108
Fiktor Ginting 39 tahun mengatakan kepada informan mengenai perkawinan semerga di desa Durin Pitu:
“Pasangan yang melakukan perkawinan semerga di desa ini, masyarakat di desa Sugau tidak dapat berbuat apa-apa, karena
perangkat desa dan keluarga mereka juga hanya diam saja. Selain itu, orang yang melakukan perkawinan semerga adalah saudara kami
juga’wawancara,1 oktober 2014.
4.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkawinan Semerga
Dalam kehidupan masyarakat Karo yang menganut konsep sangkep nggeluh, sehingga menyebabkan masyarakat Karo harus hidup berkelompok. Didalam
kelompok terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota kelompok. Hal ini dilakukan, agar setiap anggota dalam masyarakat dapat hidup dengan rukun
dan menyesuaikan diri dengan kelompok. Ada beberapa faktor-faktor yang mendukung terjadinya perkawinan semerga
dalam masyarakat Karo di desa Sugau, yaitu: 1.
Kurangnya informasi dari orang tua kepada anak-anaknya atau generasi muda tentang adat istiadat kebudayaan masyarakat Karo. Hal ini dikuatkan dengan
keterangan yang diberikan oleh informan Togong purba 75 tahun: “Dimana orang tua msyarkat karo di desa Sugau ini tidak lagi
mengajarkan anaknya cara bertutur. Hal ini disebabkan banyaknya orang tua di desa ini tidak mengetahui lagi cara bertutur. Sehingga
generasi muda kehilangan jati dirinya sebagai masyarakat Karo yang memiliki adat istiadat yang kuat”wawancara, 30 oktober 2014
2. Melemahnya nilai-nilai adat dalam masyarakat, diakibatkan oleh kurangnya
informasi tentang adat istiadat dalam masyarakat Karo dan kurangnya penerapan nilai-nilai adat di tengah-tengah masyarakat Karo. Melemahnya
nili-nilai budaya karo di desa Sugau dapat diterlihat dengat terjadinya
Universitas Sumatera Utara
109
perkawian semerga, yang dimana orang yang melakukan perkawian semerga hanya mendapakan sangsi sosia dan sangsi material. Sangsi sosial yang
diteriam oleh para pelaku perkawinan semarga adalah acara pernikahan dan pembayaran hutang adat hanya bias dilakukan ketika mereka mengket rumah
simbaru dan acara perjabun anak meraka, dan sangsi material yang harus diterima meraka adalah dimana seharusnya mas kawin yang diberikan
keluarga diterima oleh keluarga perempuan namun dengan terjadinaya perkawinan semerga makan mas kawin tidak diterima oleh orang tua
perempauan tetapi orang tua penadingen perempuan. 3.
Adanya pihak keluarga yang mau menerima keberadaan pasangan perkawinan semerga, sehingga pasangan perkawinan semerga tersebut tetap bertempat
tinggal di desa Sugau. Seperti yang diungkapakan oleh informan Risa br Purba 18 tahu:
“Kalau dilihat secara adat perkawinan semerga tidak boleh dilakukan, namun jika mereka sudah saling menyayangi dan mencintai kenapa
harus dihalangi, kan setiap manusia itu berhak untuk bahagia”wawancara, 31 okttober 2014.
Masyarakat desa Sugau akan tetap berusaha menyelesaikan masalah yang timbul di desa ini dengan cara runggumusyawarah, khususnya mereka yang
masih mempunyai hubungan kekeluargaan. 4.
Kemajuan dibidang pendidikan yang menimbulkan perubahan sosial dalam masyarakat Karo. Awal dimana lahirnya pendidikan masyarakat Karo,
berbondong pergi ke kota untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi, dan melahirkan kebudayaan baru.
Universitas Sumatera Utara
110
5. Perubahan cara pandang dari masyarakat Karo yang dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan yang dikenyam oleh masyarakat Karo dan oleh kemajuan tehnologi yang berkembang ditengah-tengah masyarakat Karo.
6. Teknologi yang semakin berkembang dengan pesat di tengah-tengah
masyarakat Karo. 7.
Adanya kejenuhan dalam masyarakat Karo akibat perkawinan idea masyarakat karo, dimana perkawinan ideal Karo menghambat seseorang
untuk menikah dengan orang lain diluar masyarakat Karo. Hal ini di perkuat dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap pemuda desa
Sugau. Dari beberapa pemuda yang diwawancarai oleh penelit kebanyakan dari meraka tidak menginginkan menikah dengan impalnya, hal penolakan
tersebut dilatarbelakangi dengan alasan-alasan seperti tidak adadnya perluasan kekerabatan, beban tangung jawab yang terlalu besar dan alasan lainya.
8. Adanya budaya yang dinamis. Budaya adalah hasil karya dan cipta manusia,
sehingga manusia akan terus berkembang, berubah seiring dengan perkembangan zaman. Begitu pula dengan budaya adat istiadat akan
mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. 9.
Adanya pandangan bahwa satu merga belum tentu satu nenek moyang, karena dalam satu merga mayarakat Karo terdiri dari beberapa sub merga yang
menurut sejarahnya sub merga tersebut tidak memiliki nenek moyang yang sama. Hal yang hampir sama juga diungkapkan Nd.M.Br.Tarigan tua 79
tahun kepada peneliti: “kami dulunya melakukan perkawinai ini. Karena kami mengangap
bahwa kami bukan satu merga dan bukan satu nini, suami saya berasal
Universitas Sumatera Utara
111
dari cingkes dan sedangkan saya dari desa Kandibata” Wawancara, 30 Oktober 2014
10. Tidak terbuktinya pandangan masyarakat Karo tentang perkawinan semerga
akan melahirkan anak yang cacat. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti di lapangan, bahwa perkawinan semerga tidak memiliki
keturunan yang mengalami cacat dan mempunyai kesehatan yang baik, tidak menunjukan tanda-tanda akan gangguan kesehatan. Seperti yang di
ungkapakan informan M. br Gurusinga 53 tahun: “Saya tidak takut akan gangguan kesehatan pada anak-anak saya.
Karena apabila dilihat dari kedua orang tuanya sehat-sehat saja dan belum tentu semerga itu sedarah karena kami kan berbeda dalam sub
merga, saya gurusinga dan istri saya sinuraya, dimana jika dilihat dari sejarah asal usul kami berbeda jauh dan pastinya anak-anak kami juga
sehat-sehat dan hal tersebut terbukti, anak-anak saya sehat-sehat semua begitu juga dengan cucu saya”
Hal yang lebih lanjut lagi mengenai keturunan juga dikemukakan oleh
informan Modal Gurusinga 52 tahun. Saya tidak takut, buktinya anak-anak dan cucu saya sehat semua.
Kemungkinan, bukan saudara dekat dan merga juga beda, ini menunjukan nenek moyang kami juga berbeda hanya memang sub
merga kami masuk dalam merga Karo-karo” wawancara, 27 oktober 2014
Pada pasangan perkawinan semerga ini menunjukan bahwa keturunan
dari mereka akan tetap sehat-sehat dan dapat tumbuh dengan baik seperti anak-anak dari pasangan perkawinan normal.
11. Pengaruh Ajaran agama
Tidak adanya larangan perkawinan semerga pada agama dan adat perkawinan masyarakat Karo sekarang ini selalu menyesuaikan diri dengan
ajaran perkawinan agama. Peneliti menemukan pada masyarakat Karo bahwa tahap-tahap perkawinan pada masyarakat Karo sekarang ini tidak lagi
Universitas Sumatera Utara
112
dilaksanakan semuanya dan ada penambahan tahap perkawinan pada masyarakat Karo yang berasal dari ajaran agama berupa pasu-pasu. Pasu-pasu
acara perkawinan pada masyarakat karo untuk mendapatkan pengakuan dari agama. Maka sebelum sebelum prosesi adat dilakukan dan dilangsungkan
bagai agama islam ijab Kabul dan pemberkatan bagai agama Kristen.
4.8. Perubahan Budaya Sangkep nggeluh