Berdasarkan hasil uji statistik Durbin-h menunjukkan bahwa dari semua persamaan ada dua persamaan struktural yang tidak dapat ditentukan karena
mempunyai nilai akar yang negatif dan ada empat persamaan struktural yang ditemukan ada masalah korelasi serial pada taraf nyata 0.05. Menurut Pindyck dan
Rubinfeld 1991, masalah serial korelasi hanya mengurangi efisiensi pendugaan parameter dan serial korelasi tidak menimbulkan bias parameter regresi. Dengan
demikian secara umum dapat dikatakan bahwa pendugaan model dalam penelitian ini cukup representatif menggambarkan fenomena ekonomi kemiskinan dan
ketahanan pangan di Jawa Barat.
6.2. Dugaan Parameter Persamaan Struktural
Secara rinci dugaan parameter dari persamaan - persamaaan struktural dalam model akan dibahas secara mendalam dalam masing- masing persamaan.
6.2.1. Penerimaan Daerah
Penerimaan daerah terdiri dari PAD, dana alokasi, dana bagi hasil dan penerimaan sah lainnya sedang PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan
laba usaha daerah. Hasil pendugaan pada Tabel 17 menunjukkan bahwa faktor- faktor yang signifikan berpengaruh positif terhadap pajak daerah adalah PDRB,
jumlah penduduk tidak miskin, dummy desentralisasi fiskal dan lag pajak daerah, sedang jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap pajak daerah.
Dummy desentralisasi fiskal bernilai positif menunjukkan bahwa penerimaan pajak daerah setelah desentralisasi fiskal secara signifikan bernilai lebih besar, hal
ini menunjukkan bahwa dengan desentralisasi fiskal daerah lebih bisa menggali potensi penerimaan daerah melalui ekstensifikasi dan intensifikasi pajak daerah
Sondakh, 1999; Vasques and McNab, 2001; Lin and Liu, 2000; Mahi, 2000; Ismail 2001; Kerk and Garry, 1997.
Jumlah penduduk miskin berhubungan negatif dan mempunyai elastisitas yang elastis dengan penerimaan pajak daerah, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
miskin selain tidak berpotensi menghasilkan pajak juga justru memerlukan subsidi hasil pajak dari pemerintah. Hasil analisis menunjukkan apabila jumlah penduduk
miskin berkurang sebesar 10 persen maka penerimaan pajak daerah akan meningkat sebesar 17 persen. Nilai elastisitas dalam jangka panjang semakin elastis, karena
terjadinya pengaruh multiplier efek sehingga pengaruhnya tidak hanya secara langsung saja tetapi juga pengaruh tidak langsung. Mengurangi penduduk miskin
mempunyai dampak positif yang luas dalam pembangunan, dampak secara langsung terhadap pemerintah adalah berupa peningkatan kinerja fiskal melalui penerimaan
potensi pajak dan pengurangan subsidi untuk masyarakat miskin. Jumlah penduduk miskin merupakan salah satu indikator yang digunakan oleh pemerintah pusat untuk
pertimbangan penyaluran dana alokasi DAU ke pemerintah daerah, apabila jumlah penduduk miskin relatif tinggi dalam suatu wilayah menunjukkan bahwa dalam
wilayah tersebut masih membutuhkan banyak dana bantuan untuk subsidi. PDRB merupakan salah satu indikator kinerja perekonomian suatu daerah,
dimana peningkatan PDRB merupakan indikator adanya peningkatan aktivitas ekonomi daerah yang merupakan faktor potensi dalam menggali objek pajak.
Dalam penelitian ini PDRB mempunyai elastisitas yang inelastis yaitu sebesar 0.0747 terhadap pajak daerah, artinya apabila PDRB meningkat sebesar 10 persen
maka pajak daerah akan meningkat hanya sebesar 0.7 persen. Kecilnya nilai elastisitas penerimaan pajak terhadap PDRB menunjukkan bahwa pemerintah daerah
di wilayah penelitian masih belum optimal dalam menggali potensi pajaknya sehingga peningkatan nilai PDRB sebagai potensi penerimaan pajak tidak responsif
dengan penerimaan aktual pajaknya. Sebagai implementasi otonomi daerah maka
perlu dilakukan upaya-upaya fiskal berupa intensifikasi dan ekstensifikasi dalam penggalian potensi pajak sehingga peningkatan PDRB memberi pengaruh yang
besar pada peningkatan penerimaan pajak daerah namun jangan sampai menurunkan tingkat investasi daerah. Peubah-peubah penjelas yang digunakan dalam persamaan
pajak daerah mampu menjelaskan variasi yang terjadi dalam penerimaan pajak sebesar 69. 45 persen.
Tabel 17. Faktor-Faktor Yang Mempempengaruhi Penerimaan Daerah Kabupaten di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Persamaan Pajak
Daerah Parameter
T for H0: Prob |T|
Elastisitas Label Variabel
Variable Estimate Parameter=0
J. Pendek J. Panjang
INTERCEP -551.819796 -0.269
0.7880 - -
PDRB 0.187383
1.237 0.2181
0.0747 0.1717
PDRB JMLTMIS
13.205164 6.036
0.0001 2.2525
11.2077 Jumlah penduduk tidak
miskin JMLMIS
-48.345719 -6.098
0.0001 -1.6868
-8.3930 Jumlah penduduk miskin
DMDF 6267.430335
4..538 0.0001
- -
Dummy desentralisasi LPJKDAE
0.799019 6..277
0.0001 -
- Lag pajak daerah
F Value ProbF
R-Square Dh
31.458 0.0001
0.694 2..273
Persamaan Dana Alokasi Parameter
T for H0: Elastisitas
Variable Estimate Parameter=0
Prob |T| J. Pendek
J. Panjang Label Variabel
INTERCEP -4374.654926
-0.232 0.8183
- -
Intercep JMLPDK
50.306315 3.276
0.0013 0.4263
0.9159 Jumlah penduduk
LUDAE 11.243174
1.295 0.1975
0.1212 0.2604
Luas daerah JMLMIS 28.696834
2.257 0.0038
0.1824 0.3919
Jumlah penduduk miskin
PAD -4.567846 -1.013
0.2564 -
- Pendapatan asli
DMDF 234633
13.546 0.0001
- -
Dummy desentralisasi fiscal
LDALOK 0.534633
18.434 0.0001
- -
Lag dana alokasi F Value
ProbF R-Square
Dh 138.249
0.0001 0.749
1.695
Temuan dalam studi ini mempunyai implikasi yaitu untuk meningkatkan penerimaan daerah khususnya penerimaan dari sektor pajak, maka selain harus
melakukan peningkatan aktivitas ekonomi daerah melalui peningkatan PDRB yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah pengurangan jumlah penduduk miskin.
Penduduk miskin hanya akan menjadi beban bagi pemerintah, sehingga meningkatkan kemandirian bagi penduduk miskin untuk mencukupi kebutuhan
dasarnya akan mengurangi beban untuk subsidi bagi pemerintah. Selanjutnya kenaikan kesejahteraan bagi penduduk miskin akan menaikkan potensi penerimaan
pemerintah dari sektor pajak, karena tingkat kesejahteran masyarakat sebagai potensi sumber penerimaan pajak daerah.
Dana alokasi secara signifikan dipengaruhi positif oleh jumlah penduduk, luas daerah, jumlah penduduk miskin, dummy desentralisasi fiskal. Dummy
desentralisasi fiskal bernilai positif menunjukkan bahwa setelah desentralisasi fiskal telah terjadi kenaikan dana alokasi yang merupakan dana transfer dari
pemerintah pusat. Walaupun pada masa desentralisasi fiskal PAD lebih besar, tetapi karena pengeluaran juga relatif lebih besar pada masa desentralisasi fiskal
sehingga diperlukan dana alokasi yang lebih besar. Fenomena ini menunjukkan bahwa dengan desentralisasi fiskal ketergantungan daerah terhadap dana dari
pemerintah pusat semakin besar. Peningkatan PAD sehubungan dengan kebebasan menggali potensi daerah pada masa desentralisasi fiskal belum bisa menutupi
kebutuhan daerah sehingga masih dibutuhkan dana alokasi yang juga lebih besar pada masa desentralisasi fiskal. Dengan berjalannya waktu dalam implementasi
desentralisasi fiskal diharapkan penerimaan pemerintah daerah dari PAD akan semakin besar sehingga dana transfer DAU dari pemerintah pusat akan bisa
semakin dikurangi untuk menuju pada kemandirian fiskal daerah sesuai dengan cita- cita dari otonomi daerah.
PAD berhubungan negatif tidak signifikan terhadap dana alokasi, besar dan kecilnya PAD akan mempengaruhi perolehan dana alokasi umum dari pemerintah
pusat dimana daerah yang nilai perolehan PADnya relative besar akan mendapat dana alokasi umum yang relative kecil karena daerah lebih mampu membiayai
pengeluarannya.
6.2.2. Pengeluaran Daerah