18
2.2.1 Sejarah dan Perkembangan HACCP
HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and
Development Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration serta US Air Force Space Laboratory Project Group pada tahun 1959 sedang
mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot. Makanan yang dikembangkan adalah makanan yang berukuran kecil dan dilapisi dengan pelapis
edible untuk menghindarkan produk dari kontaminasi udara. Dalam pembuatan produk tersebut yang paling diutamakan adalah menjamin keamanan produk agar
para astronot tidak jatuh sakit. Sehingga diperlukan pembuatan makanan bagi astromot dengan jaminan makanan yang aman sepenuhnya Winarno dan Surono
2002. Akhirnya tim tersebut mengambil kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk
mendapatkan jaminan keamanan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep ini kemudian dikenal sebagai
HACCP. Konsep ini jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik atau daerah-daerah yang mungkin menyebabkan bahaya. Proses analisis bahaya
dilakukan dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah
bahaya biologi, fisik, kimia, toksin dan logam berat. Disamping itu, dilakukan pula analisis terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang terlibat pada produksi
pangan pada perusahaan Pillsbury tersebut. Sistem HACCP ini disebarkan pertama kali kepada masyarakat di negara
Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional Keamanan Pangan pada tahun 1971. Pada tahun berikutnya perusahaan Pillsbury mendapat kontrak untuk
memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug Adminstration FDA. Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury pada
tahun 1973 dan kemudian diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah. Konsep HACCP semakin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip
HACCP yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh berbagai badan internasional seperti Codex Alimentarius Commission CAC yang
kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Pada tahun
19
1993 FAO WHO Codex Alimentarius Commission mengadopsi Codex Guidelines for the Application of the HACCP System. Beberapa negara telah
merubah prinsip pengujian akhir produk pangan menjadi aplikasi HACCP yang bersifat mengendalikan bahaya. Sejak 1997 codex kembali mempertegas dengan
menetapkan kembali Codex Guidelines for the Application of the HACCP System yang direvisi menjadi “Hazard Analysis and Critical Control Point HACCP
system and Guidelines for its Application ” dengan no GL 32. Beberapa negara
kemudian mengadopsinya termasuk Indonesia dengan hasil adopsinya adalah SNI SNI 01-4852-
1998 “Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis Hazard Analysis Critical Control Point-HACCP Serta Pedoman Penerapannya
” Winarno dan Surono 2002.
Kini HACCP telah dikembangkan sebagai sertifikat keamanan pangan dalam berproduksi makanan. Sertifikat ini berguna untuk mengontrol produk-
produk yang akan dihasilkan nantinya terhindar dari bahaya fisik, biologis, dan kimia hingga ke tangan konsumen. Sertifikat ini dapat dikembangkan kembali
menjadi sistem manajemen keamanan pangan puncak dan terintegrasi yang dinamakan ISO 22000:2009. Sertifikat ini akan didapat dengan menggabungkan
ISO 9001, Sertifikat HACCP dan pre-requisite sistem HACCP yang telah diperoleh sebelumnya oleh suatu perusahaan.
2.2.2 Pengertian HACCP