59
2.4.1. Konsep Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan yang merupakan terjemahan dari food security merupakan fenomena yang komplek mencakup banyak aspek dan faktor lain yang terkait secara
luas sehingga setiap orang mencoba menterjemahkan sesuai dengan tujuan dan ketersediaan data. Seperti diungkapkan oleh Reutlinger 1987 bahwa ketahanan
pangan diinterprestasikan dengan banyak cara sesuai kebutuhan dan tujuannya. Berg 1981 juga mengungkapkan bahwa pamakaian istilah ketahanan pangan dapat
menimbulkan perdebatan dan banyak isu yang membingungkan karena aspek ketahanan pangan adalah luas dan banyak tetapi merupakan salah satu konsep yang
sangat penting bagi banyak orang di seluruh dunia. Definisi ketahanan pangan berubah dari satu periode waktu ke periode waktu berikutnya Salim et al, 2005.
Sebenarnya sejak tahun 1970-an ketahanan pangan mulai menjadi issue internasional seiring terjadinya krisis pangan global Maxwell and Frankenberger,
1992. Pada awalnya konsep ketahanan pangan sebagai terjemahan dari istilah food security yang difokuskan kepada kondisi ketersediaan pangan baik di tingkat nasional
maupun internasional terutama padi-padian, hal ini karena terjadinya krisis pangan dunia pada waktu itu tahun 1972 – 1974. Sehingga pada masa awal orde baru
kebijakan ketahanan pangan di Indonesia didasarkan pada pendekatan penyediaan pangan yang lebih dikenal dengan istilah Food Availability Approach FAA.
Pendekatan ini tidak memperhatikan aspek distribusi dan aspek akses terhadap pangan. Asumsi yang mendasari pendekatan ini adalah jika pasokan pangan tersedia
maka 1 para pedagang akan menyalurkan pangan tersebut ke seluruh wilayah secara efisien, dan 2 harga pangan akan tetap stabil pada tingkat yang wajar sehingga dapat
dijangkau oleh seluruh keluarga.
60
Tetapi dalam kenyataan, meskipun tersedia pangan yang cukup sebagian orang masih menderita kelaparan karena tidak mempunyai cukup akses terhadap pangan.
Fenomena ini disebut sebagai hunger paradox. Sehingga pendekatan ketersediaan pangan mengalami kegagalan dalam mencapai ketahanan pangan berkelanjutan di
beberapa negara. Dalam periode tersebut ketahanan pangan lebih ditekankan pada unsur ketersediaan pangan di tingkat nasional dan global Simatupang, 1999.
Pada tahun 1980-an konsep ketahanan pangan beralih dari konsep ketersediaan pangan ke konsep akses pangan pada tingkat rumah tangga dan individu.
Kalau pada awalnya ketahanan pangan masih berkisar pada pertanyataan “ dapatkah dunia memproduksi pangan yang cukup,” kemudian pertanyaan tersebut dipertajam
lagi oleh International Food Policy Recearch Institute IFPRI menjadi “dapatkah dunia memproduksi pangan yang cukup pada tingkat harga yang pantas dan
terjangkau oleh kelompok miskin serta tidak merusak lingkungan hidup.” Pada waktu itu terjadi pergeseran konsep ketahanan pangan yang ditekankan pada akses pangan
di tingkat rumah tangga dan individu. Definisi ketahanan pangan tersebut adalah setiap orang pada setiap saat memiliki aksesibilitas secara fisik dan ekonomi terhadap
pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan agar dapat hidup produktif dan sehat. Analisis terhadap ketahanan pangan rumah tangga. harus memperhatikan
empat konsep utama yaitu : 1 kecukupan sufficiency , 2 akses acces, 3 keterjaminan security , dan 4 waktu time Maxwell and Frankenberger,
1992. Komponen akses ekonomi bagi individu untuk memperoleh pangan, hal ini
berkaitan dengan pemilikan sumberdaya untuk memproduksi pangan, harga pangan, maupun daya beli. Ketidaktahanan pangan rumah tangga disebabkan oleh kemiskinan
atau pendapatan yang rendah. Dalam konteks rumah tangga, definisi tersebut
61
didasarkan pada konsep entitlement atau kemampuan untuk menguasai pangan. Lemahnya entitlement faktor kepemilikan rumah tangga dan individu yang
menyebabkan ketidak mampuannya melakukan kontrol terhadap pangan. Derajat entitlement berhubungan linier dengan tingkat stabilitas akses rumah tangga dan
individu terhadap pangan karena derajat entitlement tersebut ditentukan oleh apa yang mereka miliki, produksi, jual dan diwariskan atau diberikan Sen, 1981.
Konferensi FAO tahun 1992 mencetuskan dasar-dasar ketahanan pangan yang pada intinya menjamin kecukupan ketersediaan pangan bagi umat manusia dan
terjaminnya setiap individu untuk dapat memperoleh pangan. Definisi tersebut disempurnakan pada waktu International Congress of Nutrition ICN di Roma
pada tahun 1994 menjadi, ketahanan pangan rumah tangga adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar
dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Dalam sidang Committee on Work Food Security tahun 1995 definisi di atas diperluas dengan
menambah persyaratan harus diterima oleh budaya setempat. Definisi tersebut dipertegas lagi pada Deklarasi Roma pada World Food Summit tahun 1996, ketahanan
pangan terwujud apabila semua orang setiap saat memiliki akses secara fisik maupun ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan
sesuai seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat Badan Ketahanan Pangan, 2005a; Saliem et al. , 2005.
Indonesia sebagai salah satu negara yang menyatakan komitmen untuk melaksanakan deklarasi Roma menerima konsep ketahanan pangan tersebut yang
kemudian dilegitimasi pada rumusan dalam Undang-Undang Pangan No.7 tahun 1996. Namun konsep ketahanan pangan di Indonesia telah memasukkan aspek
keamanan, mutu dan keragaman sebagai kondisi yang harus dipenuhi dalam
62
pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara cukup, merata serta terjangkau. Sementara itu lokakarya Ketahanan Pangan Rumah Tangga pada tahun 1996 juga
menghasilkan rumusan baru konsep ketahanan pangan rumah tangga yaitu : ketahanan pangan rumah tangga adalah kemampuan untuk memenuhi pangan anggota keluarga
dari waktu dan berkelanjutan baik dari produksi sendiri maupun membeli dalam jumlah, mutu dan ragamnya sesuai dengan lingkungan setempat serta sosial budaya
rumah tangga agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara produktif Badan Ketahanan Pangan, 2005a; Saliem et al., 2005; Maxwell and
Frankenberger, 1992. Konsep dari ketahanan pangan sangat luas dan beragam yang meliputi dimensi
sasaran global, nasional, regional, rumah tangga dan individu serta dimensi waktu atau musim, ruang dan dimensi sosial ekonomi masyarakat. Ketahanan pangan global,
nasional, regional, lokal dan rumah tangga serta individu merupakan suatu rangkaian sistem hirarkis, dimana ketahanan pangan nasional dan regional merupakan syarat
keharusan necessary condition bagi ketahanan pangan masyarakat, rumah tangga dan individu. Dan ketahanan pangan individu merupakan syarat kecukupan
sufficiency condition bagi ketahanan pangan nasional Simatupang, 1999. Ketahanan pangan merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu : 1
ketersediaan dan stabilitas pangan food availability and stability , 2 kemudahan memperoleh pangan food accessibility, dan 3 pemanfaatan pangan food
utilization FAO, 1996.
2.4.2. Ketahanan Pangan Sebagai Suatu Sistem