Pengujian Hipotesis Analisis Data

Hal yang sama juga terlihat pada indikator ekstrapolasi, nilai signifikan uji perbeddaan dua pada rata-rata indikator ekstrapolasi lebih kecil dari  0,05, yaitu 0,005, dari keadaan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa H ditolak yang artinya rata-rata kemampuan ekstrapolasi kelas eksperimen tidak sama dengan rata-rata kemampuan ekstrapolasi kelas kontrol. Sehingga berdasarkan uji perbedaan dua rata-rata dan skor rata-rata indikator ekstrapolasi kedua kelas dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan ekstrapolasi kelas eksperimen secara signifikan lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan ekstrapolasi kelas kontrol. Dari deskripsi data dan uji beda rata-rata dapat disimpulkan bahwa untuk indikator interpretasi dan ekstrapolasi kelas eksperimen yang pembelajarannya dengan model CPS lebih tinggi daripada kelompok kontrol yang pembelajarannya dengan model konvesional. Akan tetapi, berdasarkan uji beda rata-rata pada indikator translasi secara signifikan kedua kelas memiliki kemampuan yang sama, walaupun berdasarkan perhitungan keseluruhan kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model CPS lebih tinggi daripada kelompok kontrol yang pembelajarannya menggunakan model konvesional.

C. Pembahasan

Setelah dilakukan uji hipotesis pemahaman konsep matematika siswa secara keseluruhan, dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata pemahaman konsep matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran model Creative Problem Solving secara signifikan berbeda dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model konvensional. Dengan merujuk pada nilai rata-rata tes pemahaman kedua kelas terlihat bahwa nilai rata-rata pemahaman konsep kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model Creative Problem Solving CPS lebih baik dibandingkan dengan model konvensional. Karena model Creative Problem Solving CPS merupakan pembelajaran yang menuntun siswa untuk membangun pengetahuannya, melatih siswa menyelesaikan suatu permasalahan dengan tahapan atau langkah penyelesaian secara mandiri, guru tidak lagi menjadi pusat pada proses pembelajaran tetapi sebagai fasilitator yang membimbing proses pembelajaran di kelas sehingga melatih siswa untuk memahami konsep matematika secara mendalam. Sedangkan pada pembelajaran konvensional guru merupakan sumber dari proses pembelajaran. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru kemudian mengerjakan latihan soal dengan sesekali bertanya kepada temannya sehingga kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep matematika secara mendalam. Berdasarkan deskripsi data didapatkan hasil bahwa walaupun skor rata- rata indikator translasi kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, namun berdasarkan uji perbedaan dua rata-rata menunjukkan bahwa kemampuan translasi kedua kelas tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat disebabkan karena dapat dikatakan bahwa kemampuan translasi merupakan kemampuan yang paling sederhana prosesnya dibandingkan kemampuan interpretasi dan ekstrapolasi. Sehingga baik kelas eksperimen yang menggunakan model CPS maupun kelas kontrol yang menggunakan model konvensional keduanya sama-sama dapat memfasilitasi pengembangan kemampuan translasi dengan baik. Berbeda dengan kemampuan interpretasi dan ekstrapolasi kedua kelas yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan diantara keduanya. Kemampuan interpretasi dan kemampuan ekstrapolasi kelas eksperimen yang menggunakan model CPS lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan model konvensional. Hal ini dapat terjadi karena pada pembelajaran yang menggunakan CPS siswa terlatih dalam menyelesaikan masalah dengan disertai langkah-langkah penyelesaian masalah mulai dari menemukan fakta hingga menemukan penerimaan. Kemampuan interpretasi dan kemampuan ekstrapolasi merupakan kemampuan yang membutuhkan proses penyatuan konsep-konsep yang sudah ada untuk menyelesaikan masalah. Sehingga wajar apabila kemampuan interpretasi dan kemampuan ekstrapolasi siswa kelas eksperimen yang menggunakan model CPS lebih tinggi daripada kelas kontrol yang menggunakan model konvensional. Berikut akan dibahas proses pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol beserta hasil posttestnya.

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan penalaran adaptif matematis siswa eksperimen di salah satu SMP Negeri di Depok

9 47 208

Pengaruh penggunaan model pembelajaran creative problem solving: CPS termodifikasi terhadap hasil belajar siswa pada konsep hukum newton tentang gravitasi

3 36 0

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) BERBANTUAN CD INTERAKTIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA SMA KELAS X

4 30 338

Pengaruh Model Collaborative Problem Solving terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa

22 57 161

Pengaruh Model Pembela jaran Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa

1 27 309

PENGARUH CREATIVE PROBLEM SOLVING DAN KEMAMPUAN Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Strategi Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Pemahaman Konsep Ditinjau dari Kemampuan Komunikasi Matematis pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 7 Surakarta Ta

0 3 11

ANALISIS TINGKAT PEMAHAMAN KONSEP FISIKA DAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN DENGAN MODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS).

0 2 25

MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FLUIDA STATIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA.

0 1 39

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VII melalui penerapan model pembelajaran creative problem solving (CPS) berbasis kontekstual

1 0 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA E. Deskripsi Teori 7. Model Pembelajaran Creative Problem Solving a. Pengertian Model Pembelajaran Creative Problem Solving - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CPS (CREATIVE PROBLEM SOLVING) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI MENGHIT

0 0 38