disebabkan oleh penurunan rata-rata konsumsi beras terutama oleh golongan masyarakat berpenghasilan rendah atau golongan masyarakat miskin.
6.2.11. Konsumsi Energi
Konsumsi energi dipengaruhi positif oleh konsumsi beras, pendapatan per kapita, dana kesehatan, dan lag konsumsi energi. Konsumsi energi merupakan
turunan dari konsumsi beras, apabila konsumsi beras meningkat maka konsumsi energi akan meningkat karena beras merupakan sumber utama karbohidrat yang
merupakan sumber energi. Nilai elastisitas sebesar 0.8552 menunjukan bahwa apabila konsumsi beras meningkat sebesar 10 persen maka konsumsi energi akan
meningkat sebesar 8.6 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa pola makan penduduk di daerah penelitian sebagian besar masih didominasi oleh beras sebagai
makanan pokok, sehingga perubahan konsumsi beras dengan konsumsi energi searah. Nilai elastisitas kurang dari satu menunjukkan bahwa selain beras masih ada
makanan lain sebagai sumber energi di dalam makanan pokok penduduk di daerah penelitian.
Pendapatan per kapita berhubungan positif dengan konsumsi energi, hal ini menunjukan bahwa makanan sumber energi merupakan barang normal sehingga
apabila pendapatan naik maka konsumsi energi akan naik. Kondisi masyarakat di daerah penelitian rata-rata konsumsi energi masih di bawah angka kecukupan gizi
AKG sehingga apabila mengalami peningkatan pendapatan maka sebagian dari pendapatan itu akan digunakan untuk memenuhi konsumsi energi sehingga apabila
pendapatan per kapita meningkat konsumsi energi juga meningkat. Untuk masyarakat yang tingkat pendapatannya sudah tinggi dan rata-rata konsumsi energi
sudah melebihi standar kecukupan gizi, maka peningkatan pendapatan justru akan
menurunkan konsumsi energi. Pada tabel 27 tersaji hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi energi.
Tabel 27. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Energi Kabupaten di
Wilayah Provinsi Jawa Barat
Persamaan Konsumsi Energi Parameter
T for H0: Prob |T|
Elastisitas Label Variabel
Variable Estimate Parameter=0
J. Pendek J. Panjang
INTERCEP 312.989317
3..958 0.0001
- -
Intercep CONBRS
141.703236 23.822
0.0001 0.8552 0.9560
Konsumsi beras
IKAP 0.257806
2..515 0.0321 0.1535
0.1716 Pendapatan per kapita
DPKES 0.00066
0.723 0.4708
- -
Pengeluaran kesehatan LCONSENI
0.105435 1.969
0.051 -
- Lag konsumsi energi
F Value ProbF
R-Square Dh
243.715 0.0001
0.8403 10.447
Dana kesehatan berhubungan positif tetapi tidak signifikan terhadap konsumsi energi, peningkatan dana kesehatan akan meningkatkan penduduk untuk akses
terhadap pangan sumber energi. Hal ini terjadi bisa melalui program-program penyuluhan tentang pentingnya makanan sehat dan seimbang yang diadakan oleh
dinas kesehatan, program makanan tambahan dan program sejenisnya.Variasi peubah penjelas dapat menjelaskan variasi konsumsi energi sebesar 84.03 persen.
6.2. 12. Konsumsi Protein
Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi konsumsi protein adalah
konsumsi energi, pendapatan per kapita, dummy desentralasi fiskal, dan konsumsi protein tahun sebelumnya.Konsumsi energi signifikan berpengaruh positif terhadap
konsumsi protein dengan nilai elastisitas sebesar 0.7827 artinya apabila konsumsi energi meningkat sebesar 10 persen maka konsumsi protein akan meningkat sebesar
7.8 persen. Makanan pokok penduduk di daerah penelitian mengandung komposisi
kandungan energi dan protein yang relatif imbang, sehingga peningkatan dalam konsumsi energi diikuti oleh peningkatan dalam konsumsi protein. Beras
mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi sebagai sumber energi disamping juga kandungan proteinnya relatif tinggi.
Pendapatan per kapita signifikan berhubungan positif dengan konsumsi protein hal ini menunjukkan bahwa protein merupakan barang normal atau merupakan
barang superior dari sisi nilai gizi, sehingga apabila pendapatan naik maka peningkatan sebagian pendapatan akan digunakan untuk meningkatkan konsumsi
protein. Kondisi masyarakat di daerah penelitian rata-rata konsumsi protein masih di bawah angka kecukupan gizi AKG sehingga apabila mengalami peningkatan
pendapatan maka sebagian dari pendapatan itu akan digunakan untuk memenuhi konsumsi protein.
Tabel 28. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Protein Kabupaten di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Persamaan Konsumsi Protein Parameter
T for H0: Prob |T|
Elastisitas Label Variabel
Variable Estimate Parameter=0
J. Pendek J. Panjang
INTERCEP -1414..334811
-9.762 0.0001
- -
Intercep CONSENI
0.020636 12.632
0.0001 0.7827
1.5843 Lag konsumsi energi
IKAP 5..257806
2.015 00832
0..3502 0.7088
Pendapatan per kapita JMLMIS -2.005260
-3.250 0.0001
-0.0258 -0.0522
Jumlah penduduk miskin
DMDF -4.161020
-9.657 0.0001
- -
Dummy desentralisasi LCONPROT
0.505978 5.255
0.0001 -
- Lag konsumsi protein
F Value ProbF
R-Square Dh
65.325 0.0001
0.6544 1.824
Jumlah penduduk miskin berhubungan negatif dan signifikan dengan konsumsi protein, hal ini terjadi karena jumlah konsumsi protein per kapita pada masyarakat
miskin cenderung belum tercukupi sesuai kebutuhan, sehingga peningkatan jumlah
penduduk miskin akan menurunkan rata-rata konsumsi protein. Pada masyarakat miskin makanan pokoknya sebagian besar sebagai sumber energi sedang kandungan
proteinnya relatif kurang karena protein merupakan zat gizi yang relatif lebih mahal. Dummy desentralisasi fiskal bernilai negatif yang menunjukkan pada masa
densentralisasi fiskal konsumsi protein relatif lebih rendah dibanding sebelum desentralisasi fiskal. Rendahnya konsumsi protein pada masa desentralisasi fiskal
disebabkan karena rendahnya akses masyarakat terutama dari masyarakat golongan kurang mampu terhadap pangan hal ini juga ditunjukkan bahwa pada masa
desentralisasi fiskal konsumsi beras juga lebih rendah. Kondisi ini patut mendapat perhatian karena dengan desentralisasi fiskal yang seharusnya memberi pengaruh
kemudahan pada masyarakat untuk bisa mengakses pangan secara seimbang justru konsumsi protein pada masa desentralisasi fiskal relatif lebih kecil.
6.2. 13. Jumlah Penduduk Miskin