Larangan Perkawinan Pada Masyarakat Karo

77 pembagian harta warisan, karena sebelum pembagian harta warisan biasanya keluarga ini telah menguasai harta tersebut. Biasanya orang yang menikah dengan impalnyakelompok kekerabatan sedarah, mereka mampu mengendalikan diri untuk menciptakan kerukunan rumah tangga, walaupun sering terjadi masalah dalam keluarga tersebut.

3.8. Larangan Perkawinan Pada Masyarakat Karo

Dalam hal ini, diberbagai daerah di Indonesia terdapat perbedaan-perbedaan larangan terhadap perkawinan antara laki-laki dan perempuan, bahkan ada daerah yang melarang terjadinya perkawinan antara anggota kerabat tertentu. Sedangkan di daerah lain, perkawinan antar anggota kerabat yang dilarang justru dianjurkan. Bentuk perkawinan pada masyarakat partilinear yang menarik garis kekeluargaan dari pihak ayah mengenal bentuk perkawinan esogami. Misalnya, bentuk perkawinan jujur pada masyarakat Karo yang mengharuskan adanya perbedaan merga antara calon mempelai laki-laki dengan perempuan, sehingga pihak laki-laki menarik pihak perempuan untuk masuk dalam klannya. Masyarakat Karo memiliki ciri mempertahankam kelangsungan generasi keluarga. Oleh karena itu, dikenal beberapa larangan perkawinan, yaitu larangan kawin dengan keluarga dari merga yang sama bukan separibanen, sepenalon, dan sendalanen. Informan Dahlan Purba 48 tahun mengatakan kepada peneliti: “Aturan perkawinan pada masyarakat Karo sangatlah rumit dan larangan perkawinan pada masyarakat Karo juga sangat banyak, seperti tidak bisa menikah dengan satu merga, namun ada keterkecualian pada merga peranginangin, sembiring, dan ada yang dilarang kawin namun berbeda merga seperti Karo Sitepu dengan Tarigan Sibero, sipengalon, seperibanen dan sendalanen”.”wawancara, 27 Oktober 2014. Universitas Sumatera Utara 78 Namun, perkawinan yang harus dilaksanakan oleh masyarakat Karo adalah melakukan perkawinan berulang searah dari sumber bibit, pihak penerima anak beru dianjurkan dan dikehendaki untuk tetap mengambil dara pemberidari kalimbubu. Idealnya adalah seorang laki-laki kawin dengan perempuan, anak dari paman saudara ibunya. Tetapi tidak dibenarkan adanya perkawinan antara anak bersaudara ibu. Hal larangan perkawinan juga dikemukakan oleh Prinst,2004:75. 1. Bukan berasal dari satu merga, kecuali untuk merga Sembiring dan Perangin-angin. 2. Mereka yang karena adat dilarang untuk melangsungkan perkawinan karena erturang bersaudara, seperemen, danatau erturang impal. 3. Belum dewasa. Dalam hal ini, mengukur kedewasaan seseorang tidak dikenal batas usia yang pasti, tetapi berdasarakan pada kemampuan bertangung jawab memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk laki-laki, hal ini diukur dengan sudah mampu membuat peralatan rumah tangga, peralatan bertani, dan sudah mengetahui adat berkeluarga meteh mehuli. Sedangkan, untuk perempuan hal ini diukur dengan sudah mengetahui adat ertutur. Universitas Sumatera Utara 79

BAB IV PERKAWINAN SEMERGA DI DESA SUGAU

4.1. Fenomena Perkawinan Semerga di Desa Sugau

Koentjaraningrat 1974:115, mengatakan suatu kelompok atau kekerabatan yang besar adalah klen atau sering disebut masyarakat dengan marga. Marga adalah kelompok kekerabatan keturunan yang anggota-anggotanya bisa diurutkan pada suatu leluhur laki-laki atau perempuan tetapi tidak tahu secara pasti hubungan genologis yang menghubungkan mereka dengan satu leluhur laki-laki atau perempuan. Hal yang hampir sama juga ditulis Edward Bruner dalam T.O.Ihromi, 2006:159, menemukan kasus di Tapanuli bahwa marga adalah kelompok kekerabataan yang meliputi orang-orang yang mempunyai kakek yang sama atau adanya kepercayaan bahwa mereka adalah keturunan dari seorang kakek bersama menurut perhitungan patrilinear. Ideologi-ideologi kekerabatan kerap digunakan untuk menciptalan rasa persatuan dan takdir bersama pada kelompok-kelompok yang lebih besar dimana para anggotanya mungkin tidak memiliki keterkaitan genelogis yang tidak dapat ditelusuri Monaghan,2008:142. Peneliti menemukan bahwa pengertian merga hampir sama dengan apa yang diungkapkan oleh para ahli mengenai marga. Merga pada masyarakat berasal dari kata berharga dan memiliki nilai dalam kehidupan masyarakat Karo, merga pada masyarakat Karo diwariskan dengan garis patrilinear, dimana pada anak laki-laki disebut merga dan anak perempuan disebut dengan beru. Sempat Sitepu 1996:34, mengatakan merga pada masyarakat Karo memiliki nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat Karo, yaitu: Universitas Sumatera Utara