S. Br Karo-karo Sinuraya

96

4.2.4. S. Br Karo-karo Sinuraya

Informan Santi br Sinuraya 31 tahun ini adalah salah satu pasangan perkawinan semerga yang merupakan salah satu informan kunci dalam penelitian ini. Beliau merupakan warga penduduk desa Sugau, orang tua beliau juga tinggal didesa Sugau dan sumai beliau S. Gurusinga adalah masyarakat Karo namun sejak kecil beliau tinggal di pulau Jawa. Ayah beliau bermerga Karo-karo Gurusinga dan ibu beliau br Ginitng. Sewaktu kecil ayah dan ibu beliau sudah bercerai dan ibu beliau menikah dengan masyarakat bersuku Jawa. Setelah ibu beliau menikah lagi maka beliau dan ibunya ikut dengan ayah tirinya merantau ke pulau Jawa. Setelah beliau berumur 25 tahun beliau pulang ke Sumatra Utara dan bekerja sebagai Supir dan tinggal di desa Sugau. Keluarga beliau dikatakan melakukan perkawinan semerga kareana S. Br Sinuraya menikah dengan S. Gurusinga dimana sup merga Sinuraya dan sup merga Gurusinga adalah anak induk dari merga Karo-karo, mereka telah melakukan perkawinan selama 8 tahun, dan sekarang mempunyai 3 orang anak satu orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Hubungan mereka berawal dari saat beliau bekerja di warung nasi dan doorsmeer abangnya, dan suaminya adalah seorang supir angkot. Sewaktu mereka ertutur, S. Gurusinga mengatakan bahwa dia bermerga Ginting, sehingga Santi Br Sinuraya menerima S. Gurusinga menjadi pacarnya. Santi Br Sinuraya tidak mengetahui bahwa S. Gurusinga adalah merga Karo-karo karena S. Gurusinga bukan penduduk desa Sugau, dia adalah pendatang dari kota Jakarta. Sekitar setahun pacaran S. Gurusinga mengenalkan Santi Br Sinuraya kepada orang tuanya. Lalu orang tua Santi Gurusinga mengatakan bahwa dia bukan bermerga Ginting tetapi bere-bere Universitas Sumatera Utara 97 Ginting. Ibu S. Gurusinga mengatakan bahwa anaknya tidak mengetahui cara ertutur karena sejak kecil dia tinggal di lingkungan masyarakat suku Jawa dan ibu belia tidak pernah mengajarkan anaknya bagaimana atat istiadat masyarakat Karo. Setelah kejadian itu, kedua belah pihak keluarga melarang mereka untuk melakukan pernikahan. Tetapi, karena sudah saling mencintai antara satu dengan yang lain dan ingin membina keluarga, sehingga mereka tetap pada pendirian mereka untuk menikah. Meskipun mereka tau bahwa mereka telah melanggar adat perkawinan pada masyarakat Karo, mungkin juga akan mendapat sanksi dari masyarakat dan diusir dari desa Sugau. Awal perkawinan mereka sangat meyakitkan, karena tidak mendapat restu dari keluarga beliau. Namun, beliau bersyukur karena keluarga dari pihak suami beliau menerima mereka. Setelah anak mereka lahir, mereka diterima oleh keluarga beliau. Dan sewaktu mereka memasuki mengket rumah baru, anak beru keluarga beliau pun melakukan pembayaran hutang adat memperdalan utang adat kepada kalimbubu. Dan S.Br Karo-karo sinuraya diganti berunya dengan beru ibu kandung suaminya yakni beru Ginting. Sehinga secara adat perkawinan masyarakat Karo keluarga ini sudah memenuhi syarat-syarat perkawinan masyarakat Karo, sehinga ketika keluarga ini mengket rumah simbaru maka adat perkawinan mereka dilaksanakan dan membayar hutang adat kepada kalimbubu dan melakukan ertutur dengan saudara yang lain dengan istri mengunakan beru ibu kandung suami dan dari garis tutur orang tua penadingen. Universitas Sumatera Utara 98

4.2.5. M. Br Tarigan Tua