73 Lampiran 1. Penetapan lokasi pabrik didasarkan pada berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan.
Dikaji dari karakteristiknya industri biskuit ikan membutuhkan lokasi yang cukup luas, karena terbagi menjadi dua proses, yaitu proses pembuatan tepung ikan lele dumbo dan proses pembuatan biskuit
ikan sehingga area yang dibutuhkan meliputi area produksi tepung ikan lele dumbo, area produksi biskuit ikan, dan kelengkapannya. Industri biskuit ikan tidak menghasilkan limbah padat, cair, dan gas
yang membahayakan bagi lingkungan sehingga lokasi pendirian industri pun tidak harus jauh dari pemukiman penduduk. Untuk mendukung proses pendistribusian bahan baku dan produk dibutuhkan
infrasturktur yang mendukung. Industri biskuit ikan membutuhkan infrastruktur yang mendukung, yaitu kebutuhan tenaga listrik harus memadai, pasokan air tanah memadai dengan kualitas air cukup
baik. Selain itu, air yang berasal dari Perusahaan Daerah Air minum juga tersedia, sehingga kebutuhan air bersih dapat terpenuhi dengan baik. Keseluruhan kriteria kebutuhan pendirian industri tersebut
terpenuhi pada alternatif lokasi Darmaga Hijau Bogor, sehingga pemilihan lokasi di Darmaga Hijau Bogor sudah tepat. Dokumentasi calon lokasi pabrik dapat dilihat pada Lampiran 2.
Ketersediaan sumber daya manusia pun menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Pasokan sumber daya yang kompeten dan tenaga kerja tersedia dalam jumlah yang memadai. Dengan
adanya industri biskuit ikan, tenaga kerja yang ada di daerah ini dapat terserap dan mampu mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu, faktor berbagai biaya seperti transportasi pemasaran,
biaya sewa lahan, dan pendirian bangunan cukup terjangkau. Meskipun lokasi Darmaga Hijau agak jauh dari tempat pemasaran utama, namun hal ini tidak
menjadi permasalahan besar karena biskuit ikan memiliki umur simpan hingga satu tahun. Selain itu, sifatnya yang ringan, ringkas, dan tidak membutuhkan tempat yang luas semakin mempermudah dalan
pendistribusian biskuit ikan. Kelemahannya hanya ada pada biaya transportasi pendistribusian biskuit ikan yang menjadi lebih tinggi.
E. Desain Tata Letak dan Kebutuhan Ruang Pabrik
Desain tata letak berhubungan dengan penyusunan mesin, peralatan produksi serta ruangan dalam pabrik dengan tepat agar proses produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Susunan
yang baik akan berpengaruh terhadap laba yang diperoleh oleh perusahaan. Selain mesin dan peralatan, fasilitas lain seperti gudang, kantor dan yang lainnya juga perlu diatur tata letaknya. Heizer
dan Render 2004 menyatakan bahwa tata letak merupakan salah satu strategi wilayah yang akan menentukan efisiensi operasi dalam jangka panjang. Tata letak yang efektif dapat membantu sebuah
perusahaan mendapatkan strategi yang mendukung perbedaan, harga yang rendah, atau respon. Selain itu, perancangan tata letak dapat meminimumkan elemen-elemen biaya, seperti biaya untuk konstruksi
dan instalasi baik untuk bangunan, mesin, maupun fasilitas produksi lainnya, biaya pemindahan bahan, biaya produksi, perawatan mesin, dan biaya penyimpanan produk setengah jadi.
Pada penentuan tata letak pabrik terdapat dua tipe yang digunakan, yaitu tipe proses dan tipe produk. Industri biskuit ikan memproduksi dua jenis produk yang saling berhubungan, yaitu tepung
ikan lele dumbo dan biskuit ikan namun dalam satu lini proses. Oleh karena itu, tipe tata letak yang digunakan adalah tipe produk. Product layout adalah cara pengaturan dan penempatan semua fasilitas
produksi yang diperlukan ke dalam suatu departemen tertentu atau khusus. Suatu produk dapat
74 diproduksi sampai selesai di dalam departemen tersebut dan tidak perlu dipindah-pindahkan ke
departemen yang lain. Dalam product layout, mesin-mesin atau alat bantu disusun menurut urutan proses dari suatu produk. Produk-produk bergerak secara terus menerus dalam suatu garis perakitan.
Product layout akan digunakan bila volume produksi cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat sesuai untuk produksi yang kontinyu. Tujuan dari product layout pada dasarnya adalah
untuk mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan bahan di dalam aktivitas produksi, sehingga pada akhirnya terjadi penghematan biaya.
Pola aliran bahan yang digunakan pada pabrik biskuit ikan ini adalah tipe U yang bertujuan untuk mengefisiensikan penggunaan ruang. Analisa aliran bahan sangat diperlukan dalam merancang
suatu tata letak industri atau pabrik. Penentuan aliran bagi manajemen, material, aliran bahan, distribusi fisik dan logistik merupakan salah satu langkah dalam perencanaan fasilitas yang sangat
penting terutama penentuan pola aliran bahan. Berdasarkan diagram alir proses pembuatan tepung ikan lele dumbo dan biskuit ikan yang
telah dibuat, maka dilakukan analisis keterkaitan antar aktivitas untuk menentukan tata letak pabrik. Keterkaitan antar aktivitas dan hasil dari proses perancangan kegiatan tersebut adalah dalam bentuk
bagan dan diagram keterkaitan antar kegiatan yang secara sistematis telah menunjukkan bagaimana kedudukan letak atau lokasi suatu kegiatan ruang tertentu dikaitkan dengan kegiatan ruang yang
lain Apple, 1990. Dalam merancang hubungan antar kegiatan maka harus dipertimbangkan faktor penting, yaitu persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk kegiatan atau ruang tertentu,
karakteristik bangunan, letak bangunan, fasilitas eksternal, dan kemungkinan perluasan. Bagan keterkaitan antar aktifitas digunakan untuk merencanakan dan menganalisis keterkaitan antar aktifitas
kemudian diwujudkan dalam bentuk diagram yang disebut bagan keterkaitan antar aktifitas yang dapat dilihat pada Gambar 5.20.
Gambar 5.20 Bagan Keterkaitan Antar Aktivitas pada Pabrik Tepung dan Biskuit Ikan U
U
U
U A
U A
U U
E
X A
U U
U X
I U
U X
X A
E U
A A
U A
A O
U I
X U
X U
X I
U U
X U
U X
A
U E
A U
O
X X
X U
X 1. Gudang bahan baku
2. Gudang produk 3. R. sortasi cuci
4. R. produksi tepung 5. R. Produksi biskuit
6. R. Laboratorium 7. R. Pengemasan
8. Kantor 9. Mushola toilet
10. IPAL 11. Area parkir
75 Bagan keterkaitan antar aktivitas di atas dijadikan patokan sebagai perhitungan keterkaitan
antar ruang. Informasi yang didapat dari bagan keterkaitan antar aktivitas tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk diagram yang disebut keterkaitan antar aktivitas. Diagram keterkaitan antar
aktivitas menggunakan template-template yang menggambarkan kegiatan yang ada. Setiap template mencantumkan informasi mengenai derajat keterkaitan kegiatan tersebut dengan kegiatan lain yang
diperoleh dari bagan keterkaitan antar aktivitas. Untuk membuat diagram ini dihitung dengan menggunakan metode Total Closeness Rating TCR. Analisis TCR digunakan untuk melihat urutan
kerja dengan lokasi yang harus berdekatan. Aliran proses juga diperlukan untuk melihat urutan kerja yang digunakan tata letak ruang industri biskuit ikan ini.
Informasi yang dihasilkan bagan keterkaitan aktivitas hanya akan berguna dalam merencanakan dan menganalisis keterkaitan antar kegiatan apabila diwujudkan dalam bentuk suatu
diagram. Oleh karena itu, langkah selanjutnya adalah diagram keterkaitan antar aktivitas dibentuk dengan bantuan lembar kerja seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Lembar Kerja untuk Diagram Keterkaitan Antar Aktivitas Aktivitas
Simbol A
E I
O U
X 1. Gudang bahan baku
3,4,5 -
- 6
2,7,8,9,10,11 -
2. Gudang produk 4,5,7
6 -
- 1,8,9,11
3,10 3. Ruang sortasi
pencucian 1
4 5
- 6,8,9,11
2,7,10 4. Ruang produksi tepung 1,2,6,7
3 -
5 8,11
9,10 5. Ruang produksi biskuit 1,2,6,7
- 3
4 8,111
9,10 6. Ruang Laboratorium
4,5 2,7
- 1
3,8,9,11 10
7. Ruang pengemasan 2,4,5
6 -
- 1,8,11
3,9,10 8. Kantor
- -
9,11 -
1,2,3,4,5,6,7 10
9. Mushola toilet -
- 8
- 1,2,3,6,11
4,5,7,10 10. Pembuangan limbah
- -
- -
1,11 2,3,4,5,6,7,8,9
11. Area parkir -
- 8
- 1,2,3,4,5,6,7,9,10 -
Dari hasil lembar kerja diagram keterkaitan antar aktivitas di atas kemudian dilakukan pengalokasian aktivitas dengan menggunakan metode perhitungan TCR yang dapat dilihat pada Tabel
5.7. Berdasarkan perhitungan yang didapat, nilai TCR yang paling besar adalah aktivitas , yaitu area produksi tepung ikan lele dumbo, sehingga penempatan area tersebut diletakkan pertama.
76 Tabel 5.7 Perhitungan TCR Total Closeness Rating
Pada hasil perhitungan di atas dapat diaplikasikan ke dalam sebuah gambar keterkaitan ruang sehingga desain dari bangunan pabrik dapat ditentukan letak dan lokasinya dan hubungan antar ruang
yang ditunjukkan pada Gambar 5.21. Area Parkir
R.sortasi pencucian
R. produksi tepung ikan
IPAL Gudang
R.Laboratorium Bahan
Baku Mushola
Toilet Kantor
R. Pengemasan R. produksi biskuit ikan
Gudang Produk Gambar 5.21 Tata Letak dan Hubungan Antar Ruang Pabrik Tepung dan Biskuit Ikan
Setelah dibuat diagram keterkaitan antar ruang, kemudian ditentukan kebutuhan luas ruang. Luas ruang dihitung berdasarkan perkiraan kebutuhan luas ruangan yang dibutuhkan oleh tiap-tiap
mesin dan peralatan produksi, kebutuhan luas ruang operator, kelonggaran, kebutuhan luas gudang, kantor, dan ruangan-ruangan lain. Kebutuhan luas ruang pada industri biskuit ikan ini dapat dilihat
pada Tabel 5.8. 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
1 2
6 6
6 3
2 2
2 2
2 2
2 1
6 6
5 6
2 2
1 2
3 6
1 5
4 2
1 2
2 1
2 4
6 6
5 3
6 6
2 1
1 2
5 6
6 4
3 6
6 2
1 1
2 6
3 5
2 6
6 5
2 2
1 2
7 2
6 1
6 6
5 2
1 1
2 8
2 2
2 2
2 2
2 4
1 4
9 2
2 2
1 1
2 1
4 1
2 10
2 1
1 1
1 1
1 1
1 2
11 2
2 2
2 2
2 2
4 2
2 Total
33 33
26 38
37 34
32 23
18 12
22
77 Tabel 5.8 Kebutuhan Luas Ruang Produksi Tepung Ikan dan Biskuit Ikan
Nama Ruangan Panjang
m Lebar
m Luas
m
2
150 Kelonggaran
Luas m
2
Jumlah Mesin
unit Luas Total
Sebenarnya m
2
Luas Total Pembulatan
m
2
Gudang bahan baku 1.5
0.5 0.75
1.125 2
2.25 3
Gudang produk 2.25
4 Ruang sortasi pencucian
3 3
Ruang produksi tepung ikan a. Area penimbangan
0.082 0.03
0.0246 0.0369
1 0.0369
1 b. Area pemasakan
0.6 0.6
0.36 0.54
1 0.54
1 c. Area pengepresan
0.3 0.2
0.06 0.09
1 0.09
1 d. Area pengeringan
1.5 1
1.5 2.25
1 2.25
3.5 e. Area Boiler
0.5 0.65
0.325 0.4875
1 0.4875
1 f. Area penggilingan basah
1.15 1
1.15 1.725
1 1.725
2 g. Area penggilingan kering
1.04 0.42
0.4368 0.6552
1 0.6552
1 Ruang produksi biskuit ikan
a. Area penimbangan 0.2
0.15 0.03
0.045 1
0.045 1
b. Area pengadukan 0.53
0.46 0.2438
0.3657 1
0.3657 1
c. Area pendinginan 0.547
0.51 0.3
0.45 1
0.45 1
d. Area pemipihan 0.72
0.83 0.7
1.05 1
1.05 2
e. Area pencetakan 1
1 1
2 f. Area pemanggangan
1.34 0.9
1.206 1.809
1 1.809
2.5 Ruang laboratorium
6 Ruang pengemasan
1 0.5
0.5 0.75
2 0.75
4 Kantor
12 Mushola toilet
8 Lokasi pembuangan limbah
6 Area parkir
6 Total
72 Catatan: Karena luas area setelah kebutuhan cukup kecil, maka dibuat luas pembulatan agar
mempermudah kegiatan proses produksi. Area kelonggaran ditentukan sebesar 150 yang disediakan untuk kegiatan penanganan
bahan, pergerakan pekerja dan perawatan, lorong, kolom, dan sebagainya sesuai kebutuhan. Berdasarkan perhitungan pada Tabel di atas, luas pabrik yang dibutuhkan adalah 71.45 m
2
dengan luas total lahan tempat berdirinya pabrik adalah 72 m
2
6 m x 12 m. Untuk lebih jelasnya denah ruangan dalam pabrik dapat dilihat pada Lampiran 3 layout ruang produksi tepung ikan lele dumbo pada
Lampiran 4, dan layout ruang produksi biskuit ikan pada Lampiran 5.
78
VI. ANALISIS MANAJEMEN DAN ORGANISASI
A. Kebutuhan Tenaga Kerja
Salah satu aspek dalam manajemen operasi yang perlu direncanakan pada awal proyek adalah analisis kebutuhan tenaga kerja. Proses produksi tepung ikan lele dumbo dan biskuit ikan
sebagian besar bahkan hampir keseluruhan dilakukan oleh mesin, namun dalam pelaksanaan proses produksi tetap dibutuhkan tenaga kerja manusia sebagai operator, pengawas proses produksi, dan
beberapa kegiatan produksi yang membutuhkan campur tangan manusia secara langsung. Selain dalam lingkup proses produksi, tenaga kerja dibutuhkan dalam pelaksanaan aktivitas di luar produksi,
seperti pemasaran, administrasi, transportasi dan distribusi, serta kegiatan lainnya. Tenaga kerja yang dibutuhkan disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dan kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan.
Industri tepung dan biskuit ikan merupakan perusahaan yang benar-benar baru didirikan, sehingga kebutuhan sumber daya merupakan hal yang sangat penting untuk ditetapkan dengan baik.
Untuk saat ini perlu dibuat penggolongan pekerja ke dalam golongan tetap, yaitu beberapa orang pekerja mulai dari direktur, manajer, operator, laboran, dan staf masing-masing bidang yang telah
ditetapkan dan sistem penggajian ditetapkan dengan cara pembayaran berkala setiap bulan, sedangkan buruh angkut digolongkan ke dalam tenaga kerja tidak tetap.
Penentuan jumlah tenaga kerja diperhitungkan dengan mengidentifikasi kegiatan, sifat, dan beban kerja sehingga dapat ditentukan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan tersebut. Rincian penetapan tenaga kerja dapa dilihat pada Tabel 6.1.