Konsumsi Beras Dugaan Parameter Persamaan Struktural

6.2.10. Konsumsi Beras

Konsumsi beras dipengaruhi negatif oleh harga beras, jumlah penduduk miskin, dummy desentralisasi fiskal, dan dipengaruhi positif oleh pendapatan per kapita dan lag konsumsi beras. Harga beras secara signifikan berpengaruh negatif terhadap konsumsi beras dengan elastisitas sebesar -0.0222 artinya. Kecilnya nilai elatisitas konsumsi beras terhadap perubahan harga menunjukkan bahwa beras merupakan makanan pokok di Jawa Barat dan belum ada barang substitusinya yang dekat, perubahan harga hanya sedikit menurunkan konsumsi dan tidak merubah konsumen beras untuk merubah konsumsinya dengan beralih pada barang substitusi dari beras. Tabel 26. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Beras Kabupaten di Wilayah Provinsi Jawa Barat Persamaan Konsumsi Beras Parameter T for H0: Prob |T| Elastisitas Label Variabel Variable Estimate Parameter=0 J. Pendek J. Panjang INTERCEP 14.071878 97.89 0.0001 - - Intercep PBRS -0.000119 -2.716 0.0073 -0.0222 -0.0337 Harga beras JMLMIS -0.002361 -6.506 0.0001 -0.0464 -0.0704 Jumlah penduduk miskin IKAP 0.000021853 1.515 0.1321 0.0032 0.0048 Pendapatan per kapita DMDF -0.232747 -2.334 0.0210 - - Dummy desentralisasi fiscal LCONBRSI 0.341672 2.835 0.0053 - - Lag konsumsi beras F Value ProbF R-Square Dh 18.404 0.0001 0..5818 12..916 Hasil penelitian ini sesuai dengan kajian yang dilakukan Mears et al. 1981, Teklu dan Jhohnson 1988, Suryana dan Rachman 1988, Tabor et al. 1989, Sudaryanto dan Sayuti 1990, Sawit 1994, bahwa respons permintaan beras terhadap perubahan harga beras negatif inelatis. Elastisitas bahan makanan pokok lebih kecil dibanding elastisitas untuk bahan makanan mewah seperti kelompok sayuran, buah-buahan dan minuman. Rendahnya elastisitas harga beras memberi petunjuk bahwa usaha mempertahankan harga beras yang rendah tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan. Pertumbuhan permintaan beras lebih ditentukan oleh pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan daripada oleh perubahan harga. Jumlah penduduk miskin berhubungan negatif dan signifikan dengan konsumsi beras dengan nilai elatisitas sebesar 0.0464 artinya apabila jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 10 persen maka konsumsi beras akan turun sebesar 0.46 persen. Hal ini terjadi karena jumlah konsumsi beras per kapita pada masyarakat miskin cenderung belum tercukupi sesuai kebutuhan, sehingga peningkatan jumlah penduduk miskin akan menurunkan rata-rata konsumsi terhadap beras per kapita. Pada masyarakat miskin makanan pokok beras juga masih lebih banyak disubstitusi dengan pangan lain yang harganya lebih rendah, dengan demikian maka peningkatan jumlah penduduk miskin maka akan menurunkan konsumsi beras. Namun demikian nilai elastisitas yang kecil menunjukkan bahwa beras masih merupakan makanan dominan bagi penduduk miskin di Jawa Barat. Pendapatan per kapita berhubungan positif dengan konsumsi beras, hal ini menunjukan bahwa beras masih merupakan barang normal sehingga apabila pendapatan naik maka konsumsi beras akan naik. Fenomena ini menunjukan bahwa kondisi masyarakat di daerah penelitian rata-rata kenaikan pendapatannya masih digunakan untuk meningkatkan konsumsi makanan pokok beras sumber karbohidarat walau dalam proporsi yang kecil yang ditunjukkan dengan nilai elastisitas yang inelastis yaitu sebesar 0.1321. Hasil ini relatif lebih kecil dibanding oleh temuan beberapa peneliti yang menemukan elastisitas pendapatan atas permintan beras berkisar antara 0.25 sampai 0.60. Sudaryanto dan Sayuti 1990 menyebutkan bahwa beras merupakan makanan pokok dan mempunyai elastisitas pendapatan lebih rendah dibanding makanan seperti daging, sayuran,buah-buahan dan minuman. Mears et al. 1981 menghasilkan berbagai elastisitas permintaan beras terhadap pendapatan berdasarkan wilayah dan golongan, untuk wilayah Luar Jawa pada golongan masyarakat berpenghasilan rendah desa elastisitas sebesar 1.52, rendah kota sebesar 0.96, berpenghasilan menengah desa sebesar 0.56, menengah kota 0.35, berpenghasilan tinggi desa sebesar 0.28 dan berpenghasilan tinggi kota sebesar 0.03. Sedang pada wilayah Jawa pada golongan masyarakat berpenghasilan rendah desa sebesar 0.97, rendah kota sebesar 0.37, menengah desa sebesar 0.36, menengah kota 0.06, tinggi desa 0.13 dan tinggi kota 0.04. Pada wilayah Jawa di perkotaan masyarakat yang tingkat pendapatannya sudah relatif tinggi kenaikan pendapatan justru akan menurunkan konsumsi beras, karena mereka akan mensubstitusi beras dengan pangan lain sumber protein, mineral dan vitamin. Dummy desentralisasi fiskal bernilai negatif menunjukan bahwa pada masa desentralisasi fiskal rata-rata tingkat konsumsi beras relatif lebih kecil. Turunnya konsumsi beras pada daerah penelitian pada masa desentralisasi fiskal kemungkinan disebabkan oleh: 1 turunnya konsumsi beras karena beralih pada makanan yang lebih baik misalnya tidak hanya sumber karbohidrat tetapi juga sumber protein, mineral dan zat-zat makanan lain bagi masyarakat golongan yang mampu, dan 2 turun karena memang jumlah konsumsi turun yang diakibatkan oleh turunnya kemampuan akses terhadap pangan beras bagi golongan tidak mampu. Namun apabila dilihat pada nilai elastisitas beras terhadap perubahan pendapatan sebesar 0.13 lebih rendahnya tingkat konsumsi beras pada masa desentralisasi fiskal disebabkan oleh penurunan rata-rata konsumsi beras terutama oleh golongan masyarakat berpenghasilan rendah atau golongan masyarakat miskin.

6.2.11. Konsumsi Energi