Studi Studi Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

68 Pengukuran kinerja ketahanan pangan pada penelitian ini menyangkut berbagai dimensi baik ketahanan pangan secara makro yang merupakan syarat keharusan juga ketahanan pangan secara mikro pada individu yang merupakan syarat kecukupan, yaitu meliputi : produksi beras, rata-rata konsumsi beras, konsumsi energi, konsumsi protein, pendapatan sektor pertanian, pendapatan per kapita dan outcome ketahanan pangan yang direkomendasikan FAO 2001 yaitu umur harapan hidup, angka kematian bayi dan prevalensi anak kurang gizi dan gizi buruk.

2.5. Studi Studi Terdahulu

Tinjauan penelitian terdahulu dilakukan terhadap penelitian dengan topik desentralisasi fiskal, kemiskinan, ketahanan pangan, perananan sektor pertanian dan permintaan dan penawaran komoditi beras. Perbedaan penelitian yang sedang dilakukan dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah, pada penelitian terdahulu lingkup kajian agregat nasional sedang pada penelitian yang sedang dilakukan lingkup kajian agregat regional pada tingkat kabupaten yang merupakan refleksi dari implementasi desentralisasi fiskal dan kinerja perekonomian lebih difokuskan pada kinerja sektor pertanian dan produksi beras. Desentralisasi fiskal dalam penelitian ini diterjemahkan sebagai kebebasan berinovasi dan berkreasi dari pemerintah daerah sebagai pelaksana fungsi inisiator, fasilitator dan regulator dalam mengoptimalkan perannya pada lingkup payung UU No 22 dan UU No 25 Tahun 1999 dan UU No 32 dan UU No 33 Tahun 2004 dalam mengelola anggaran belanja daerah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan menurunkan kemiskinan di daerahnya. Ketahanan pangan yang merupakan suatu sistem dari beberapa subsistem, maka optimalisasi peran pemerintah sebagai pelaksana fungsi inisiator, fasilitator dan regulator dalam implementasi desentralisasi 69 fiskal dilakukan pada semua subsistem dari sistem ketahanan pangan. Sehingga indikator ketahanan pangan pada penelitian ini diukur dari semua subsistem dari ketahanan pangan, yaitu mulai dari peningkatan produksi gabah dan beras yang memproksi ketersediaan pangan, pendapatan sektor pertanian dan pendapatan per kapita yang memproksi daya beli, rata-rata tingkat konsumsi beras, energi, dan protein yang memproksi tingkat akses pada pangan secara agregat sampai pada indikator akses pangan secara individu dengan melihat status gizi masyarakat yang diukur dengan prevalensi naka kurang gizi dan gizi buruk, angka kematian bayi dan umur harapan hidup. Tabel 2. Rekapitulasi Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu tentang Desentralisasi Fiskal, Kemiskinan dan Ketahanan Pangan No. 1. 2. 3. 4. Peneliti dan Tahun Zhang and Zhao 1997 Rao 2000 Lin and Liu 2000 Capuno 2001 Topik dan Metode Desentralisasi yang ditunjukkan dengan kontribusi yang besar pada pengeluaran daerah terhadap GDP terhadap pertumbuhan ekonomi India. Poverty Alleviation under Fiscal Decentralization in Transitional Economy The Case of Vietnam. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi di China, Fungsi Produksi Cobb- Douglas. Elastisitas Pendapatan dan Pengeluaran Pemerintah Daerah pada Era Desentralisasi Hasil dan Implikasi Kebijakan Desentralisasi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, karena terjadi efisiensi alokasi sumber daya dan stabilitas ekonomi makro. Desentralisasi berpengaruh efektif dalam mengurangi kemiskinan karena terjadi efisiensi dalam identifikasi kemiskinan dan mampu merumuskan strategi pengurangan kemiskinan yang lebih tepat sesuai kondisi si miskin. Desentralisasi fiskal berkontrbusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan efisiensi alokasi sumberdaya Elastisitas pendapatan pemerintah daerah bernilai elastis sedang elastisitas pengeluaran in-elastis, yang 70 5. 6. 7. Vazques and McNab 2001 Brodjonegoro et al. 2001 Pardede 2004 Fiskal di Philipina,OLS, Panel Data. Fiscal Decentralization and Economic Growth in Vietnam. Alokasi Bagi hasil dan DAU kaitannya dengan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi daerah, persamaan simultan. Desentralisasi Fiskal; Input-Output berarti peningkatan transfer dana dari pusat memberi tekanan positif pada penerimaan yang lebih besar dibanding pengeluaran daerah. Desentralisasi berpengaruh pada efisiensi alokatif dan efisiensi produksi karena pemerintah lokal lebih responsif terhadap kebutuhan dan preferensi masyarakat sehingga akan memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Kebijakan pengeluaran pemerintah melalui konsep bagi hasil menimbulkan kesenjangan antar daerah dan alokasi DAU mampu memperkecil kesenjangan. Simulasi terhadap peningkatan bagi hasil memberikan hasil pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibanding peningkatan alokasi DAU. Kombinasi peningkatan bagi hasil dan DAU memberikan pertumbuhan lebih besar. G berasal dari transfer pusat sangat berperan dalam penciptaan output, pendapatan dan kesempatan kerja. Kebijakan Desentralisasi Fiskal dapat meningkatkan perekonomian daerah dan memperbesar disparitas. Daerah penelitian belum mempertimbangkan sektor unggulan dalam alokasi anggaran pembangunan. Realokasi anggaran pembangunan ke sektor 71 8. 9. 10. Pakasi 2005 Asra 2000 Simatupang dan Darmoredjo 2003 Desentralisasi Fiskal, Ekonometrika Persamaan Simultan, Pooled data Poverty and Inequality in Indonesia: Estimates, Decomposition and Key Issue. Produk Domestik Bruto PDB, Harga dan Kemiskinan unggulan akan meningkatkan erekonomian di dua daerah. Kebijakan DF berpengaruh besar terhadap kinerja fiskal namun relatif kecil terhadap perekonomian daerah; dampak transfer DAU lebih besar terhadap kinerja fiskal daerah, sedangkan dampak investasi daerah lebih besar terhadap perekonomian daerah, realokasi anggaran rutin ke anggaran sektor terkait masyarakat infrastruktur, kesejahteraan sosial, pendidikan berdampak lebih besar terhadap kinerja fiskal dan perekonomian daerah. Penurunan kemiskinan perdesaan merupakan penyumbang terbesar terhadap penurunan kemiskinan agregat, pertumbuhan ekonomi merupakan komponen terpenting dari upaya pengurangan kemiskinan, kemiskinan perdesaan lebih elastis terhadap pertumbuhan ekonomi, hasil simulasi menunjukkan bahwa pergeseran dalam angkatan kerja dan perbaikan peluang kerja di sektor perkotaan memainkan peranan penting dalam mengurangi kemiskinan agregat. Dampak PDB terhadap kemiskinan bervariasi menurut sektor, PDB sektor pertanian memiliki dampak lebih besar terhadap 72 11. 12. Yudhoyono 2005 Jayawinata 2005 Kebijakan Fiskal Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Terhadap Pengangguran dan Kemiskinan, Ekonometrika Persamaan Simultan Time Series Kebijakan Makro terhadap Ketahanan Pangan Nasional, Ekonometrika Persamaan Simultan Time Series kemiskinan perdesaan dan kemiskinan perkotaan dipengaruhi terutama PDB sektor industri, kemiskinan agregat dipengaruhi PDB sektor pertanian dan non pertanian, insiden kemiskinan juga dipengaruhi oleh harga beras, strategi pembangunan yang efektif untuk pengentasan kemiskinan adalah strategi pembangunan yang lebih menitik beratkan pada sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan. Pemerintahan Pasca Orde Baru cenderung menurunkan PDB pertanian dan non pertanian, akibatnya kemiskinan di perdesaan dan perkotaan meningkat. Peningkatan G untuk pembangunan infrastruktur berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran.Mengurangi kemiskinan, khususnya di perdesaan diperlukan policy mix antara G untuk pembangunan pertanian dan kebijakan upah. Kebijakan suku bunga, nilai tukar, penawaran uang dan pengeluaran pemerintah merupakan variabel kebijakan makroekonomi yang memiliki dampak terhadap ketahanan pangan nasional. Kebijakan makroekonomi yang sangat mempengaruhi kelompok masyarakat rawan pangan 73 13. 14. 15. Herliana 2004 Ilham 2006 Mulyana 1998 Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Indonesia, Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE Efektivitas Kebijakan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangan dan Dampaknya pada Stabilitas Ekonomi Makro. S dan D Beras dalam rangka Mempertahankan Swasembada Menuju Era Perdagangan Bebas, Ekonometrika Persamaan Simultan Time Series adalah kombinasi penurunan suku bunga dan peningkatan G Produktivitas sektor pertanian tingkat kesejahteraan relatif rendah dibanding sektor lain, subsektor tanaman pangan mempunyai nisbah nilai tambah per tenaga kerja paling rendah; koefisien-koefisien pengganda pada sektor pertanian secara umum relatif lebih besar dari pada sektor lainnya, untuk meningkatkan pendapatan kelompok miskin di perdesaan sektor yang paling efektif diinjeksi adalah sektor tanaman pangan. Kebijakan harga pangan berpengaruh positif inelastis terhadap ketersedian energi, namun tidak mempengaruhi ketersediaan protein. Kebijakan harga output signifikan terhadap ketersediaan energi, sedang harga input tidak signifikan. Kebijakan harga pangan tidak signifikan terhadap konsumsi energi per kapita. Perlu pengembangan areal sawah intensifikasi dan irigasi di wilayah Sumatera dan Sulawesi. Dalam jangka pendek, kebijakan untuk meningkatkan harga dasar gabah yang lebih tinggi dari kenaikan harga pupuk masih diperlukan. Penghapusan peran bulog dan intervensi harga belum direkomendasikan. 74 16. 17. 18. 19. 20. Sawit 1994 Sudaryanto dan Sayuti 1990 Tabor et al. 1989 Nainggolan and Suprapto 1987 Mears et al. 1981 Analisa Permintaan Pangan : Bukti Empiris Teori Rumah Tangga Pertanian. Model Permintaan Rumah Tangga Pertanian MPR. Analisis Permintaan Bahan Pangan dengan Pendekatan Persamaan Sistem. Almost Ideal Demand System AIDS. Food Crop Demand in Indonesia : A System Approach. Supply Response for Rice in Java : Empirical Evidence Income Elasticity of Demand for Rice in Indonesia. Respons penawaran padi terhadap harga padi positif inelastis, harga palawija positif inelastis, harga pupuk negatif inelastis, upah tenaga kerja negatif inelastis, luas tanah garapan positif inelastis. Elastisitas permintaan padi terhadap harga padi negatif inelastis, harga palawija negatif inelastis, upah tenaga kerja negatif inelastis, pendapatan riil per kapita positif inelastis, jumlah tenaga kerja negatif inelstis. Elastisitas harga pangan inelatis dan bertanda negatif, elastisitas beras inelastis dan relatif lebih inelastis dibanding pangan lain. Elastisitas untuk harga lebih rendah dibanding terhadap pengeluaran. Respons padi terhadap harga tidak elastis. Harga tidak signifikan terhadap areal tetapi signifikan terhadap produktivitas Income elastisitas permintaan beras wilayah luar Jawa relatif lebih tinggi dibanding wilayah Jawa, elastisitas pada daerah perdesaan relatif lebih tinggi dibanding daerah perkotaan dan elastisitas golongan penduduk tingkat konsumsi kalori tinggi relatif lebih rendah dibandingkan golongan penduduk tingkat konsumsi kalori rendah.

III. KERANGKA TEORI DAN PEMIKIRAN KONSEPTUAL 3.1. Kerangka Teori

3.1.1. Kaitan Desentralisasi Fiskal dengan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan

Dari penelusuran tinjauan pustaka didapatkan pemahaman tentang konsep desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal memberi eksensi kebebasan berinovasi dan berkreasi kepada pemerintah daerah dalam mengoptimalkan perannya sebagai pelaksana fungsi-fungsi inisiator, fasilitator dan regulator dalam mengelola anggaran pendapatan belanja daerah baik dari sisi peneriman maupun pengeluaran untuk meningkatkan ketahanan pangan dan menurunkan kemiskinan di daerahnya. Kaitan desentralisasi fiskal dengan ketahanan pangan dan kemiskinan dapat dijelaskan dari beberapa teori sebagaimana yang dikatakan oleh Pogue and Squant, 1976; Lin and Liu, 2000; Roy, 1999 ; Rao, 2000; Smoke, 2001; Ebel and Yilmaz, 2002 bahwa desentralisasi fiskal membuat pemerintah lebih responsif terhadap aspirasi dan preferensi kebutuhan masyarakat dibanding dengan pemerintah yang terpusat. Hipotesis serupa juga disampaikan oleh Tiebout, yang dikenal dengan Tiebout Hypotesis yaitu untuk barang publik yang memungkinkan perbedaan permintaan antar daerah maka efisiensi alokasi sumber daya akan lebih baik jika produksi barang tersebut dilakukan secara terdesentralistik Stiglitz, 2000. Selanjutnya dikatakan desentralisasi fiskal berhubungan dengan perumusan kewenangan atas sumber- sumber dana yang ada atau akses terhadap dana transfer dan pembuatan berbagai keputusan baik yang menyangkut pengeluaran rutin maupun pengeluaran investasi pembangunan Braun and Grote, 2002. Transfer fiskal merupakan inti dari suatu hubungan fiskal antar pemerintahan dan memiliki peranan penting dan menentukan dalam mendukung program desentralisasi fiskal, karena pengeluaran pemerintah daerah dua per tiganya merupakan dana transfer dari