103
4.5. Pandangan Agama Mengenai Perkawinan Semerga
Kekristenan yang datang ke wilayah masyarakat Karo yang dibawa oleh Neuman, kebanyakan merupakan aliran protestan yang sedang berkembang di Eropa
kali itu. Aliran Protestan sangat menekankan ajaran agama menurut kitab suci. Namun, disamping itu juga menekankan aspek kebijakan bagi jemaatnya
Dalam perkembangan, banyak masyarakat Karo menjadi Kristen yang mulai di desa Buluh Awar, kemudian berkembang ke wilayah masyarakat Karo lainnya
Perangin-angin,2004:37. Adat istiadat atau hukuman adat yang dilaksanakan sehari- hari oleh suku-suku bangsa kita termasuk dalam hal ini adat perkawinan, maka
pelaksanaan adat dan upacara perkawinan pada masyarakat Karo adalah kenyataan bahwa adat istiadat atau hukum perkawinan pada masyarakat Karo tidaklah bersifat
statis, melainkan dinamis, karena ia berkembang menyesuaikan diri dengan perkembangan dan tuntutan zaman Bangun,1986:114
Mengenai adat dengan agama yang dianut anggota masyarakat, sebagai jauh tidak menimbulkan perbenturan. Ini karena adanya sikap toleransi antara tokoh-tokoh
adat maupun acara menurut agama dapat diselesaikan. Agama dan adat tidak menjadi problem bagi mayarakat Karo dalam perkawinan.
Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti dilapangan, menunjukan bahwa adat dan agama tidak menjadi masalah bagi masyarakat Karo.
Seperti yang diungkapkan oleh informan Dk.Bp. Sion Sembiring 66 tahun kepada peneliti:
“Secara umum adat dan agama bagi masyarakat Karo tidak dapat dipisahkan karena dapat disesuaikan dengan keadaan dari pihak yang
melakukan pernikahan dan waktu acara adat pemakaman” Wawancara, 30 oktober 2014
Universitas Sumatera Utara
104
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan Pdt.R. Sembiring 50 tahun: “Agama cukup memberikan pengaruh terhadap adat, namun adat tidak
dapat dihilangkan dari masyarakat Karo, karena adat telah mendarah daging dengan masyarakat khususnya masyarakat Karo”wawancara,
30 oktober 2014
Agama yang dianut masyarakat Karo saat ini akan selalu berusaha untuk menyalaraskan diri dengan adat yang ada di desa tersebut demi terjalinnya hubungan
yang baik antara adat dan agama, proses perkawinan yang dilakukan secara agam atidak serumit proses perkawinan yang dilakukan secara adat.
Proses perkawinan berdasarkan agama Kristen yaitu melakukan pemberkatan di gereja dengan mengikuti peraturan yang telah ditentukan oleh gereja dalam
pemberkatan perkawinan itu dilakukan. Perkawinan yang sah, apabila dilakukan menurut hukum agama masing-masing dan kepercayaan.
Oleh karena itu, bagi masyarakat Karo yang beragama Kristen, ketentuan- ketentuan yang berlaku di dalam melaksanakan perkawinan, adalah ketentuan yang
terdapat di dalam hukum adat, dan didalam prosesnya adalah menurut Undang- undang No.1 Tahun 1974.
Secara agama Kristen protestan terkusus agama GBKP memandang perkawinan semerga tidak menjadi masalah, asalkan bukan dengan saudara dekat
maupun sedarah. Namun, karena dikaitkan dengan adat maka perkawinan semerga menjadi dilarang dan merupakan pelanggaran dalam masyarakat Karo. dan jika kita
melihat dari sisi budaya kepercayaan pemena maka perkawinan semerga tidak bias diterima baik itu secara kepercayaan dan adat budaya masyarakat Karo. Kareana
kepercayaan pemena memuja Tuhan yang Maha Esa dengan cara menati adat dan budaya masyarkat karo guna dalam kepercayaan keluarga, masyarakat, lingkungan,
Universitas Sumatera Utara
105
dan alam sekitar yang di ujutkan melalui warisan nenek moyang masyarakat Karo Brahma Putro, 1979:32-35.
Sebenarnya yang menjadi pelanggaran dalam gereja yaitu apabila perkawinan itu tidak melakukan pemberkatan di gereja. Pasangan yang tidak melakukan
pemberkatan secara tidak langsung akan dikeluarkan dari anggota jemaat perpulungen, maka untuk menjadi anggota kembali maka pasangan tersebut harus
mengikuti pengepekepan kegiatan belajar agama perotestan GBKP. Hal yang hampir juga dikatakan oleh Dk.Bp. Simon Sembiring 60 tahun adalah seorang
Diaken agama Katholik. Informan ini sangat menjunjung tinggi adat istiadat masyarakat Karo. Menurutnya, masyarkat Karo tidak dapat melakukan perkawinan
semerga dalam adat perkawinan masyarakat Karo. Jika itu terjadi, maka pasangan tersebut akan dikucilkan oleh masyarakat.
Yang termasuk pelanggaran dalam ajaran agama Kristen Katholik tentang perkawinan yaitu apabila perkawinan tidak melalui pemasu-masu dan setiap keluarga
yang tidak melakukan pemberkatan maka secara tidak langsung akan di keluarkan dari anggota perpulungen. Agar masyarakat Karo ini diterima kembali maka ia harus
dikepkep
52
52
Dikepkep istilah yang digunakan dalam agama perotestan GBKP bagi orang tua yang ingin atau yang lagi belajar agama.
terlebih dahulu sampai memenuhi syarat tertentu, sehingga mereka diterima kembali menjadi anggota perpulungen.
Hal yang hampir sama juga ditemukan peneliti pada agama Islam. Di mana tidak adanya larangan perkawinan semerga pada agama islam, karean tidak melangar
syarat-syarat perkawinan agama islam. Hal ini diperkuat dengan keterangan yang diberikan S. Ginting salah satu pemeluk agama islam di desa Sugau kepada peneliti:
Universitas Sumatera Utara
106
“Didalam ajaran agama islam tidak adanya larangan melakukan perkawinan semerga, yang terpenting orang yang ingin menikah harus
memenuhi syarat-syarat perkawinan seperti harus dalam keridhoan atau suka sama suka,adanya hijab Kabul,adanya mahar atau mas kawin
dan adnaya wali dan saksi” wawancara,13 Desember 2014.
4.6. KeluargaKerabat Dekat dan Masyarakat Desa Sugau