasar potensial berdasarkan status gizi balita yang dijadikan sasaran pasar biskuit ikan adalah kategori balita di atas dengan memperhatikan jumlah dan penyebaran balita dengan status gizi kurang di Indonesia. Berdasarkan data yang didapatkan oleh Riskesdas 2010, terdapat 13 balita gizi kurang yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia. Jumlah balita Indonesia berumur satu hingga lima tahun pada 2009, yaitu sejumlah 22.109.704 jiwa, dengan peningkatan sebesar 1,3 pada tahun 2010 diperkirakan jumlahnya menjadi 22.397.130 jiwa Data Statistik Indonesia, 2009. Sehingga didapatkan balita bergizi kurang di Indonesia sebesar 2.911.627 jiwa. Apabila diperkirakan nilai dari pangsa pasar adalah sebesar 0,28 dari jumlah balita bergizi kurang di Indonesia, maka jumlah balita gizi kurang yang harus ditingkatkan status gizinya berjumlah 8.153 jiwa.

2. Balita Korban Bencana

Berbagai daerah di Indonesia merupakan titik rawan bencana, terutama bencana gempa bumi, tsunami, banjir, dan letusan gunung berapi. Wilayah Indonesia dikepung oleh lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik yang sewaktu-waktu lempeng ini dapat bergeser patah dan menimbulkan gempa bumi. Selanjutnya jika terjadi tumbukan antar lempeng tektonik dapat menghasilkan tsunami, seperti yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara. Catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi DVMBG Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami. Di antaranya NAD, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng dan DIY bagian Selatan, Jatim bagian Selatan, Bali, NTB dan NTT. Kemudian Sulut, 37 Sulteng, Sulsel, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapan Kaltim. Namun sangat disayangkan, dari berbagai bencana alam yang menimpah Indonesia data jumlah balita yang menjadi korban tidak tersedia secara riil dan lengkap. Seperti bencana tsunami yang melanda Aceh 2004 lalu, menurut petugas Lembaga Informasi Nasional LIN diperkirakan jumlah balita yang berada di seluruh tempat pengungsian sekitar 18 12.5 dari total seluruh pengungsi yang berjumlah melebihi 400,000 jiwa. Bahkan, Badan Kordinasi Nasional Bakornas Penanggulangan Bencana Aceh tidak memiliki data resmi yang dapat menunjukkan jumlah balita di antara ratusan ribu pengungsi yang ada. Semua balita yang ada membutuhkan makanan pendamping untuk perbaikan gizi selama berada di tempat pengungsian selain susu dan makanan pokok. Selain digunakan sebagai makanan pendamping untuk meningkatkan gizi balita, produk biskuit ikan ini dapat digunakan sebagai bantuan makanan untuk peningkatan gizi balita di tempat pengungsian. Karena bentuk biskuit yang ringkas, ringan, langsung makan, dan juga mengenyangkan, biskuit merupakan salah satu andalan pangan yang diberikan kepada korban bencana terutama balita. Dengan melihat kandungan gizi per takaran penyajian, biskuit ikan sudah dapat memenuhi syarat pangan bantuan bencana. Kebutuhan pasar akan biskuit ikan yang dibutuhkan oleh seluruh balita yang menjadi korban bencana bernilai cukup besar. Berdasarkan data perkiraan jumlah korban bencana tsunami Aceh 2004, balita yang ikut menjadi korban berjumlah lebih dari 50,000 jiwa. Namun, pangsa pasar berdasarkan jumlah balita korban bencana tidaklah dapat dipastikan, karena diharapkan tidak terjadi bencana alam di Indonesia. Oleh karena itu, perkirakan pangsa pasar biskuit ikan untuk balita korban bencana alam adalah sebesar 1 dari jumlah balita korban bencana tsunami Aceh 2004, yaitu sebesar 500 jiwa balita. Berdasarkan data persentase status gizi balita serta jumlah balita yang rawan menjadi korban bencana alam, permintaan pasar akan biskuit ikan dianggap cukup besar dan dibutuhkan oleh seluruh balita yang mengalami gizi kurang dan balita yang berada di daerah rawan bencana alam. Pangsa pasar yang dijadikan sasaran pasar biskuit ikan adalah kedua kategori balita di atas dengan memperhatikan jumlah dan penyebaran balita dengan status gizi kurang dan buruk, serta pemetaan daerah rawan bencana di Indonesia. Oleh karena itu, dapat diperkirakan nilai dari pangsa pasar total biskuit ikan adalah seluruh volume kebutuhan biskuit ikan sejumlah 8.653 jiwa balita yang didasari atas data jumlah status gizi balita buruk sebesar 8.153 jiwa dan jumlah balita rawan korban bencana alam sebesar 500 jiwa. Kebutuhan biskuit ikan yang cukup besar di berbagai daerah di Indonesia memberikan peluang besar untuk pengembangan produk tersebut. Dalam usaha peningkatan status gizi balita, biskuit ikan dapat digunakan sebagai makanan pendamping yang tinggi akan protein dan berfungsi untuk mencukupi Angka Kecukupan Gizi AKG. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mervina 2009, biskuit dengan substitusi tepung ikan dan isolat protein kedelai, berdasarkan hasil proksimat dan perhitungan energi, per 50 gram diperoleh kandungan zat gizi per takaran penyajian yang disajikan pada Tabel 4.3. 38 Tabel 4.3 Kandungan Zat Gizi dan Energi per Takaran Penyajian 50 gram Energi dan Zat Gizi Jumlah per Sajian gram Energi kkal 240 Protein gram 9.8 Karbohidrat gram 26.9 Lemak gram 10.6 Sumber: Mervina 2009 Berdasarkan hasil penelitian tersebut, untuk dapat meningkatkan status gizi balita secara maksimal diperkirakan setiap balita harus mengkonsumsi biskuit ikan sebanyak 4 kepingbungkus selama 90 hari. Itu artinya, jumlah biskuit ikan untuk dapat memenuhi kebutuhan 8.653 jiwa balita per tahun yang terhitung dalam potensi pasar selama kurun waktu 90 hari adalah sebanyak 3.115.080 keping biskuit tahun yang terbagi menjadi 778.770 bungkus tahun. Untuk membuat seluruh jumlah kebutuhan biskuit tersebut maka diperlukan tepung daging ikan lele, tepung kepala ikan lele, dan isolat protein kedelai yang cukup banyak. Dalam pembuatan 60 keping biskuit diperlukan takaran satu adonan yang terdiri dari 35 gram tepung daging ikan lele, 15 gram tepung kepala ikan lele, dan 100 gram isolat protein kedelai, serta 850 gram bahan lainnya tepung terigu, margarin, gula halus, baking soda, susu, mentega, dan soda kue. Sehingga untuk membuat 3.115.080 keping biskuit tahun diperlukan tepung daging ikan lele sebanyak 1.817 kg tahun, tepung kepala ikan lele sebanyak 779 kg tahun, dan 5.192 kg isolat protein kedelai tahun. Jumlah ini hanyalah sebesar kebutuhan pasar potensial utama, namun karena keterbatasan data konsumsi biskuit balita maka pada perhitungan tidak dimasukkan, hal ini berarti permintaan potensial sebenarnya jauh lebih besar dari nilai yang diperkirakan. Untuk lebih jelasnya perhitungan akan kebutuhan biskuit ikan dan tepung mix yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Perkiraan Perhitungan Kebutuhan Biskuit Ikan dan Tepung Mix Jumlah Balita Jiwa Perkiraan Kebutuhan Biskuit Ikan keping biskuit Tepung Daging kg Tepung Kepala kg Isolat Protein Kedelai kg 8.653 Tahun 3.115.080 tahun 1.817 tahun 779 tahun 5.192 tahun Pemenuhan akan seluruh kebutuhan biskuit ikan untuk 8.653 jiwa balita dilakukan dalam kurun waktu setahun dengan pemberian biskuit selama 90 hari. Jadi pemenuhan biskuit untuk seluruh balita tersebut dilakukan secara bergiliran. Disamping itu, dengan penambahan probiotik di dalam biskuit ikan ini dapat mengubah kategori biskuit dari pangan bergizi menjadi pangan fungsional dapat menjadikan peningkatan status gizi balita lebih cepat karena mengandung probiotik yang merupakan suplemen pangan berupa mikroba hidup yang dapat memberi pengaruh yang menguntungkan bagi kesehatan dan kehidupan inangnya Salminen et al, 2004. 39 Dikaji dari jumlah kebutuhan yang potensial akan biskuit ikan dan tepung mix yang cukup tinggi, maka peluang untuk mendirikan industri ini diduga cukup prospektif, terutama ditelaah dari besarnya angka status gizi kurang dan jumlah balita di daerah rawan bencana di Indonesia. Hal ini mendukung pendirian industri biskuit berbasis tepung ikan lele dan isolat protein kedelai untuk menjadi salah satu bahan pangan bergizi yang digunakan dalam peningkatan gizi balita Indonesia.

B. Analisis Persaingan