Pasar Balita Berstatus Gizi Buruk dan Kurang

32 akan produk biskuit ikan sebenarnya akan jauh lebih besar dari perkiraan ini, terutama apabila diketahui jumlah permintaan biskuit oleh konsumen dalam negeri. Kebutuhan akan biskuit ikan di Indonesia didekati dengan menggunakan data laporan nasional riset kesehatan dasar akan status gizi bayi dan balita tahun 2010, pemetaan daerah rawan bencana di Indonesia, serta persentase rata-rata jumlah balita yang menjadi korban bencana alam selama ini.

1. Pasar Balita Berstatus Gizi Buruk dan Kurang

Status gizi balita Indonesia dinilai berdasarkan parameter antropometri yang terdiri dari berat badan dan panjangtinggi badan. Indikator status gizi yang digunakan adalah: berat badan menurut umur BBU, tinggi badan menurut umur TBU, dan berat badan menurut tinggi badan BBTB. Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan oleh tim survei Riskesdas di beberapa daerah yang telah mulai dilakukan sejak bulan Juni 2010 dan berakhir pada tanggal 8 Agustus 2010 sampel yang terkumpul datanya adalah sekitar 96,5 dari 2.800 dan siap untuk dianalisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi balita kurang gizi balita yang mempunyai berat badan kurang secara nasional adalah sebesar 17,9 diantaranya 4,9 yang gizi buruk. Prevalensi balita gizi kurang menurut provinsi yang tertinggi adalah Propinsi NTB 30,5, dan terendah adalah Propinsi Sulut 10,6. Sementara itu prevalensi balita pendek stunting secara nasional adalah sebesar 35,6, dengan rentang 22,5 DI Yogyakarta sampai 58,4 NTT. Prevalensi balita kurus wasting secara nasional adalah sebesar 13,3, dengan prevalensi tertinggi adalah Provinsi Jambi 20, dan terendah adalah Bangka Belitung 7,6. Prevalensi balita menurut tiga indikator status gizi BBU, TBU dan BBTB dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Status Gizi Balita Pada Tahun 2007 dan 2010 PROPINSI BBU GIZI BURUK KURANG TBU PENDEK BBTB KURUS 2007 2010 2007 2010 2007 2010 1. Nanggroe Aceh Darussalam 26,5 23,7 44,6 38,9 18,3 14,2 2. Sumatera Utara 22,8 21,4 43,1 42,3 17,0 14,0 3. Sumatera Barat 20,2 17,1 36,5 32,8 15,3 8,2 4. R i a u 21,4 16,2 33,0 32,2 22,1 17,2 5. Jambi 18,9 19,6 36,4 30,2 19,2 20,0 6. Sumatera Selatan 18,3 19,9 44,7 40,4 15,8 14,6 7. Bengkulu 16,8 15,3 36,0 31,6 14,1 17,8 8. Lampung 17,5 13,4 38,7 36,3 13,7 13,9 9. Bangka Belitung 18,3 14,9 35,5 29,0 10,8 7,6 10. Kepulauan Riau 12,4 14,0 26,2 26,9 13,5 7,9 11. DKI Jakarta 12,9 11,3 26,7 26,6 16,9 11,3 12. Jawa Barat 15,0 13,0 35,5 33,6 9,0 11,0 13. Jawa Tengah 16,1 15,7 36,5 33,9 11,8 14,2 14. DI Yogyakarta 10,9 11,2 27,6 22,5 9,0 9,1 15. Jawa Timur 17,5 17,1 34,8 35,9 13,7 14,2 16. Banten 16,7 18,5 39,0 33,5 14,1 14,1 33 Tabel 4.1 Status Gizi Balita Pada Tahun 2007 dan 2010 Lanjutan PROPINSI BBU GIZI BURUK KURANG TBU PENDEK BBTB KURUS 2007 2010 2007 2010 2007 2010 17. B a l i 11,4 11,0 31,0 29,3 10,0 13,2 18. Nusa Tenggara Barat 24,8 30,5 43,7 48,2 15,5 14,0 19. Nusa Tenggara Timur 33,6 29,4 46,8 58,4 20,0 13,2 20. Kalimantan Barat 22,5 29,1 39,3 39,7 17,3 16,7 21. Kalimantan Tengah 24,3 27,6 42,7 39,6 16,9 15,6 22. Kalimantan Selatan 26,6 22,9 41,8 35,3 16,3 15,6 23. Kalimantan Timur 19,3 17,1 35,2 29,1 15,9 12,9 24. Sulawesi Utara 15,7 10,6 31,2 27,8 10,2 9,2 25. Sulawesi Tengah 27,6 26,5 40,4 36,2 15,5 14,8 26. Sulawesi Selatan 17,6 25,0 29,1 38,9 13,7 12,0 27. Sulawesi Tenggara 22,8 22,8 40,5 37,8 14,7 15,8 28. Gorontalo 25,4 26,5 39,9 40,3 16,6 11,9 29. Sulawesi Barat 25,4 20,5 44,5 41,6 16,8 16,7 30. Maluku 27,8 26,2 45,8 37,5 17,2 13,2 31. Maluku Utara 22,8 23,6 40,2 29,4 14,8 17,8 32. Papua Barat 23,1 26,5 39,4 49,2 16,4 11,4 33. P a p u a 21,3 16,2 37,7 28,3 12,4 13,8 INDONESIA 18,4 17,9 36,8 35,6 13,6 13,3 Sumber: Riskesdas 2010 Secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan kurang menurun sebanyak 0,5 yaitu dari 18,4 pada tahun 2007 menjadi 17,9 pada tahun 2010. Demikian pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang menurun sebanyak 1,2 yaitu dari 36,8 pada tahun 2007 menjadi 35,6 pada tahun 2010, dan prevalensi balita kurus menurun sebanyak 0,3 yaitu dari 13,6 pada tahun 2007 menjadi 13,3 pada tahun 2010. Untuk lebih jelasnya komposisi prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk BBU menurut provinsi tahun 2010 disajikan pada Tabel 4.2. 34 Tabel 4.2 Prevalensi Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk BBU Menurut Provinsi Tahun 2010 Status Gizi BBU Propinsi Gizi buruk Gizi kurang Gizi Buruk+ Gizi Kurang 1. Nanggroe Aceh Darussalam 7,1 16,6 23,7 2. Sumatera Utara 7,8 13,5 21,4 3. Sumatera Barat 2,8 14,4 17,1 4. R i a u 4,8 11,4 16,2 5. Jambi 5,4 14,3 19,6 6. Sumatera Selatan 5,5 14,4 19,9 7. Bengkulu 4,3 11,0 15,3 8. Lampung 3,5 10,0 13,4 9. Bangka Belitung 3,2 11,7 14,9 10. Kepulauan Riau 4,3 9,8 14,0 11. DKI Jakarta 2,6 8,7 11,3 12. Jawa Barat 3,1 9,9 13,0 13. Jawa Tengah 3,3 12,4 15,7 14. DI Yogyakarta 1,4 9,9 11,2 15. Jawa Timur 4,8 12,3 17,1 16. Banten 4,8 13,7 18,5 17. B a l i 1,7 9,2 11,0 18. Nusa Tenggara Barat 10,6 19,9 30,5 19. Nusa Tenggara Timur 9,0 20,4 29,4 20. Kalimantan Barat 9,5 19,7 29,1 21. Kalimantan Tengah 5,3 22,3 27,6 22. Kalimantan Selatan 6,0 16,8 22,9 23. Kalimantan Timur 4,4 12,7 17,1 24. Sulawesi Utara 3,8 6,8 10,6 25. Sulawesi Tengah 7,9 18,6 26,5 26. Sulawesi Selatan 6,4 18,6 25,0 27. Sulawesi Tenggara 6,5 16,3 22,8 28. Gorontalo 11,2 15,3 26,5 29. Sulawesi Barat 7,6 12,9 20,5 30. Maluku 8,4 17,8 26,2 31. Maluku Utara 5,7 17,9 23,6 32. Papua Barat 9,1 17,4 26,5 33. P a p u a 6,3 10,0 16,2 INDONESIA 4,9 Jiwa1,097,459 13,0 2,911,627 17,9 4,009,086 Sumber: Riskesdas 2010 35 Terdapat perbedaan perkembangan prevalensi balita gizi buruk dan kurang, balita pendek dan balita kurus dari tahun 2007 ke 2010 antara daerah kota dan desa. Di daerah kota secara umum terjadi penurunan prevalensi balita gizi buruk dan kurang, balita pendek dan balita kurus. Di daerah desa tidak terjadi penurunan prevalensi. Di daerah kota prevalensi balita gizi Burkur menurun dari 15,9 tahun 2007 menjadi 15,2 tahun 2010 Gambar 4.1, prevalensi balita pendek turun dari 32,7 tahun 2007 menjadi 31,4 tahun 2010 Gambar 4.2, dan prevalensi balita kurus turun dari 13,1 tahun 2007 menjadi 12,5 tahun 2010 Gambar 4.3. Gambar 4.1 Pravelensi Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Menurut Indikator BBU di Daerah Desa dan Kota, di Indonesia, Tahun 2007 dan 2010 Sumber: Riskesdas 2010 Gambar 4.2 Pravelensi Balita Gizi Pendek dan Sangat Pendek Menurut Indikator TBU di Daerah Desa dan Kota, di Indonesia, Tahun 2007 dan 2010 Sumber: Riskesdas 2010 36 Gambar 4.3 Pravelensi Balita Gizi Kurus dan Sangat Kurus Menurut Indikator BBTB di Daerah Desa dan Kota, di Indonesia, Tahun 2007 dan 2010 Sumber: Riskesdas 2010 Hasil Riskesdas 2010 juga menunjukan bahwa 40,6 penduduk mengkonsumsi makanan dibawah kebutuhan minimal kurang dari 70 dari Angka Kecukupan GiziAKG yang dianjurkan tahun 2004. Berdasarkan kelompok umur dijumpai 24,4 balita mengkonsumsi makanan dibawah kebutuhan minimal. Sementara itu proporsi penduduk tertinggi dengan konsumsi 70 AKG adalah NTB 46,6, dan terendah adalah provinsi Bengkulu 23,7. Berdasarkan data persentase status gizi balita yang disajikan pada Tabel 4.2 di atas permintaan pasar akan biskuit ikan yang dibutuhkan oleh seluruh balita yang mengalami gizi kurang bernilai cukup besar. Pasar potensial berdasarkan status gizi balita yang dijadikan sasaran pasar biskuit ikan adalah kategori balita di atas dengan memperhatikan jumlah dan penyebaran balita dengan status gizi kurang di Indonesia. Berdasarkan data yang didapatkan oleh Riskesdas 2010, terdapat 13 balita gizi kurang yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia. Jumlah balita Indonesia berumur satu hingga lima tahun pada 2009, yaitu sejumlah 22.109.704 jiwa, dengan peningkatan sebesar 1,3 pada tahun 2010 diperkirakan jumlahnya menjadi 22.397.130 jiwa Data Statistik Indonesia, 2009. Sehingga didapatkan balita bergizi kurang di Indonesia sebesar 2.911.627 jiwa. Apabila diperkirakan nilai dari pangsa pasar adalah sebesar 0,28 dari jumlah balita bergizi kurang di Indonesia, maka jumlah balita gizi kurang yang harus ditingkatkan status gizinya berjumlah 8.153 jiwa.

2. Balita Korban Bencana