99
perjabun di desa Sugau dengan salah satu perempuan masyarakat desa Sugau. Sebelum melangsungkan pembayaran utang adat anaknya maka Nd.M. Br tarigan Tua
dan M. Tarigan Cingkes terlebih dahulu melakukan pembayaran hutang adat kepada kalimbubun, anak beru dan Suku.
4.3. Tanggapan Kepala Desa Sugau Mengenai Perkawinan Semerga
Informan ini termasuk informan utama Dahlan Purba 48 tahu adalah Kepala Desa di desa Sugau. Beliau menceritakan kepada saya, sebagai seorang Kepala Desa
di desa ini, saya harus bertindak bijaksana kepada setiap warga masyarakat yang ada di desa ini, demi terciptanya kerukunan antar masyarakat. Sehingga, jika ada
permasalahan di antara masyarakat maka saya akan mengusahakan penyelesaian dengan kekeluargaan karena masyarakat yang tinggal dalam satu desa tentunya masih
memiliki hubungan kekeluargaan. Menurut informan, perkawinan semerga memang dilarang secara adat
masyarakat Karo. Namun, di desa Sugau telah ada beberapa keluarga yang melakukan perkawinan semerga. Beliau mengatakan bahwa sebelum masa jabatan sebagai
Kepala Desa dan selama masa jabatannya, ada sepasang kekasih yang ingin melakukan perkawinan semerga. Beliau tidak dapat berbuat banyak, karena di desa
ini telah ada keluarga yang melakukan perkawinan semerga dan mereka tinggal di desa ini, sehingga beliau merasa tidak tega mengusir mereka dari kampung ini.
Beliau juga mengatakan jika warga yang melakukan perkawinan semerga tidak memiliki kejelasan sangkep nggeluh karena dimana mereka menikah menurut
tutur sangkep nggeluh mereka adalah erturang, kedua orang tua mereka ersenina dan tutru sankep nggeluh mereka dalam acara adat masyarakat Karo yang diaman, jika
Universitas Sumatera Utara
100
merga mereka sama maka mereka sebagai sukut. Namun, dengan terjadinya perkawinan semerga maka laki-laki dan perempuan ini menjadi impal dan keluarga
laki-laki harus menjadi anak beru dari keluarga siperempuan. Dengan perubahan tersebut sering kali terjadi salah tapsir dalam tutur sangkep nggeluh.
Sebenarnya secara hukum negara, perkawinan semerga tidak menjadi masalah asalkan sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan pasal 1 tahun 1974. Masyarakat
desa ini masih memegang teguh adat istiadat, sehingga jika ada warga yang melakukan perkawinan semerga maka beliau menyerahkan dulu kepada keluarganya.
Setelah mereka dimaafkan dan telah membayar hutang adatnya kepada kalimbubu, sembuyaksukut, dan anak beru, maka beliau mulai berani untuk mengeluarkan surat
nikah. Namun, kadangkala beliau mendapat kesulitan dalam mengurus surat-surat keluarga yang melakukan perkawinan semerga, karena pihak kecamatan akan
menayakan merga dari setiapa warga yang akan membuat KK dan KTP. Sering sekali ketika beliau mengurus surat-surat admistrasi kependudukan
orang yang malakukan perkawinan semerga, beliau tidak mencantumkan merga bagi anak laki-laki dan beru bagi anak perempuan di dalam KK, KTP, dan surat lainnya.
Karena, jika beliau mencamtumkan merga dan beru maka pihak kecamatan akan menanyakan mengenai hal tersebut. Kadangkala beliau merasa malu karena telah
membiarkan warganya melakukan perkawinan semerga yang melanggar adat perkawinan masyarakat Karo.
4.4. Tanggapan Tokoh Adat Mengenai Perkawinan Semerga