dari sumber daya alam dan pajak, dan idealnya semua pengeluaran daerah mampu dibiayai oleh kapasitas fiskal daerah. Pada masa sebelum desentralisasi fiskal kapasitas
fiskal di Jawa Barat sebesar 0.35 artinya kemampuan keuangan daerah dari PAD dan Bagi Hasil besarnya hanya sebesar 35 persen untuk dapat membiayai pengeluaran yang
dibutuhkan daerah. Sedang pada masa desentralisasi fiskal kapasitas fiskal malah menurun menjadi 0.23. Kondisi ini mencerminkan terjadinya penurunan kemandirian
keuangan daerah yang semakin besar pada pelaksanaan desentralisasi fiskal. DAU keberadaannya diperlukan sebagai penyeimbang bagi daerah yang kaya dengan daerah
yang miskin.
5.3. Kondisi Perekonomian Provinsi Jawa Barat
Kontribusi ekonomi Jawa Barat terhadap perekonomian nasional rata-rata selama tahun 2001 – 2005, adalah 13.8 persen. Kontribusi ini lebih besar bila dibandingkan
dengan provinsi lainnya. Sebelum masa krisis moneter dan sebelum pembentukan Provinsi Banten, peran ekonomi Jawa Barat dalam perekonomian nasional jauh lebih
besar.Tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Barat selalu lebih tinggi daripada perekonomian nasional. Artinya Jawa Barat telah menjadi salah satu sumber
pertumbuhan ekonomi nasional yang dominan. Namun pada saat terjadi krisis moneter, perekonomian Jawa Barat mengalami tingkat kemunduran yang sangat besar, yaitu lebih
besar daripada penurunan perekonomian nasional. Setelah masa krisis moneter berlalu, pemulihan ekonomi Jawa Barat relatif lambat. Dari tahun 2001- 2005 pada masa
implementasi desentralisasi fiskal ekonomi Jawa Barat mengalami pertumbuhan namun tingkat pertumbuhannya lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi nasional, dan
karena mengalami akselerasi relatif lebih baik sehingga pada tahun 2006 laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mulai ada di atas laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada tahun 2006 laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mencapai 6.02 persen, sedangkan ekonomi nasional sebesar 5.40 persen dan pada tahun 2007 pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat sebesar 6.41 persen sedang laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5.25 persen.
1 2
3 4
5 6
7
2001 2003
2005 2007
Laju Pertumbuhan
Ekonomi Jabar
Laju Pertumbuhan
Ekonomi Nasional
Gambar 8. Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi Jabar dan Nasional pada Masa Desentralisasi Fiskal Tahun 2001-2007
Transformasi ekonomi nasional yang terjadi sejak tahun 80-an hingga tahun 2000- an telah membawa konsekuensi pada rendahnya pertumbuhan sektor pertanian di Jawa
Barat. Pertumbuhan sektor industri, sektor-sektor utilitas dan jasa sedemikian pesat sehingga jauh meninggalkan sektor pertanian. Sampai dengan tahun 2005, sektor industri
pengolahan memberikan kontribusi sekitar 43.2 persen dari seluruh ekonomi Jawa Barat,
disusul sektor jasa penunjang seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19.6 persen. Sektor pertanian hanya memberikan kontribusi sekitar 14.4 persen. Berikut tersaji
Perkembangan dan Struktur PDRB di Jawa Barat. Tabel 7. Perkembangan dan Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun
2001 - 2005 Harga Konstan Tahun 2000 dalam Trilyun Rupiah
Struktur PDRB
2001 2002 2003 2004 2005 1. Pertanian
31.88 E
32.40 34.46
34.73 34.94
1.1. Pangan
23.54 23.69
24.85 25.49 25.28 1.2.
Perkebunan 1.82
1.85 1.95 1.90 2.03
1.3. Peternakan
4.20 4.49
5.12 5.28 5.22 1.4.
Kehutanan 0.52
0.59 0.77 0.44 0.48
1.5. Perikanan
1.80 1.78
1.77 1.82 1.71 2. Penggalian dan Pertambangan
8.95 8.23
7.71 7.20
7.02 3. Industri Pengolahan
91.76 93.93
96.98 105.33 114.30 3.1. Industri Pengolahan Migas
2.63 2.61
2.61 2.30
2.32 3.2. Industri Pengolahan Non Migas
90.13 91.32
94.37 103.04 111.98 4.Listrik, Gas dan Air Bersih
4.52 4.92
5.34 5.65
5.76 5.Bangunan Kontruksi
5.14 5.98
6.60 7.78
8.11 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
41.72 42.76
45.53 47.26
50.61 7. Perhubungan dan Telekomunikasi
9.03 9.38
10.31 10.33
11.14 8.Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan 6.43
6.97 7.25 7.72 7.67
9.Jasa-jasa 14.36
14.94 15.84 16.82 18.20
PDRB 213.79
219.53 230.00 242.94 257.54
Sumber : PDRB Jawa Barat BPS, 2005.
Tingginya kontribusi sektor industri pengolahan selama ini relatif kurang memiliki kaitan kuat dengan perkembangan sektor pertanian. Dalam jangka pendek
kondisi ini dapat dimaklumi untuk mempercepat peningkatan pendapatan untuk
selanjutnya membuka peluang usaha masyarakat di Jawa Barat. Namun demikian perhatian terhadap perkembangan sektor pertanian dalam jangka panjang patut mendapat
perhatian serius untuk dapat dikaitkan dengan pengembangan sektor industri. Sektor pertanian di Jawa Barat didominasi oleh subsektor tanaman pangan yang berkontribusi
lebih dari 70 persen dalam perolehan PDRB sektor pertanian di Jawa Barat. Pertumbuhan dan kontribusi sektor perekonomian Jawa Barat tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor Ekonomi Jawa Barat Tahun 2001-2005
Sektor Perekonomian Kontribusi
Pertumbuhan 1. Pertanian
14.40 2.38
1.1. Pangan 10.48
2.21 1.2. Perkebunan
0.81 3.26
1.3. Peternakan 2.12
5.35 1.4. Kehutanan
0.24 0.99
1.5. Perikanan 0.75
1.24 2. Penggalian dan Pertambangan
3.20 5.16
3. Industri Pengolahan 43.17
6.79 4.Listrik, Gas dan Air Bersih
2.28 5.42
5.Bangunan Kontruksi 2.29
10.81 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
19.59 5.79
7. Perhubungan dan Telekomunikasi 4.33
5.99 8.Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
3.12 3.31
9.Jasa-jasa 6.92 6.30
PDRB 100.00 5.47
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2005.
Sektor industri pengolahan, sektor utilitas dan sektor jasa di Jawa Barat pada umumnya tumbuh cepat di atas rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi LPE. Kondisi ini
terkait dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dan struktur kota yang semakin kuat. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor bangunan sebesar
10.81persen, sektor jasa-jasa 6.8 persen, dan sektor industri pengolahan 6.79 persen. Sektor konstruksi berkembang sebagai respon terhadap peningkatan jumlah penduduk
yang membutuhkan tempat tinggal dan respon terhadap perkembangan kegiatan ekonomi. Sektor pertanian tumbuh relatif lambat di bawah LPE, yaitu sekitar 2.38 persen per
tahun, sub sektor pangan yang berkontribusi terbesar pada sektor pertanian di Jawa Barat tumbuh lebih lambat dibanding sektor pertanian. Melambatnya pertumbuhan sektor
pangan salah satunya disebabkan adanya perlambatan pada laju peningkatan produksi padi levelling off yang merupakan komponen pangan utama di Jawa Barat. Hal ini
patut mendapat perhatian dari Pemerintah Jawa Barat untuk perencanaan pembangunan ke depan, diharapkan tingginya kontribusi dan pertumbuhan dari sektor industri
pengolahan di Jawa Barat mempunyai kaitan kuat dengan perkembangan sektor pertanian juga subsektor pangan hal ini sesuai dengan potensi wilayah yang dimiliki oleh Jawa
Barat. Pengembangan industri di Jawa Barat diharapkan dapat memacu pengembangan sektor pertanian dan subsektor pangan melalui penggunaanya dalam bahan baku.
Studi empirik Bank Dunia dalam World Development Report menyebutkan bahwa perkembangan sektor industri yang berhasil sejalan dengan keberhasilan dalam
pertumbuhan yang sustainable dan perbaikan produktivitas sektor pertanian. Pengalaman historis negara-negara industri menunjukkan pertumbuhan berkelanjutan akan terjadi jika
ditunjang dengan pertumbuhan sektor pertanian yang memadai.
Sub-sektor pertanian yang tumbuh besar adalah sub-sektor peternakan sebesar 5.36 persen dan sub-sektor perkebunan tumbuh sekitar 3.26 persen. Sektor pertambangan
dan penggalian di Jawa Barat mengalami penurunan yang relatif tajam, yaitu rata-rata - 5.16 persen. Sub-sektor perikanan turun sekitar -1.24 persen.
Sektor pertanian walaupun kontribusi dalam perekonomian Jawa Barat hanya 14.40 persen karena pertumbuhannya yang relatif lambat, namun sektor ini menampung
tenaga kerja yang cukup besar. Tahun 2001 – 2005 pada masa implementasi desentralisasi fiskal sektor pertanian sanggup menampung tenaga kerja sebesar 4 856
ribu jiwa atau sebesar 33.72 persen dari total tenaga kerja. Sementara sektor industri yang kontribusi dalam perekonomian sebesar 43.17 persen hanya menampung tenaga
kerja sebesar 2 834 ribu jiwa atau 19.68 persen dari total penyerapan tenaga kerja. Tingginya beban penyerapan tenaga kerja dengan kontribusi pada perekonomian yang
semakin kecil karena semakin kecilnya laju pertumbuhan pada sektor pertanian, menyebabkan pada sektor pertanian terjadi penurunan produktitivitas per tenaga kerja
atau penurunan pada kesejahteraan petani. Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian yang tidak proporsional dengan peningkatan PDRB, selain dipengaruhi
oleh proses perubahan struktural ekonomi yang tidak seimbang juga karena sektor pertanian berfungsi sebagai employment of last resort dimana sektor pertanian akan
menyerap tenaga kerja seiring dengan adanya peningkatan angkatan kerja namun angkatan kerja yang masuk pada sektor pertanian adalah yang menjadikan sektor
pertanian sebagai pilihan terakhir. Sehingga tenaga kerja pada sektor pertanian kualitasnya relatif lebih rendah dari sektor lain dan menghasilkan produktivitas yang
relatif lebih rendah dan pada sektor pertanian ditemukan banyaknya pengangguran tidak
kentara. Hal ini menyebabkan banyaknya kemiskinan terdapat pada sektor pertanian. Menurut data BPS sebagian besar penduduk miskin berada di perdesaan yang
menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Penduduk di sektor pertanian menempati proporsi 55 persen dari total penduduk miskin dan diketahui 75 persen
diantaranya pada subsektor tanaman pangan. Jumlah tenaga kerja berdasarkan sektor perekonomian tersaji pada Tabel 9 dibawah ini.
Tabel 9. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Sektor Perekonomian Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2001 – 2005
Sektor Perekonomian Jumlah Tenaga Kerja Ribu Jiwa
Persentase Pertanian 4
856 33.72
Industri 2 834
19.68 Jasa 6
332 43.97
Sektor Lainnya 879
6.10 Total Tenaga Kerja
14 402 100.00
Sumber : Statistik Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat, Tahun 2001 – 2005.
5.4. Kemiskinan di Wilayah Provinsi Jawa Barat