VII. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN
DI PROVINSI JAWA BARAT
7.1. Validasi Model
Simulasi dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai skenario kebijakan dan faktor eksternal terhadap kemiskinan dan ketahanan pangan di Jawa Barat.
Simulasi historis ex-post simulation dilakukan pada periode tahun 1995 – 2000 periode sebelum desentralisasi dan tahun 2001 – 2005 periode masa desentralisasi fiskal, simulasi
dilakukan dengan kebijakan tunggal maupun kebijakan ganda. Sebelum melakukan simulasi, terlebih dahulu dilakukan validasi model melalui perhitungan uji statistik
U-Theil dengan dekomposisinya UM bias proporsi, US bias varian dan UC bias covarian. Statistik U-Theil digunakan untuk mengevaluasi kemampuan model dalam
analisis simulasi Koutsoyiannis, 1977; Sitepu dan Sinaga, 2006. Nilai U-Theil berkisar antara 0 – 1, semakin kecil nilai U- Theil menunjukkan bahwa model mempunyai daya
prediksi yang baik untuk melakukan simulasi baik simulasi historis maupun simulasi peramalan.
Sebagaimana terlihat pada Lampiran 2, dari keseluruhan persamaan dalam model terdapat 4 persamaan memiliki U-Theil dengan nilai diatas 0.2 namun memiliki UM bias
proporsi dengan nilai nol sehingga mengindikasikan terjadinya bias namun tidak sistemik, dan selebihnya memiliki nilai U-Theil yang kurang dari 0.2. Hasil validasi ini
menunjukkan bahwa secara umum model yang dibangun memiliki daya prediksi yang baik untuk melakukan simulasi historis maupun simulasi peramalan Koutsoyiannis, 1977.
7.2. Simulasi Historis Periode Sebelum Desentralisasi Fiskal Tahun 1995 – 2000
Simulasi dilakukan secara tunggal maupun ganda dengan perincian sebagai berikut:
7.2.1. Dampak Peningkatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Desentralisasi fiskal memberi kebebasan pada pemerintah daerah dalam menggali potensi daerah sebagai sumber penerimaanya. Salah satu tolok ukur kemandirian
pemerintah daerah adalah kemampuannya dalam menghasilkan Penerimaan Asli Daerah PAD . Dalam desentralisasi fiskal diharapkan pemerintah daerah bisa meningkatkan PAD
sebagai sumber penerimaannya. Sumber PAD yang kontribusinya paling besar pada pemerintah daerah kabupaten di Jawa Barat adalah pajak daerah dan retribusi daerah.
Selama desentralisasi fiskal telah terjadi kenaikan penerimaan rata-rata berkisar 35 persen akibat adanya ekstensifikasi dan intensifikasi pajak daerah dan retribusi daerah.
Peningkatan 35 persen terhadap penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh pada peningkatan PAD sebesar 9.12 persen yang selanjutnya meningkatkan
penerimaan daerah dan pengeluaran daerah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin meningkat sebesar 1.02 persen dan pengeluaran
pembangunan meningkat sebesar 0.56 persen. Peningkatan pengeluaran pembangunan selanjutnya meningkatkan pengeluaran sektoral termasuk sektor pembangunan pertanian
meningkat sebesar 0.54 persen. Peningkatan pengeluaran sektoral termasuk sektor pertanian meningkatkan PDRB Pertanian sebesar 0.02 persen dan PDRB sebesar 0.001
persen, kinerja ketahanan pangan dari sisi produksi konsumsi dan pemanfaatan pangan serta menurunkan kemiskinan sebesar 0.0003 persen. Keterbatasan pada model ini tidak
mengakomodasi kinerja perekonomian dari sisi investasi swasta, sehingga dampak dari
peningkatan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah hanya dilihat dari sisi penerimaan pemerintah yang meningkat sedang dampak negatif dari peningkatan
penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang berpengaruh terhadap investasi dan perekonomian daerah tidak bisa dilihat pengaruhnya.
Tabel 33. Dampak Kenaikan Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebesar 35 Persen terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah
Provinsi Jawa Barat
Peubah Endogen Nilai Dasar
Nilai Akhir Perubahan
REVDAE 176 483.0000
177 054.8050 571.8050
0.3240 PAD
10 163.0000 11 094.2865
931.2865 9.1635
PJKDAE 3 083.0000
4 162.0000 1 079.0500
35.0000 DALOK
92 311.0000 90 169.3848
-2 141.6152 -2.3200
PRUTIN 69 391.0000
70 101.2169 710.2169
1.0235 PPEMB
42 160.0000 42 162.3728
2.3728 0.0056
PSEKLN 40 450.0000
40 450.0000 0.0000
0.0000 PSEKP
1 710.0000 1719.2682
9.2682 0.5420
GDAE 111 551.0000
111 719.2682 168.2623
0.1508 KESFIS
64 932.0000 64 629.9886
-302.0114 -0.4651
PDRBP 496.2203
496.3171 0.0968
0.0195 PDRBNP
2 392.0000 2 392.0000
0.0000 0.0000
PDRB 2 888.0000
2 888.0029 0.0029
0.0001 PRODGAB
546 930.0000 547 058.0000
128.0000 0.0234
INCPPI 355.4624
355.4700 0.0076
0.0021 TKP
256.7067 256.7724
0.0657 0.0256
QPUK 5 924 984.0000
5 927 365.8440 2 381.8436
0.0402 PGAB
955.4250 955.6161
0.1911 0.0200
PRODBRS 355 505.0000
355 589.0000 84.0000
0.0236 IKAP
2.1381 2.1381
0.0000 0.0000
PBRS 1 925.0000
1 925.3420 0.3420
0.0177 CONBRS
13.1645 13.1655
0.0010 0.0076
CONSEN 2 178.0000
2 178.2350 0.2350
0.0112 CONPROT
57.4755 57.4764
0.0009 0.0016
JMLMIS 271.1851
271.1840 -0.0011
-0.0004 AGZBRK
25.0052 25.0049
-0.0003 -0.0012
AKMTBY 60.8174
60.8164 -0.0010
-0.0016 UHHDP
63.5673 63.5674
0.0001 0.0002
7.2.2. Dampak Realokasi Pengeluaran Rutin sebesar 10 Persen ke Pengeluaran Pembangunan terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah
Provinsi Jawa Barat
Desentralisasi fiskal berpengaruh pada peningkatan pengeluaran rutin yang cukup signifikan, pada masa desentralisasi fiskal pengeluaran rutin berkontribusi hamper 80
persen terhadap pengeluaran daerah. Dengan melakukan efisiensi pada pembiayaan operasional pemerintahan maka pengeluaran rutin bisa dihemat dan penghematan sebesar
10 persen dari pengeluaran rutin tersebut dialokasikan pada pengeluaran pembangunan. Tabel 34. Dampak Relokasi Pengeluaran Rutin sebesar 10 Persen ke Pengeluaran
Pembangunan terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Peubah Endogen Nilai Dasar
Nilai Akhir Perubahan
REVDAE 176 483.0000
176 483.0000 0.0000 0.0000
PAD 10 163.0000
10 163.0000 0.0000
0.0000 PJKDAE
3 083.0000 3 083.0000
0.0000 0.0000 DALOK
92 311.0000 92 311.0000
0.0000 0.0000
PRUTIN 69 391.0000
62 452.0000 6 959.0000
-10.0000 PPEMB
42 160.0000 49 160.7941
7 000.7941 37.3738
PSEKLN 40 450.0000
40 450.0000 0.0000 0.0000
PSEKP 1 710.0000
1 795.8675 85.8675 5.0215 GDAE
111 551.0000 111 551.0000
0.0000 0.0000 KESFIS
64 932.0000 64 932.0000
0.0000 0.0000 PDRBP
496.2203 501.4355
5.2152 1.0510
PDRBNP 2 392.0000
2 392.0000 0.0000
0.0000 PDRB
2 888.0000 2 893.9204
5.9204 0.2050
PRODGAB 546 930.0000
548 598.1365 1 668.1365
0.3050 INCPPI
355.4624 355.9000
0.4373 0.1230
TKP 256.7067
257.1303 0.4236
0.1650 QPUK
5 924 984.0000 5 953 601.6730
28 617.6727 0.4830
PGAB 955.4250
955.4460 0.0210
0.0022 PRODBRS
355 505.0000 356 582.1800
1 077.1800 0.3030
IKAP 2.1381
2.1449 0.0070
0.3200 PBRS
1 9 250.0000 19 269.8275
19.8275 0.1030
CONBRS 13.1645
13.1654 0.0009
0.0068 CONSEN
2 178.0000 2 178.0087
0.0087 0.0004
CONPROT 57.4755
57.4760 0.0005
0.0009 JMLMIS
271.1851 271.1802
-0.0049 -0.0018
AGZBRK 25.0052
25.0048 -0.0004
-0.0012 AKMTBY
60.8174 60.8166
-0.0008 -0.0013
UHHDP 63.5673
63.5669 0.0004
0.0007
Relokasi pengeluaran rutin sebesar 10 persen meningkatkan pengeluaran pembangunan sebesar 37.37 persen. Peningkatan pengeluaran pembangunan meningkatkan
pengeluaran sektoral termasuk diantaranya adalah pengeluaran sektor pertanian meningkat sebesar 5.02 persen sehingga berdampak meningkatkan kinerja perekonomian berupa
PDRB Pertanian 1.05 persen PDRB 0.20 persen pendapatan per kapita 0.32 persen, meningkatkan kinerja ketahanan pangan baik dari sisi produksi, konsumsi dan
pemanfaatan pangan serta menurunkan kemiskinan sebesar 0.0018 persen. Kebijakan ini mempunyai pengaruh paling besar pada kinerja fiskal berupa meningkatnya pengeluaran
pembangunan sehingga akan mempengaruhi kinerja perekonomian.
7.2.3. Dampak Peningkatan Pengeluaran Sektor Pertanian 20 Persen terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Pada skenario ini dilakukan simulasi terhadap kebijakan peningkatan pengeluaran sektor pertanian sebesar 20 persen. Selama pelaksanaan desentralisasi fiskal proporsi
pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian relatif kecil dan cenderung terabaikan, padahal sektor pertanian merupakan sektor dimana sebagian besar penduduk terutama di
perdesaan menggantungkan hidupnya. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan pengeluaran sektor pertanian
sebesar 20 persen berpengaruh pada peningkatan PDRB sektor pertanian sebesar 1.2 persen dan peningkatan produksi gabah sebesar 0.4 persen. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya peningkatan pendapatan pada sektor pertanian sebesar 0.09 persen dan pendapatan per kapita sebesar 0.08 persen. Peningkatan pendapatan terutama pada sektor
pertanian menyebabkan terjadinya penurunan jumlah penduduk miskin karena angka kemiskinan banyak terjadi pada sektor tersebut. Peningkatan pendapatan dan penurunan
jumlah penduduk miskin menyebabkan terjadinya peningkatan rata-rata konsumsi beras, energi dan protein yang merupakan cerminan adanya peningkatan akses pangan dan
diversifikasi pangan dari sumber karbohidrat kepada pangan sumber protein.
Tabel 35. Dampak Peningkatan Pengeluaran Sektor Pertanian sebesar 20 Persen terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi
Jawa Barat
Peubah Endogen Nilai Dasar
Nilai Akhir Perubahan
REVDAE 176 483.0000
176 485.0000 2.0000
0.0011 PAD
10 163.0000 10 164.0000
1.0000 0.0098
PJKDAE 3 083.0000
3 085.0000 2.0000
0.0649 DALOK
92 311.0000 92 310.2615
-0.7384 -0.0008
PRUTIN 69 391.0000
69 394.1919 3.1919
0.0046 PPEMB
42 160.0000 42 160.1080
0.1080 0.0005
PSEKLN 40 450.0000
40 450.0000 0.0000
0.0000 PSEKP
1 710.0000 2 052.0000
342.0000 20.0000
GDAE 111 551.0000
111 926.0345 375.0345
0.3362 KESFIS
64 932.0000 64 559.0000
-373.0000 -0.5744
PDRBP 496.2203
501.9607 5.7404
1.1568 PDRBNP
2 392.0000 2 392.0334
0.0335 0.0014
PDRB 2 888.0000
2 894.0012 6.0012
0.2078 PRODGAB
546 930.0000 549 104.0000
2 174.0000 0.3975
INCPP 355.4624
355.7929 0.2605
0.0930 TKP
256.7067 257.4416
0.7349 0.2863
QPUK 5 924 984.0000
5 925 025.4750 41.4748
0.0007 PGAB
955.4250 955.3399
-0.0850 -0.0089
PRODBRS 355 505.0000
356 918.1324 1 413.1324
0.3977 IKAP
2.1381 2.1399
0.0018 0.0842
PBRS 1 925.0000
1 924.0000 -1.0000
-0.0519 CONBRS
13.1645 13.1650
0.0005 0.0040
CONSEN 2 178.0000
2 178.0152 0.0152
0.0007 CONPROT
57.4755 57.4757
0.0002 0.0003
JMLMIS 271.1851
271.1729 -0.0122
-0.0045 AGZBRK
25.0052 25.0049
-0.0003 -0.0012
AKMTBY 60.8174
60.8171 -0.0003
-0.0005 UHHDP
63.5673 63.5674
0.0001 0.0002
Hal tersebut berdampak pada penurunan angka gizi buruk dan angka kematian bayi serta kenaikan umur harapan hidup. Akibat penurunan jumlah penduduk miskin
berdampak pula pada peningkatan penerimaan pajak dan PAD sehingga meningkatkan penerimaan daerah. Penurunan jumlah penduduk miskin juga mengurangi beban subsidi
yang ditanggung pemerintah sehingga berpotensi pada peningkatan penerimaan daerah. Peningkatan penerimaan daerah berdampak pada pengurangan kesenjangan fiskal sebesar
0.6 persen, sehingga akan mengurangi beban pemerintah dalam pembiayaan daerah yang cenderung mengalami defisit. Dengan demikian pengurangan jumlah penduduk miskin dan
peningkatan ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga dan individu, akan berdampak pada kinerja fiskal daerah yang semakin baik karena beban subsidi dari pemerintah bisa
berkurang dan pendapatan dari pajak akan meningkat. Kinerja fiskal daerah yang baik yang dicerminkan dengan meningkatnya PAD dan
penerimaan daerah serta berkurangnya kesenjangan fiskal akan berpengaruh pada kinerja perekonomian daerah berupa peningkatan PDRB yang selanjutnya akan meningkatkan
tingkat pendapatan penduduk terutama pada sektor pertanian sehingga kemiskinan menurun dan ketahanan pangan meningkat. Kecilnya respons kebijakan fiskal peningkatan
pengeluaran sektor pertanian terhadap kemiskinan dan indikator outcome ketahanan pangan karena pengaruhnya tidak langsung dan harus melalui mekanisme transmisi yang
membutuhkan time lag. Hasil temuan ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jayawinata 2005 dengan wilayah kajian Indonesia bahwa respons kebijakan makro
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kinerja ketahanan pangan di tingkat mikro yaitu rumah tangga dan individu. Lebih lanjut disebutkan kecilnya respons disebabkan adanya
mekanisme transmisi dari kebijakan dari tingkat makro ke tingkat mikro sehingga membutuhkan time lag yang panjang.
7.2.4. Dampak Peningkatan Dana Kesehatan sebesar 20 Persen dan Dana Pendidikan sebesar 20 Persen terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan
di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Tabel 36. Dampak Peningkatan Dana Kesehatan sebesar 20 Persen dan Dana Pendidikan sebesar 20 Persen terhadap Kemiskinan dan
Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Peubah Endogen Nilai Dasar
Nilai Akhir Perubahan
REVDAE 176 483.0000
176 484.5883 1.5883
0.0009 PAD
10 163.0000 10 163.1931
0.1931 0.0019
PJKDAE 3 083.0000
3 083.0370 0.0370
0.0012 DALOK
92 311.0000 92 310.6308
-0.3692 -0.0004
PRUTIN 69 391.0000
69 393.0817 2.0817
0.0030 PPEMB
42 160.0000 42 212.2784
0.0560 0.0012
PSEKLN 40 450.0000
40 450.0000 0.0000
0.0000 PSEKP
1 710.0000 1 710.0026
0.0026 0.0000
GDAE 111 551.0000
111 552.3386 1.3386
0.0012 KESFIS
64 932.0000 64 930.9610
-1.0389 -0.0016
PDRBP 496.2203
496.2431 0.0228
0.0046 PDRBNP
2 392.0000 2 392.0000
0.0000 0.0000
PDRB 2 888.0000
2 888.0347 0.0347
0.0012 PRODGAB
546 930.0000 546 975.8342
45.8342 0.0084
INCPP 355.4624
355.6622 0.1998
0.0562 TKP
256.7067 256.7244
0.0177 0.0069
QPUK 5 924 984.0000
5 925 617.973 633.9732
0.0107 PGAB
955.4250 955.4250
0.0000 0.0000
PRODBRS 355 505.0000
355 534.1514 29.1514
0.0082 IKAP
2.1381 2.1384
0.0003 0.0124
PBRS 1 925.0000
1 925.0000 0.0000
0.0000 CONBRS
13.1645 13.1656
0.0011 0.0084
CONSEN 2 178.0000
2 181.3759 3.3759
0.1550 CONPROT
57.4755 57.5362
0.0607 0.1056
JMLMIS 271.1851
271.1840 -0.0011
-0.0004 AGZBRK
25.0052 24.9443
-0.0509 -0.2435
AKMTBY 60.8174
60.7458 -0.0716
-0.1177 UHHDP
63.5673 63.6689
0.1016 0.1598
Selama implementasi desentralisasi fiskal telah terjadi penuruna pada kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan terutama bagi masyarakat golongan miskin.
Penurunan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan disebabkan adanya perubahan manajemen dan kelembagaan pada masa transisi pelaksanaan desentralisasi fiskal.
Meningkatnya angka gizi buruk, jumlah penduduk sangat rawan pangan dan angka putus sekolah merupakan salah satu indikator terjadinya penurunan kualitas pelayanan
kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat. Peningkatan pengeluaran kesehatan dan pendidikan sebesar 20 persen diharapkan bisa digunakan untuk melakukan revitalisasi
program-program kesehatan dan perbaikan pelayanan pendidikan terutama bagi golongan penduduk miskin. Peningkatan dana kesehatan dan pendidikan berpengaruh pada
peningkatan konsumsi beras 0.0084 persen. konsumsi energi 0.1550 persen dan konsumsi protein 0.1056 persen, selanjutnya menurunkan jumlah angka gizi buruk 0.2434 persen dan
angka kematian bayi 0.1177 persen serta meningkatkan umur harapan hidup sebesar 0.1598 persen. Peningkatan dana kesehatan dan pendidikan juga berpengaruh pada
penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0.0004 persen. Dampak paling besar dari kebijakan ini adalah terjadinya peningkatan kinerja ketahanan pangan dari sisi konsumsi
pangan dan pemanfaatan pangan berupa derajat kesehatan masyarakat yang diproksi dengan angka gizi buruk, angka kematian bayi dan umur harapan hidup.
7.2.5. Dampak Peningkatan Harga Pupuk sebesar 15 Persen terhadap Kemiskinan
dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Pupuk merupakan input dominan pada usahatani padi dan berbeda dengan input lain
seperti tenaga kerja dan bibit, pupuk merupakan input yang harus dikeluarkan petani dengan cara pembelian yang harus menggunakan uang tunai. Sehingga keberadaan pupuk
dengan harga yang terjangkau dan sistem tataniaga yang baik sangat berpengaruh besar terhadap sistem produksi usahatani padi. Pupuk juga merupakan input yang mempunyai
nilai produktivitas marginal paling tinggi dibanding input lain dalam proses produksi padi. Harga pupuk selalu berkecenderungan mengalami kenaikan sesuai dengan kenaikan pada
proses produksinya.
Tabel 37. Dampak Peningkatan Harga Pupuk sebesar 15 Persen terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Peubah Endogen Nilai Dasar
Nilai Akhir Perubahan
REVDAE 176 483.0000 176 482.4000
-0.6000 -0.00034
PAD 10 163.0000 10 162.0000
-1.0000 -0.00984
PJKDAE 3 083.0000 3 082.3525
-0.0065 -0.00021
DALOK 92 311.0000 92 311.3692
0.3692 0.00040
PRUTIN 69 391.0000 69 391.1527
0.1527 0.00022
PPEMB 42 160.0000 42 160.0379
0.0379 0.00009
PSEKLN 40 450.0000 40 450.0000
0.0000 0.00000
PSEKP 1 710.0000 1 710.0021
0.0021 0.00012
GDAE 111 551.0000 111 551.0223
0.0223 0.00002
KESFIS 64 932.0000 64 932.0909
0.0909 0.00014
PDRBP 496.2203 492.5556
-3.6647 -0.73852
PDRBNP 2 392.0000 2 392.0000
0.0000 0.00000 PDRB
2 888.0000 2 884.9999 -3.0001
-0.10388 PRODGAB
546 930.0000 546 887.6500 -42.3510
-7.74340 INCPPI
355.4624 349.0249 -6.4375
-1.81102 TKP
256.7067 256.0544 -0.6522
-0.25408 QPUK
5 924 984.0000 5 406 239.0000 -518 745.0000
-8.75521 PGAB
955.4250 957.4983 2.0733
0.21700 PRODBRS
355 505.0000 327 976.0000 -27 529.0000
-7.74363 IKAP
2.1381 2.1352 -0.0029
-0.13563 PBRS
1 925.0000 1 929.0000 4.0000
0.20779 CONBRS
13.1645 13.1640 -0.0005
-0.00380 CONSEN
2 178.0000 2 177.8148 -0.1851
-0.00850 CONPROT
57.4755 57.4741 -0.0014
-0.00244 JMLMIS
271.1851 271.1855 0.0004
0.00014 AGZBRK
25.0052 25.0067 0.0015
0.00600 AKMTBY
60.8174 60.8180 0.0006
0.00099 UHHDP
63.5673 63.5670 -0.0003
-0.00047
Bahkan ada kecenderungan bahwa trend kenaikan harga pupuk relatif lebih besar dibanding dengan trend kenaikan harga gabah. Sehingga pemerintah selama ini masih
melakukan subsidi terhadap input pupuk bagi petani. Namun dengan semakin terbatasnya anggaran yang dimiliki pemerintah maka pemerintah harus selektif dan efisien dalam
penggunaan anggaran termasuk dalam melakukan subsidi pupuk. Subsidi dilakukan apabila benar-benar dibutuhkan dan memberi manfaat yang besar
bagi masyarakat dibanding dengan biaya subsidi yang dikeluarkan. Pada simulasi ini akan dilihat bagaimana pengaruhnya apabila harga pupuk mengalami kenaikan sebesar 15
persen dari rata-rata harga yang berlaku sebagai proksi terhadap adanya penghapusan pengurangan subsidi pupuk bagi petani. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan
harga pupuk akan menurunkan penggunaan pupuk sebesar 8.76 persen dan hal ini akan berpengaruh pada penurunan produksi gabah sebesar 7.74 persen dan penurunan PDRB
sektor pertanian sebesar 0.74 persen. Penurunan produksi gabah akan berpengaruh pada penurunan pendapatan pada sektor pertanian sebesar 1.81 persen dan penurunan
pendapatan per kapita sebesar 0.14 persen. Hal ini akan berpengaruh pada peningkatan jumlah penduduk miskin sehingga akan berdampak pada penurunan konsumsi beras,
energi, protein akibatnya akan berpengaruh pada peningkatan angka gizi buruk dan angka kematian bayi yang selanjutnya menurunkan angka umur harapan hidup. Respons
perubahan harga pupuk terhadap produksi gabah memberi pengaruh yang lebih responsif dibanding pengaruhnya terhadap konsumsi, jumlah kemiskinan serta outcome ketahanan
pangan. Karena perubahan harga pupuk mempengaruhi langsung penggunaan pupuk yang merupakan input yang nilai produktivitas marginalnya besar pada usahatani padi, sehingga
berdampak langsung terhadap hasil produksi gabah dan pendapatan sektor pertanian.
Sedang pengaruh terhadap konsumsi, kemiskinan dan outcome ketahanan pangan selain pengaruhnya tidak langsung juga masih ada faktor lain yang ikut mempengaruhi faktor-
faktor tersebut, diantaranya tingkat daya beli, pendapatan, pendidikan individu, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, informasi dan sosialisasi dari pemerintah.
7.2.6. Dampak Peningkatan Harga Gabah sebesar 15 Persen terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Tabel 38. Dampak Peningkatan Harga Gabah sebesar 15 Persen terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Peubah Endogen Nilai Dasar
Nilai Akhir Perubahan
REVDAE 176 483.0000
176 545.1220 62.1220
0.0352 PAD
10 163.0000 10 163.2845
0.2845 0.0028
PJKDAE 3 083.0000
3 084.0000 1.0000
0.0324 DALOK
92 311.0000 92 310.6308
-0.3692 -0.0004
PRUTIN 69 391.0000
69 391.9020 0.9020
0.0013 PPEMB
42 160.0000 42 161.1804
1.1804 0.0028
PSEKLN 40 450.0000
40 450.0000 0.0000
0.0000 PSEKP
1 710.0000 1 710.0461
0.0461 0.0027
GDAE 111 551.0000
111 555.5735 4.5735
0.0041 KESFIS
64 932.0000 64 911.8062
-20.1938 -0.0311
PDRBP 496.2203
496.7394 0.5191
0.1046 PDRBNP
2 392.0000 2 392.0143
0.0143 0.0006
PDRB 2 888.0000
2 889.0000 1.0000
0.0346 PRODGAB
546 930.0000 552 930.0000
6 000.0000 1.0970
INCPPI 355.4624
356.3743 0.9119
0.2565 TKP
256.7067 257.1798
0.4731 0.1843
QPUK 5 924 984.0000
5 998 471.5770 73.4875
1.2403 PGAB
955.4250 1 098.7387
143.3137 15.0000
PRODBRS 355 505.0000
359 404.0000 3 899.0000
1.0967 IKAP
2.1381 2.1385
0.0004 0.0187
PBRS 1 925.0000
1 926.0000 1.0000
0.0519 CONBRS
13.1645 13.1688
0.0043 0.0326
CONSEN 2 178.0000
2 178.1241 0.1241
0.0057 CONPROT
57.4755 57.4758
0.0003 0.0005
JMLMIS 271.1851
271.1835 -0.0016
-0.0006 AGZBRK
25.0052 25.0050
-0.0002 -0.0008
AKMTBY 60.8174
60.8173 -0.0001
-0.0002 UHHDP
63.5673 63.5675
0.0002 0.0004
Kebijakan perberasan dilakukan bertujuan untuk mendorong peningkatan produksi gabah dan peningkatan pendapatan bagi petani, selain itu juga bertujuan untuk menjamin
pasokan beras sebagai bahan pangan pokok sebagian besar masyarakat dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau.
Namun yang menjadi permasalahan adalah keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan para petani yang tidak maksimal bahkan cenderung terabaikan terutama
sejak segala perangkat kebijakan perberasan dilepaskan. Kebijakan harga dasar gabah HDG telah digantikan oleh kebijakan harga pembelian pemerintah HPP yang cenderung
kurang efektif. Kenaikan harga gabah merupakan eksternalitas akibat adanya kebijakan HPP dari pemerintah pusat. Karena keterbatasan bulog dalam menyerap gabah petani pada
saat panen raya kadang-kadang harga gabah di tingkat petani yang berlaku cenderung lebih rendah dibanding harga yang direkomendasikan oleh pemerintah yaitu harga
pembelian pemerintah HPP. Kenaikan harga gabah diharapkan dibarengi oleh terjadinya proses diversifikasi pangan non beras terutama bagi penduduk berpenghasilan rendah.
Dari hasil simulasi peningkatan harga gabah sebesar 15 persen dari rata-rata harga gabah yang berlaku menunjukkan adanya pengaruh terhadap peningkatan penggunaan
pupuk sebesar 1.24 persen dan peningkatan produksi gabah sebesar 1.10 persen serta peningkatan PDRB sektor pertanian sebesar 0.1 persen. Sehingga berpengaruh pada
peningkatan pendapatan petani sebesar 0.26 persen serta meningkatkan pendapatan per kapita sebesar 0.02 persen. Peningkatan pendapatan per kapita berpengaruh meningkatkan
konsumsi beras, energi dan protein dan menurunkan angka gizi buruk dan angka kematian bayi serta meningkatkan umur harapan hidup dengan respon yang relatif kecil. Penurunan
jumlah penduduk miskin mengurangi subsidi pemerintah bagi masyarakat miskin dan akan
meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, sehingga akan meningkatkan PAD dan penerimaan daerah yang selanjutnya akan meningkatkan kinerja fiskal dengan
berkurangnya kesenjangan fiskal daerah. Peningkatan harga gabah sebaiknya dibarengi pelaksanaan diversifikasi pangan non beras.
7. 2.7. Peningkatan Harga Pupuk sebesar 15 Persen dan Harga Gabah 15 Prsen
terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat Tabel 39. Dampak Peningkatan Harga Pupuk sebesar 15 Persen dan Harga Gabah
sebesar 15 Persen terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Peubah Endogen Nilai Dasar
Nilai Akhir Perubahan
REVDAE 176 483.0000
176 482.4706 -0.5294
-0.0003 PAD
10 163.0000 10 162.4410
-0.5590 -0.0055
PJKDAE 3 083.0000
3 082.5264 -0.4736
-0.0154 DALOK
92 311.0000 92 321.3388
10.3388 0.0112
PRUTIN 69 391.0000
69 398.6330 7.6330
0.0110 PPEMB
42 160.0000 42 170.1184
10.1184 0.0240
PSEKLN 40 450.0000
40 450.0000 0.0000
0.0000 PSEKP
1 710.0000 1 710.0325
0.0325 0.0019
GDAE 111 551.0000
111 551.8924 0.8924
0.0008 KESFIS
64 932.0000 64 933.2337
1.2337 0.0019
PDRBP 496.2203
493.1298 -3.0905
-0.6228 PDRBNP
2 392.0000 2 391.4211
-0.5789 -0.0242
PDRB 2 888.0000
2 884.5509 -3.4491
-0.1194 PRODGAB
546 930.0000 512 269.9520
-34 660.0480 -6.3372
INCPP 355.4624
351.5640 -3.8983
-1.0967 TKP
256.7067 255.9717
-0.7350 -0.2863
QPUK 5 924 984.0000
5 393 957.3090 531 026.6910
-8.9625 PGAB
955.4250 1 098.7388
143.3138 15.0000
PRODBRS 355 505.0000
332 421.2426 -23 083.7574
-6.3371 IKAP
2.1381 2.1359
-0.0023 -0.1056
PBRS 1 925.0000
1 927.0000 2.0000
0.1039 CONBRS
13.1645 13.1640
-0.0005 -0.0038
CONSEN 2 178.0000
2 177.8780 -0.1220
-0.0056 CONPROT
57.4755 57.4738
-0.0017 -0.0030
JMLMIS 271.1851
271.1903 0.0052
0.0019 AGZBRK
25.0052 25.0073
0.0021 0.0083
AKMTBY 60.8174
60.8181 0.0007
0.0012 UHHDP
63.5673 63.5670
-0.0003 -0.0005
Adanya trend kenaikan harga pupuk yang lebih tinggi terhadap trend kenaikan harga gabah. Sehingga kebijakan peningkatan harga gabah biasanya selalu didahului oleh
adanya peningkatan harga pupuk, sehingga insentif yang diberikan pada petani tidak bisa sampai sebagaimana yang diharapkan. Pada simulasi ini dilakukan kebijakan peningkatan
harga gabah dan harga pupuk secara bersamaan dan secara proporsional. Hasil simulasi menunjukkan bahwa adanya kombinasi antara peningkatan harga
gabah dan harga pupuk dengan proporsi yang sama berdampak pada penurunan penggunaan pupuk sebesar 11.96 persen sehingga menurunkan produksi gabah sebesar
8.38 persen dan PDRB Pertanian sebesar 0.79 persen. Hal ini berdampak pada penurunan pendapatan pada sektor pertanian sebesar 2.10 persen dan pendapatan per kapita sebesar
0.16 persen. Sehingga meningkatkan jumlah penduduk miskin yang selanjutnya akan menurunkan konsumsi beras, energi dan protein. Hal ini akan berdampak meningkatkan
angka gizi buruk, angka kematian bayi serta menurunkan umur harapan hidup dengan respons yang relatif kecil. Kecilnya angka respons tersebut karena panjangnya rangkaian
dari mekanisme transmisi yang harus dilalui oleh suatu kebijakan sehingga memerlukan time lag yang relatif panjang.
Dari kombinasi kebijakan ini terlihat bahwa insentif dari kenaikan harga output relatif kurang kuat pengaruhnya terhadap produksi gabah dibanding disinsentif yang
ditimbulkan oleh kenaikan harga input. Hal ini terjadi karena nilai elastisitas perubahan harga gabah terhadap produksi gabah relatif kecil yaitu hanya sebesar 0.1540, sementara
elastisitas permintaan pupuk terhadap perubahan harga pupuk -0.6015 dan permintaan pupuk terhadap perubahan harga gabah 0.1246.Elastisitas produksi gabah dari penggunaan
input pupuk sebesar 0.6970.
Kebijakan peningkatan harga gabah sebaiknya harus mengakomodasi adanya perubahan harga input terutama pupuk. Karena apabila kenaikan harga gabah masih belum
bisa mengkompensasi adanya kenaikan harga dari input pupuk, insentif yang diberikan kepada petani masih belum bisa diterima sesuai dengan yang diharapkan. Kebijakan
peningkatan harga gabah akan tidak efektif meningkatkan produksi gabah dan pendapatan petani apabila harga pupuk mengikutinya. Untuk itu dalam perhitungan kenaikan harga
gabah, kenaikan harga pupuk harus diperhitungkan dengan baik agar kenaikan pendapatan petani dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Dalam rangka meningkatkan
produksi gabah instrumen subsidi harga pupuk lebih efektif dilakukan daripada instrumen subsidi harga gabah.
7.2.8. Dampak Peningkatan Pengeluaran Sektor Pertanian sebesar 20 Persen dan
Peningkatan Harga Gabah sebesar 15 Persen terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Kebijakan fiskal yang berpihak kepada sektor pertanian dengan memberikan kenaikan sebesar 20 persen yang direspon dengan memberikan kebijakan kenaikan harga
gabah diharapkan memberi pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan petani. Dengan peningkatan kebijakan pada sektor pertanian akan terjadi peningkatan pada
produksi gabah dan peningkatan produksi ini biasanya akan diikuti oleh turunnya harga gabah sehingga tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani akan sulit terwujud.
Untuk itu, kenaikan produksi akibat peningkatan pengeluaran sektor pertanian yang direspon dengan kebijakan harga output diharapkan harga gabah tidak akan jatuh pada
saat terjadi peningkatan produksi sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan petani. Hasil simulasi menujukkan bahwa kombinasi peningkatan pengeluaran sektor
pertanian dan harga gabah akan memberi dampak pada peningkatan PDRB Pertanian
sebesar 1.26 persen yang lebih besar dibanding apabila kebijakan dilakukan secara tunggal. Begitu juga pengaruhnya terhadap peningkatan produksi gabah relatif lebih besar yaitu
sebesar 1.5 persen.
Tabel 40. Dampak Peningkatan Pengeluaran Sektor Pertanian sebesar 20 Persen dan Peningkatan Harga Gabah sebesar 15 Persen terhadap Kemiskinan dan
Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Peubah Endogen Nilai Dasar
Nilai Akhir Perubahan
REVDAE 176 483.0000
176 485.0000 2.0000
0.00113 PAD
10 163.0000 10 165.0000
2.0000 0.01968
PJKDAE 3 083.0000
3 085.0000 2.0000
0.06487 DALOK
92 311.0000 92 310.8892
-0.1108 -0.00012
PRUTIN 69 391.0000
69 578.5515 187.5515
0.27403 PPEMB
42 160.0000 42 197.7205
37.7205 0.08947
PSEKLN 40 450.0000
40 450.0000 0.0000
0.00000 PSEKP
1 710.0000 2 052.5000
342.0000 20.00000
GDAE 111 551.0000
111 926.0000 375.0000
0.33617 KESFIS
64 932.0000 64 559.0000
-373.0000 -0.57445
PDRBP 496.2203
502.4802 6.2599
1.26152 PDRBNP
2 392.0000 2 392.2093
0.2093 0.00875
PDRB 2 888.0000
2 895.0000 7.0000
0.24238 PRODGAB
546 930.0000 555 108.0000
8 178.0255 1.49526
INCPPI 355.4624
356.7054 1.2430
0.34969 TKP
256.7067 257.5162
0.8095 0.31535
QPUK 5 924 984.0000 5 998 474.0000
73 490.0000 1.24034
PGAB 955.4250
1 098.5760 143.2560
15.00000 PRODBRS
355 505.0000 360 820.0000
5 315.0130 1.49506
IKAP 2.1381
2.1402 0.0021
0.09822 PBRS
1 925.0000 1 926.0000
1.0000 0.05195
CONBRS 13.1645
13.1650 0.0005
0.00379 CONSEN
2 178.0000 2 178.1142
0.1142 0.00524
CONPROT 57.4755
57.4759 0.0004
0.00070 JMLMIS
271.1851 271.1729
-0.0122 -0.00450
AGZBRK 25.0052
25.0040 -0.0012
-0.00479 AKMTBY
60.8174 60.8154
-0.0020 -0.00328
UHHDP 63.5673
63.5682 0.0009
0.00136
Hal tersebut berdampak pada kenaikan pendapatan sektor pertanian sebesar 0.35 persen dan pendapatan per kapita sebesar 0.10 persen. Sehingga meningkatkan konsumsi
beras, energi dan konsumsi protein, serta menurunkan jumlah penduduk miskin, angka gizi buruk dan angka kematian bayi. Dan pada akhirnya meningkatkan umur harapan hidup,
nilai perubahan tersebut relatif lebih besar dibandingkan apabila kebijakan dilakukan secara tunggal.
7.2.9. Dampak Peningkatan Pengeluaran Sektor Pertanian sebesar 20 Persen dan Peningkatan Dana Kesehatan sebesar 20 Persen dan Dana Pendidikan sebesar
20 Persen terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Kebijakan fiskal yang berpihak kepada sektor pertanian dengan memberikan kenaikan sebesar 20 persen yang dibarengi oleh peningkatan dana kesehatan dan
pendidikan sebesar 20 persen sebagai upaya untuk memperbaiki pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat miskin diharapkan akan terjadi penurunan yang signifikan
terhadap tingkat kemiskinan dan meningkatkan kinerja katahanan pangan. Peningkatan pengeluaran sektor pertanian efektif dalam meningkatkan kinerja ketahanan pangan dari
sisi ketersediaan pangan dan peningkatan dana kesehatan dan pendidikan efektif dalam meningkatkan kinerja ketahanan pangan dari sisi konsumsi dan pemanfaatan pangan.
Gabungan dari kedua kebijakan tersebut diharapkan memberikan dampak yang saling melengkapi sehingga akan meningkatkan kinerja ketahanan pangan dari semua subsistem
dari sistem ketahanan pangan yaitu ketersediaan pangan, daya beli, konsumsi serta pemanfaatan pangan.
Hasil simulasi menujukkan bahwa kombinasi peningkatan pengeluaran sektor pertanian dan peningkatan dana kesehatan dan pendidikan akan memberi dampak pada
peningkatan kinerja perekonomian berupa PDRB Pertanian sebesar 1.46 persen, produksi gabah sebesar 0.59 persen, peningkatan konsumsi beras 0.0038 persen, energi 0.1797
persen, protein 0.1053 persen, turunnya angka gizi buruk sebesar 0.2407 prsen, angka kematian bayi 0.1177 persen dan meningkatnya umur harapan hidup sebesar 0.1598 persen
serta menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 0.0045 persen. Tabel 41. Dampak Peningkatan Pengeluaran Sektor Pertanian sebesar 20 Persen dan
Peningkatan Dana Kesehatan sebesar 20 Persen dan Dana Pendidikan sebesar 20 Persen terhadap Kemiskinan dan Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi
Jawa Barat
Peubah Endogen Nilai Dasar
Nilai Akhir Perubahan
REVDAE 176 483.0000
176 485.0000 2.0000
0.00113 PAD
10 163.0000 10 165.0000
2.0000 0.01968
PJKDAE 3 083.0000
3 085.0000 2.0000
0.06491 DALOK
92 311.0000 92 310.8892
-0.1108 -0.00012
PRUTIN 69 391.0000
69 398.8515 7.8515
0.01032 PPEMB
42 160.0000 42 197.7205
37.7205 0.00047
PSEKLN 40 450.0000
40 450.0000 0.0000
0.00000 PSEKP
1 710.0000 2 052.5000
342.0000 20.00000
GDAE 111 551.0000
111 926.0000 375.0000
0.33623 KESFIS
64 932.0000 64 564.0000
-368.0000 -0.56675
PDRBP 496.2203
502.0723 5.8520
1.17932 PDRBNP
2 392.0000 2 392.4093
0.4093 0.01711
PDRB 2 888.0000
2 897.0000 9.0000
0.31163 PRODGAB
546 930.0000 550 180.1258
3 250.1258 0.59425
INCPPI 355.4624
355.8454 0.3830
0.10774 TKP
256.7067 257.5162
0.8095 0.31535
QPUK 5 924 984.0000
5 927 674.0000 2 690.0000
0.48422 PGAB
955.4250 956.8765
1.4515 0.15192
PRODBRS 355 505.0000
357 621.0130 2 116.0130
0.59521 IKAP
2.1381 2.1402
0.0021 0.09822
PBRS 1 925.0000
1 926.0000 1.0000
0.05195 CONBRS
13.1645 13.1650
0.0005 0.00379
CONSEN 2 178.0000
2 181.9142 3.9142
0.17971 CONPROT
57.4755 57.5362
0.0607 0.10561
JMLMIS 271.1851
271.1729 -0.0122
-0.00450 AGZBRK
25.0052 24.9450
-0.0602 -0.24075
AKMTBY 60.8174
60.7458 -0.0716
-0.11773 UHHDP
63.5673 63.6689
0.1016 0.15983
7.3. Simulasi Historis Periode Masa Desentralisasi Fiskal Tahun 2001 - 2005