2 Menemukan Fakta Fact-finding; tahap menemukan fakta dilakukan dengan mengidentifikasi semua fakta yang diketahui dan berhubungan
dengan situasi yang disajikan. Hal ini bertujuan untuk menemukan informasi yang tidak diketahui tetapi penting untuk dicari.
3 Menemukan Masalah Problem-finding; tahap menemukan masalah siswa diupayakan agar dapat mengidentifikasi semua kemungkinan pernyataan
masalah dan kemudian memilih masalah yang paling penting atau apa yang mendasari masalah.
4 Menemukan Gagasan Idea-finding; tahap ini merupakan upaya untuk menemukan sejumlah ide dan gagasan yang mungkin dapat digunakan
untuk memecahkan masalah. 5 Menemukan Solusi Solution-finding; pada tahap penemuan solusi, ide
dan gagasan yang telah diperoleh pada tahap idea-finding diseleksi untuk menemukan ide yang paling tepat dalam memecahkan masalah.
6 Menemukan Penerimaan Acceptance-finding; tahap ini merupakan usaha untuk memperoleh penerimaan atas solusi masalah, menyusun rencana
tindakan, dan mengimplementasikan solusi tersebut.
31
Tetapi Gary Davis dalam Creativity is Forever menyatakan bahwa biasanya tahapan CPS menurut Osborn-Parnes disajikan dalam lima langkah, yaitu fact-
finding, problem-finding, idea-finding, solution-finding, dan acceptance- finding.
Creative Problem Solving Osborn-Parnes Bagan 2.2
31
William E. Mitchell dan Thomas F. Kowalik, Creative Problem Solving, Genigraphics Inc: 1999, cet ke-3, h. 4
fact-finding problem-
finding idea-
finding solution-
finding acceptance-
finding
Sementara, Roger Von Oech menyatakan bahwa proses pemecahan masalah secara kreatif senantiasa melalui dua fase, yaitu fase imaginatif dan
fase pelaksanaan. Pada fase imaginatif, gagasan mengenai pemecahan masalah dimunculkan, sedangkan pada fase pelaksanaan, gagasan tersebut kemudian
dievaluasi dan diimplementasikan.
32
Pendapat lain dikemukan oleh Pepkin yang menjelaskan terdapat empat tahap dalam model pembelajaran CPS. Tahapan model CPS menurut Pepkin
ini merupakan hasil gabungan dari prosedur Osborn dan Von Oech. Adapun tahapannya sebagai berikut:
1 Clarification Of The Problem Klarifikasi Masalah Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa agar
siswa dapat memahami tentang penyelesaian apa yang diminta dari suatu masalah yang disajikan. Dari penjelasan guru, siswa berusaha untuk
menemukan dan memahami situasi dan kondisi dari suatu permasalahan. 2 Brainstorming Curah Gagasan
Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah. Dari setiap ide yang
diungkapkan, siswa mampu untuk memberikan alasan. 3 EvaluationSelection Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk
menyelesaikan masalah. 4 Implementation Implementasi
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan
penyelesaian dari masalah tersebut.
33
32
Karen L.
Pepkin, Creative
Problem Solving
in Math,
2013, p.2,
www.uh.eduhonorshonors-and-the-schoolshouston-teachers-institutecurriculum- unitspdfs2000articulating-the-creative-experiencepepkin-00-creativity.pdf
33
Ibid, h.3
Sedangkan Treffinger, Isaksen dan Dorval mengemukakan terdapat tiga komponen utama yang terdiri dari enam langkah dalam proses Creative
Problem Solving sebagai berikut: 1 Tahap Memahami Masalah Understanding Challlenge
Pada tahap ini siswa dituntut untuk bekerja sesuai dengan tujuan, mengajukan pertanyaan yang tepat atau menyatakan masalah dengan cara
yang akan membantu anda menemukan beberapa jawaban yang efektif. Berikut langkah-langkah pada tahap memahami masalah:
a Menciptakan kemungkinan, yaitu mengidentifikasi dan memilih tujuan umum, tantangan atau kesempatan dalam memecahkan masalah.
b Mengembangkan data, yaitu mempelajari banyak sumber data dan menentukan data terpenting yang akan menjadi fokus utama dalam
usaha pemecahan masalah. c Menyusun masalah, yaitu menemukan beberapa kemungkinan masalah
yang timbul dan memilih sebuah masalah yang difokuskan untuk diselesaikan.
2 Tahap Menciptakan Ide Generating Ideas Jika masalah yang harus diselesaikan sudah jelas, perlu untuk
menghasilkan ide-ide yang memiliki kemungkinan sebagai solusi pemecahan masalah. Tahap ini siswa diharapkan menghasilkan banyak
ide-ide baru dan tidak biasa atau bervariasi untuk menanggapi masalah, kemudian mengidentifikasi kemungkinan ide yang paling baik untuk
dijadikan solusi. 3 Tahap Merencanakan Penyelesaian Preparing for Action
Pada tahap ini siswa perlu menganalis, memperbaiki atau mengembangkan ide-ide yang diciptakkan agar menjadi solusi yang berguna. Tahap ini
terdii dari dua langkah: a Membangun solusi, yaitu mengkaji ide-ide yang paling mungkin untuk
dijadikan solusi dan membentuk ide-ide tersebut menjadi solusi potensial.
b Membangun penerimaan, yaitu mengeksplorasi solusi yang sudah didapatkan dengan mencari sumber lainnya yang mendukung
kemudian menyusun rencana tindakan, memantau tindakan, merevisi seperlunya dan mengimplementasikan solusi tersebut.
34
3. Model Konvensional
Model pembelajaran konvensional merupakan salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan banyak digunakan oleh guru-guru di
sekolah. Pembelajaran konvensional yang dilaksanakan di sekolah tempat dilaksanakan penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan
menggunakan pembelajaran ekspositori. Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara
verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.
35
Dalam pembelajaran ekspositori, materi pelajaran yang disampaikan merupakan materi pelajaran yang sudah jadi seperti fakta atau konsep tertentu
sehingga tidak menuntut siswa untuk mengkonstruk pikirannya dan tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. Sehingga pembelajaran seperti ini lebih
mengutamakan hafalan dari pada pemahaman dan lebih mengutamakan hasil dari pada proses.
Pembelajaran ekspositori merupakan pembelajaran yang terpusat kepada guru, tetapi dominasi guru dalan pembelajaran ini masih lebih sedikit
dibandingkan dengan metode ceramah. Guru tidak terus menerus bicara, melainkan hanya pada awal pelajaran, saat menerangkan materi dan contoh
soal dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja. murid mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakan bersama
temannya, atau disuruh membuatnya di papan tulis. Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, pembelajaran ini
cenderung menekankan kepada hafalan siswa terhadap rumus-rumus yang
34
Donald J. Treffinger, Scott G. Isaksen dan K. Brian Stead-Dorval. Creative Problem Solving: an Introduction Waco TX: Prufrock Press, 2006, h. 19-20
35
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Jakarta Kencana 2010, h.179
diberikan karena guru akan memberikan rumus-rumus kepada siswa bukan melatih siswa untuk mencari tahu dari mana rumus tersebut berasal. Hal ini
berakibat pada penguasaan siswa terhadap konsep matematika cenderung bersumber dari hafalan bukan pemahaman.
Langkah-langkah pembelajaran ekspositori dapat dirinci sebagai berikut: a Persiapan, dalam tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk
menerima pelajaran. b Penyajian, dalam tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru berusaha semaksimal mungkin agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan
dipahami oleh siswa. c Korelasi, dalam tahap ini guru menghubungkan materi pelajaran dengan
pengalaman siswa
untuk memberikan
makna terhadap
materi pembelajaran.
d Menyimpulkan, adalah tahapan memahami inti dari materi pembelajaran yang disajikan.
e Mengaplikasikan, merupakan tahapan unjuk kemampuan siswa setelah menyimak penjelasan dari guru.
36
4. Masalah Kontekstual
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya bukan hanya sekedar mengetahuinya. Masalah kontekstual
matematika merupakan masalah yang disajikan dalam bentuk soal-soal matematika yang menggunakan berbagai konteks sehingga menghadirkan
situasi yang pernah di alami secara real bagi anak.
37
Penggunaan konteks sebagai dasar dalam pelaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa
sesungguhnya berbagai obyek atau situasi yang sudah dikenal siswa dalam lingkungan kehidupannya sehari-hari dapat dimanfaatkan dan memberi andil
36
Sanjaya, op.cit., h. 185-190.
37
Zulkardi dan Ratu Ilma, “Mendesain Sendiri Soal Kontekstual Matematika”, Prosiding
KNM 13, Semarang, 2006, h.2
yang besar dalam membangun pengertian terhadap fakta, konsep dan prinsip matematika.
38
Masalah matematika kontekstual tidak dapat hanya dipandang sebagai masalah yang langsung berkaitan dengan obyek-obyek konkrit semata, tetapi
juga meliputi masalah-masalah yang berkaitan dengan obyek abstrak seperti fakta, konsep, atau prinsip matematika.
39
Menurut Wardhani, permasalahan kontekstual adalah permasalahan yang isinya atau materinya terkait dengan
kehidupan siswa sehari-hari, baik yang aktual maupun yang tidak aktual, namun dapat dibayangkan oleh siswa karena pernah dialami olehnya.
40
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masalah matematika
kontekstual merupakan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang dikaitkan dengan konsep matematika, baik yang dialami secara langsung
oleh siswa maupun yang secara tidak langsung dialami oleh siswa. Menurut de Lange, masalah kontekstual digolongkan ke dalam empat
kategori, yaitu:
a. Personal Siswa Situasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa baik di rumah
dengan keluarga, dengan teman sepermainan, teman sekelas dan
kesenangannya. Berikut adalah contoh soal terkait dengan personal siswa:
A dan B teman sebangku. Jarak rumah A ke Sekolah 3 km dan jarak rumah B ke Sekolah 5 km. Berapakah jarak rumah mereka?
b. Sekolah Akademik Situasi yang berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah, di ruang
kelas, dan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan proses pembelajaran. Berikut adalah contoh soal terkait dengan personal siswa:
Jika barisan siswa perempuan berjumlah 17 orang dan simetri dengan barisan siswa laki-laki. Berapakah jumlah seluruh siswa?
38
Mustamin Anggo, “Pemecahan Masalah Matematika Kontekstual Untuk Meningkatkan
Kemampuan Metakognisi Siswa”, Jurnal Edumatica, Vol. 01 no. 02, 2011, h. 35
39
Ibid., h. 36
40
Sri Wardhani, Permasalahan Kontekstual Mengenalkan Bentuk Aljabar di SMP, Yogyakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan dan
Penataran Guru Matematika, 2004, h. 9
Gambar 2.1 Contoh masalah kontekstual kategori sekolahakademik
c. Masyarakat Publik Situasi yang terkait dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar
dimana siswa tersebut tinggal. Sebagai contoh, semangka yang dijual di pasar dapat digunakan untuk memulai pembelajaran bangun ruang bola.
Beberapa soal kontekstual dapat dibuat mulai dari bentuk, berat, dan harga.
d. Saintifik Matematik Situasi yang berkaitan dengan fenomena dan substansi secara saintifik atau
berkaitan dengan matematika itu sendiri. Yang manakah yang luasnya terbesar?
41
Gambar 2.2 Contoh masalah kontekstual kategori saintifikmatematik
41
Zulkardi dan Ratu Ilma, loc.cit.