Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
personal, konteks pekerjaan, konteks sosial dan konteks ilmu pengetahuan. Salah satu contoh soal yang diujikan pada PISA adalah sebagai berikut:
“Sebuah kedai pizza menyajikan dua pilihan pizza dengan ketebalan yang sama namun berbeda dalam ukuran. Pizza yang kecil memiliki diameter 30 cm dan
harganya 30 zed dan pizza yang besar memiliki diameter 40 cm dengan harga 40 zed. Pizza manakah yang lebih murah. Berikan alasannya. PISA 2003
” Soal di atas tergolong ke dalam masalah yang bersifat kontekstual yang
mencakup konteks personal yang menguji kemampuan siswa dalam menerapkan konsep, fakta, prosedur, dan penalaran dalam matematika. Hanya 11 siswa yang
menjawab benar soal di atas.
6
Dari hasil yang kurang memuaskan pada penilaian PISA tersebut dapat dikatakan bahwa siswa belum mahir dalam menyelesaikan
masalah kontekstual. Karena biasanya masalah kontekstual disajikan dalam bahasa cerita sehingga pada masalah tersebut tidak secara langsung menunjukkan
fakta-fakta yang
diketahui, melainkan
siswa harus
terlebih dahulu
mengidentifikasi masalah tersebut barulah siswa dapat menemukan fakta-fakta yang terkandung di dalam masalah yang disajikan. Sedangkan guru lebih sering
menyajikan contoh soal atau memberikan latihan soal yang bersifat to the point dan tanpa konteks yang jelas. Soal-soal yang sering digunakan siswa adalah soal-
soal yang kurang atau bahkan tidak menggunakan konteks.
7
Zulkardi dan Ratu Ilma menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika di sekolah hendaknya dimulai dengan contextual problem atau masalah
kontekstual atau situasi yang pernah dialami siswa.
8
Selain itu Mustamin Anggo menyatakan bahwa penggunaan konteks sebagai dasar dalam pelaksanaan
pembelajaran menunjukkan bahwa sesungguhnya berbagai obyek atau situasi yang sudah dikenal siswa dalam lingkungan kehidupannya sehari-hari dapat
dimanfaatkan dan memberi andil yang besar dalam membangun pengertian terhadap fakta, konsep dan prinsip matematika.
9
Dari kedua pendapat tersebut
6
Whardani, op.cit., h. 31
7
Zulkardi dan Ratu Ilma, “Mendesain Sendiri Soal Kontekstual Matematika”, Prosiding
KNM 13, Semarang, 2006, h.2
8
Ibid.
9
Mustamin Anggo, “Pemecahan Masalah Matematika Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi Siswa”, Jurnal Edumatica, Vol. 01 no. 02, 2011, h. 35
dapat disimpulkan bahwa membiasakan siswa dengan masalah matematika yang bersifat kontekstual dapat membantu membangun pemahaman fakta, konsep, dan
prinsip yang ada di dalam matematika. Karena pada akhirnya siswa atau bahkan ahli matematika akan menjadikan ilmu matematika bukan hanya sebagai bekal
untuk pendidikan selanjutnya, tetapi juga untuk sebagai bekal yang cukup untuk diimplementasikan kepada anggota masyarakat dikehidupan sehari-hari.
Masalah yang telah dipaparkan di atas tidak hanya disebabkan oleh siswa itu sendiri. Berdasarkan KTSP, materi pelajaran matematika yang harus disampaikan
kepada siswa cukup padat sehingga kebanyakan guru menggunakan metode ceramah yang dianggap praktis dan efisien. Ketika guru menjelaskan materi di
depan kelas, siswa duduk mendengarkan dan mencatat apa yang dijelaskan guru sehingga pembelajaran masih terpusat kepada guru. Siswa lebih sering diberikan
rumus-rumus dan latihan soal yang penyelesaiannya hanya cukup menggunakan rumus yang diberikan sehingga siswa cenderung menghafal rumus-rumus yang
diberikan. Dengan begitu siswa kurang mendapat kesempatan untuk memahami secara mendalam konsep materi itu sendiri.
Model Creative Problem Solving CPS merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk mengatasi lemahnya
pemahaman konsep siswa. Model CPS sendiri merupakan pengembangan dari model Problem Solving. Pada dasarnya model CPS merupakan sebuah proses
pembelajaran yang menuntun siswa untuk membangun pengetahuannya. Siswa tidak hanya duduk, memperhatikan, dan menerima apa yang disampaikan oleh
guru, tetapi siswa lebih aktif membangun pemahamannya sendiri dengan guru bertindak hanya sebagai fasilitator.
Proses pembelajaran dengan model CPS dapat dilakukan secara berkelompok. Dimana siswa dikelompokkan dalam kelompok kecil untuk
menyelesaikan suatu masalah. Diawali dengan tahap menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menemukan solusi dan tahap terakhir
menemukan penerimaan. Dengan aktivitas tersebut siswa akan belajar dan membentuk pemahamannya sendiri. Dengan masalah matematika yang beragam
dan bersifat kontekstual diikuti dengan keterampilan pemecahan masalah dan
kreativitas siswa dalam merencanakan penyelesaian masalah maka siswa dapat memahami konsep secara menyeluruh dan tidak hanya sekedar menghafal rumus-
rumus. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
”Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving CPS Menggunakan Masalah Kontekstual
terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa”.