Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Masalah ISO 22000

11 1. Bagaimana proses penerapan manajemen keamanan pangan HACCP pada PT. Sierad Produce? 2. Hal-hal apa saja yang mendasari perlunya pengendalian mutu keamanan pangan yang ada pada PT. Sierad Produce? 3. Sudah sejauh mana sistem keamanan pangan dan penerapan HACCP pada PT. Sierad Produce yang telah diaplikasikan? 4. Bagaimana menjaga keberlangsungan sistem mutu dan penerapan HACCP agar mutu produk selalu terjaga?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk : 1. Mengidentifikasi penerapan sistem manajemen keamanan pangan HACCP di PT. Sierad Produce Tbk. 2. Menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi penerapan sistem mutu HACCP di PT. Sierad Produce Tbk. 3. Menganalisis alternatif strategi dalam melanjutkan penerapan HACCP dan menjaga keberlangsungan sistem mutu keamanan pangan pada PT. Sierad Produce Tbk.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan apa yang akan diteliti oleh penulis maka diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi dan pengetahuan mengenai penerapan aplikasi HACCP Hazard Analysis Critical and Control Point pada perusahaan PT. Sierad Produce Tbk. Selain itu diharapkan pula penelitian ini agar bermanfaat bagi perusahaan agar perusahaan dapat menerapkan sistem jaminan mutu pangan yang lebih dari baik dari sistem HACCP, yaitu ISO 22000 sebagai sistem jaminan mutu keamanan pangan yang lebih terintegrasi.

1.5. Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kajian penerapan sistem manajemen mutu keamanan pangan HACCP Hazard Analysis Critical and Control Point pada PT. Sierad Produce. Aplikasi dari penerapan sistem HACCP ini adalah sistem mutu dari keamanan pangan yang ada di perusahaan dan hal-hal yang mempengaruhi sistem manajemen keamanan pangan HACCP dengan 12 metode Proses Analisis Hierarki PAH. Analisis ini berguna untuk mengetahui hal-hal apa saja yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam manajemen sistem keamanan pangan serta mengetahui strategi untuk keberlangsungan sistem HACCP di PT. Sierad Produce Tbk. Responden utama dalam penelitian ini adalah masyarakat perusahaan yang terkait dalam keputusan manajemen keamanan produk perusahaan. 13 II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Mutu

Mutu menurut Garvin dalam Nasution 2004 adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusiatenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Pada kenyataannya seiring dengan berkembangnya waktu, selera dan harapan pelanggan pada suatu produk selalu berubah, hal ini yang menyebabkan kualitas produk tersebut juga harus berubah dan disesuaikan dengan harapan pelanggan. Dibutuhkan perubahan mutu produk untuk memenuhi selera dan harapan pelanggan. Pada perubahan mutu harus diiringin dengan perubahan atau peningkatan keterampilan tenaga kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan organisasi agar produk dapat memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Nasution 2004, mendefinisikan mutu ke dalam tiga elemen penting, yaitu: a. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan b. Mutu mencakup produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan c. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah sesuai dengan keinginan konsumen pada masanya, dan bukan berarti mutu yang sama berlaku pada masa yang akan datang

2.1.1 Manajemen Mutu Terpadu

Saat ini mutu telah berkembang mulai dari sistem mutu dan pengendalian mutu untuk menghasilkan produk atau jasa yang baik dan menjadikan produk yang dihasilkan menjadi lebih konsisten kualitasnya. Hal ini menjadi dasar pemikiran para pemilik perusahaan untuk menjadikan sistem di seluruh organisasinya terstandarisasi. Ini dilakukan perusahaan demi tercapainya mutu produk yang sesuai dengan harapan pelanggan. Sadar akan hal tersebut perusaahaan berusaha menerapkan pendekatan Manajemen Mutu Terpadu atau biasa disebut Total Quality Mangement. Manajemen Mutu Terpadu TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi 14 melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungannya Nasution 2004. Konsep manajemen mutu terpadu ini memerlukan komitmen semua anggota organisasi terhadap perbaikan seluruh aspek manajemen organisasi, dengan penciptaan nilai yang lebih rendah daripada nilai suatu produk. Menurut Hensler dan Brunell dalam Nasution 2004 terdapat prinsip utama dalam TQM, prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kepuasan Pelanggan Kualitas ditentukan oleh pelanggan, sehingga diperlukannya kualitas prima untuk menjaga kepuasan yang diperoleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri terdiri dari pelanggan internal dan eksternal. Kebutuhan pelanggan harus dipuaskan dalam berbagai aspek, baik dalam harga, keamanan, dan ketepatan waktu. 2. Respek Terhadap Setiap Orang Setiap karyawan perlu dipandang sebagai perseorangan yang memiliki talenta dan kreatifitas sesuai dengan bidangnya. Sehingga hal ini dapat berarti setiap karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Maka dari itu setiap orang perlu dipandang baik dan dilibatkan dalam semua keputusan dalam berorganisasi. 3. Manajemen Berdasarkan Fakta Setiap keputusan yang dipilih oleh manajemen selalu berdasarkan fakta yang ada. Fakta-fakta yang ada adalah fakta yang berasal dari data yang didapat dari survey lapang. Manajemen perlu mendapatkan data yang akurat dan baik sehingga manajemen dapat mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi di lapang. 4. Perbaikan Berkesinambungan Perusahaan perlu melakukan proses yang sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Perbaikan yang berkesinambungan bertujuan untuk selalu meningkatkan mutu yang akan dihasilkan nantinya. Proses perbaikan berkesinambungan ini dapat dilakukan dengan cara melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh. 15 Penerapan sistem mutu kini telah dikembangkan ke dalam beberapa langkah-langkah strategis dan terstandarisasi untuk pencapaian mutu-mutu tertentu. Sistem mutu kini banyak dilakukan di dalam perusahaan agar mutu yang diinginkan dalam produk atau jasanya dapat mudah dicapai. Sistem pengendalian mutu yang kini banyak tersedia berfungsi untuk mempermudah penerapan mutu tetapi tidak menghilangkan konsep mutu yang sesungguhnya diinginkan. Tujuan penetapan standar mutu adalah menetapkan prosedur manajemen kualitas melalui kepemimpinan, dokumentasi terinci, perintah kerja, dan penyimpanan catatan. Contoh sistem pengendalian mutu yang ada adalah ISO 9000, ISO 14000, ISO 17025, ISO 22000, sertifikat HACCP dan jenis sertifikasi lainnya yang mempunyai fokus pengendalian mutu tersendiri. Untuk mendapatkan sertifikasi mutu yang diinginkan dibutuhkan suatu institusi yang berfungsi untuk memeriksa kesiapan sistem di perusahaan. Sertifikasi menjadi suatu persyaratan yang secara umum menjadi patokan sebuah perusahaan dalam memperoleh jaminan mutu dari produk yang akan dihasilkannya, beberapa persyaratan lainnya yang berkenaan dengan Test House Body juga menjadi referensi konsumen suatu negara dalam membeli suatu produk. Test House Body merupakan acuan mutu dan seberapa baik suatu produk sesuai dengan iklan yang diberikan kepada masyarakat. Masyarakat berpatokan kepada label atau tanda sertifikasi dari Test House Body sebagai suatu badan independen yang membantu masyarakat dalam menilai, memeriksa, dan mengevaluasi suatu produk berdasarkan faktor teknikal yang obyektif. Biasanya institusi Test House Body juga melihat bahwa bila suatu perusahaan yang menghasilkan suatu produk apakah telah disertifikasi atau tidak untuk menilai masalah dokumentasi dan sistem yang dipakai oleh perusahaan yang akan dinilai tadi. Terkadang institusi Test House Body memiliki pengaruh yang begitu kuat daripada sertifikasi itu sendiri, sebab bila suatu produk telah disertifikasi oleh institusi ini maka ada semacam jaminan psikologis dari institusi tadi dalam menanggung akibat moril bilamana produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan kriteria yang diberlakukan oleh suatu aturan pada negara konsumen atau dengan kata lain adalah bahwa institusi Test House Body bekerja semacam Lembaga Perlindungan Konsumen yang bekerja menilai aspek teknikal suatu prduk yang akan dipasarkan di tempat 16 mereka. Contoh institusi di Indonesia yang bertindak sebagai Test House Body adalah KAN atau yang biasa disebut Komite Akreditasi Nasional. Adapun badan akreditasi yang bersal dari Inggris adalah UKAS atau United Kingdom Accreditation Service UKAS. Contoh badan sertifikasi yang membeli lisensi dari KAN adalah Sucofindo Sucofindo International Certification Servicess dan badan sertifikasi yang membeli lisensi dari UKAS adalah SGS Société Générale de Surveillance sebuah badan sertifikasi asal perancis.

2.1.2 Sistem Manajemen Mutu

Menurut Ishikawa dalam Muhandri dan Kadarisman 2008 jaminan mutu memiliki arti jaminan dari suatu produk sehingga produk tersebut dibeli konsumen dengan penuh keyakinan dan kepercayaan dan digunakan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Jaminan mutu adalah bagian dari manajemen mutu yang difokuskan terhadap pemberian keyakinan bahwa persyaratan mutu akan terpenuhi. Manajemen mutu merupakan hasil dari perencanaan, pengendalian, perbaikan, jaminan mutu yang terintegrasi, ilustrasi pada Gambar 3. Gambar 3. Bagian-bagian dari Manajemen Mutu Muhandri dan Kadarisman, 2008 Sistem manajemen mutu merupakan sistem yang wajib diterapkan pada perusahaan yang berkomitmen untuk menjaga mutu produknya. Sistem manajemen mutu sangat berperan penting dalam menghasilkan mutu produk yang sesuai dengan harapan konsumennya. Pada sistem ini akan menghasilkan suatu standar atau spesifikasi dari seluruh kegiatan berproduksi untuk menjadi satu tujuan utama, yaitu untuk menjadikan mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan keinginan konsumen. Manajemen Mutu Jaminan Mutu Perbaikan Mutu Pengendalian Mutu Perencanaan Mutu 17 Setiap proses yang mendukung terciptanya produk akhir akan distandarisasi dengan spesifikasi-spesifikasi khusus. Spesifikasi ini berfungsi sebagai acuan kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam berproduksi. Terdapat beberapa langkah kegiatan yang dilakukan sistem manajemen mutu dalam pencapaian spesifikasi yang ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Sistem manajemen mutu untuk pencapaian spesifikasi Muhandri dan Kadarisman 2008

2.2. HACCP Hazard Analysis Critical Control Point

Sistem HACCP merupakan sistem yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematik dalam mengidentifikasi bahaya dan tindakan pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP harus diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir. Perancangan Mutu Survey Mutu Perencanaan Sistem Produksi Pelaksanaan Produksi Pemeriksaan Mutu Produk Akhir Audit Sistem Mutu Pengendalian Proses  Kebutuhan Konsumen  Keinginan Konsumen  Peraturan Pemerintah  Spesifikasi Produk  Spesifikasi Bahan  Spesifikasi Proses  Metoda Produksi  Sistem Pengadaan Bahan  SDM  Peralatan  Prosedur-prosedur 18

2.2.1 Sejarah dan Perkembangan HACCP

HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and Development Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration serta US Air Force Space Laboratory Project Group pada tahun 1959 sedang mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot. Makanan yang dikembangkan adalah makanan yang berukuran kecil dan dilapisi dengan pelapis edible untuk menghindarkan produk dari kontaminasi udara. Dalam pembuatan produk tersebut yang paling diutamakan adalah menjamin keamanan produk agar para astronot tidak jatuh sakit. Sehingga diperlukan pembuatan makanan bagi astromot dengan jaminan makanan yang aman sepenuhnya Winarno dan Surono 2002. Akhirnya tim tersebut mengambil kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk mendapatkan jaminan keamanan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep ini kemudian dikenal sebagai HACCP. Konsep ini jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik atau daerah-daerah yang mungkin menyebabkan bahaya. Proses analisis bahaya dilakukan dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya biologi, fisik, kimia, toksin dan logam berat. Disamping itu, dilakukan pula analisis terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang terlibat pada produksi pangan pada perusahaan Pillsbury tersebut. Sistem HACCP ini disebarkan pertama kali kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional Keamanan Pangan pada tahun 1971. Pada tahun berikutnya perusahaan Pillsbury mendapat kontrak untuk memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug Adminstration FDA. Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury pada tahun 1973 dan kemudian diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah. Konsep HACCP semakin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip HACCP yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh berbagai badan internasional seperti Codex Alimentarius Commission CAC yang kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Pada tahun 19 1993 FAO WHO Codex Alimentarius Commission mengadopsi Codex Guidelines for the Application of the HACCP System. Beberapa negara telah merubah prinsip pengujian akhir produk pangan menjadi aplikasi HACCP yang bersifat mengendalikan bahaya. Sejak 1997 codex kembali mempertegas dengan menetapkan kembali Codex Guidelines for the Application of the HACCP System yang direvisi menjadi “Hazard Analysis and Critical Control Point HACCP system and Guidelines for its Application ” dengan no GL 32. Beberapa negara kemudian mengadopsinya termasuk Indonesia dengan hasil adopsinya adalah SNI SNI 01-4852- 1998 “Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis Hazard Analysis Critical Control Point-HACCP Serta Pedoman Penerapannya ” Winarno dan Surono 2002. Kini HACCP telah dikembangkan sebagai sertifikat keamanan pangan dalam berproduksi makanan. Sertifikat ini berguna untuk mengontrol produk- produk yang akan dihasilkan nantinya terhindar dari bahaya fisik, biologis, dan kimia hingga ke tangan konsumen. Sertifikat ini dapat dikembangkan kembali menjadi sistem manajemen keamanan pangan puncak dan terintegrasi yang dinamakan ISO 22000:2009. Sertifikat ini akan didapat dengan menggabungkan ISO 9001, Sertifikat HACCP dan pre-requisite sistem HACCP yang telah diperoleh sebelumnya oleh suatu perusahaan.

2.2.2 Pengertian HACCP

HACCP Hazard Analysis Critical Control Point menurut Winarno dan Surono 2002 adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard bahaya akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. HACCP merupakan suatu sistem jaminan mutu yang menekankan upaya-upaya pencegahan mulai dari bahan baku hingga menjadi produk jadi. Sistem HACCP memberikan berbagai keuntungan baik dari segi kosumen maupun produsen. Bagi konsumen, keuntungan yang diberikan oleh penerapan HACCP adalah mengurangi resiko penyakit yang disebabkan oleh pangan food borne disease, meningkatkan kepedulian mengenai higiene dasar, meningkatkan kepercayaan terhadap ketersedian pangan, dan meningkatkan kualitas hidup. 20 Sedangkan keuntungan bagi industri diantaranya adalah meningkatkan kepercayaan konsumen dan pemerintah, mengurangi biaya-biaya recall, produk gagal, dan meningkatkan kekonsistenan produk. HACCP bukanlah sistem yang dapat menghilangkan semua bahaya yang ada pada makanan tetapi HACCP didesain untuk dapat meminimalkan resiko yang dapat timbul pada makanan. HACCP juga dapat digunakan sebagai alat manajemen untuk melindungi rantai produksi makanan dari kontaminasi fisik, mikrobiologi, kimia dan aspek kualitas pangan lainnya. HACCP merupakan suatu sistem yang dinamis karena dalam penerapannya HACCP memerlukan tanggung jawab penuh dan keterlibatan manajemen dan tenaga kerja, informasi ilmu pengetahuan dan teknologi terkini serta kerja tim yang baik. HACCP akan memungkinkan perusahaan pangan untuk berpindah cara pengujian produknya dari pengendalian utamanya yang berdasarkan pada pengujian produk akhir kepada pendekatan pencegahan. Pencegahan dilakukan dengan mengidentifikasi bahaya yang berpotensi dan dikendalikan pada lingkungan produksi yaitu pencegahan atas kegagalan produk. Rencana HACCP HACCP plan adalah suatu rencana pengendalian resiko dalam suatu produksi pangan yang disusun berdasarkan 12 langkah sistem HACCP. HACCP plan dibuat secara spesifik untuk setiap jenis produk, setiap jenis proses, dan setiap pabrik. Untuk menerapkan sistem HACCP secara efektif maka perusahaan terlebih dahulu harus menerapkan dua prasyarat dasar yang dikenal sebagai pre-requisite HACCP yaitu GMP Good Manufacturing Practices dan SSOP Sanitation Standard Operation Procedure. Sistem HACCP sebenarnya dapat diterapkan tanpa GMP dan SSOP, akan tetapi tingkat kesulitannya menjadi sangat tinggi di mana perusahaan harus menata secara menyeluruh. Sementara itu perusahaan yang telah menerapkan ISO 9001 telah memenuhi prasyarat dasar penerapan HACCP. Dimana pada penjaminan mutu divisibagian proses produksi dalam ISO 9001 telah termasuk kedalamnya sistem GMP dan SSOP sebagai sistem penjamin mutu produk. Sehingga akan sangat mudah bagi perusahaan yang telah menerapkan ISO 9001 untuk menjalankan sistem HACCP pada perusahaan karena 21 prasyarat dasar HACCP telah terpenuhi dalam ISO 9001. Pre-requisite penerapan HACCP dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Pre-requisite penerapan HACCP Thaheer 2005

2.2.3 Keuntungan Penerapan HACCP

Terdapat banyak keuntungan dan manfaat yang diperoleh perusahaan jika perusahaan melakukan penerapan pada sistem mutu HACCP di industri pangan. Beberapa manfaat yang diperoleh perusahaan pangan yang menerapkan HACCP sebagai sistem jaminan mutu menurut Muhandri dan Kadarisman 2008 diantaranya : 1. Pendekatan keamanan pangan secara sistematik Kemanan pangan yang bukan berdasarkan kepada hasil pengujian saja melainkan seluruh aspek produk dan produksi. 2. Merupakan sistem manajemen pencegahan secara proaktif Tindakan pencegahan selalu diutamakan karena akan mencegah terjadinya produk-produk yang tidak sesuai mutunya. sehingga meminimalisir kerugian perusahaan akibat adanya tolakan produk yang tidak sesuai mutunya. . 3. Melengkapi dan memperkuat Quality Management System QMS HACCP akan sangat mendukung dan membantu memperkuat manajemen kualitas produk pada suatu perusahaan. 4. Dapat diintegrasikan dengan QMS Dengan adanya integrasi HACCP dengan QMS akan menciptakan kesatuan sistem manajemen kualitas yang mencakup dalam segala hal seperti keluhan pelanggan, efisiensi bahaya, dll. 5. Merupakan pendekatan yang sudah dikenal secara internasional Pendekatan HACCP sudah sangat dikenal di seluruh dunia dan sangat diakui oleh internasional. Maka dengan adanya penerapan HACCP di perusahaan 22 akan sangat mempermudah perusahaan untuk memperluas pemasaran ke dunia internasional. 6. Mengurangi penolakan produk sehingga mampu mengurangi biaya Sistem HACCP adalah sistem manajemen pangan yang berbasis pendekatan pencegahan, sehingga akan mempengaruhi terhadap pengurangan tolakan produk yang tidak sesuai mutunya dari segi keamanan pangan. Sehingga dengan berkurangnya tolakan maka akan berkurang pula biaya yang dikeluarkan akibat adanya tolakan dari customer. 7. Meningkatkan kepuasan konsumen Kesesuaian mutu produk dan keamanan produk yang dihasilkan dari dijalankannya sistem HACCP pada perusahaan akan meningkatkan kepuasan konsumen. 8. Memperbaiki pemahaman dan motivasi kerja tim Kesesuaian mutu akan meningkatkan benefit bagi perusahaan dalam segi materi, sehingga dengan adanya penerapan HACCP akan memotivasi kerja tim dan pemahaman para karyawan untuk menghasilkan produk yang lebih baik lagi mutunya sehingga akan memperoleh benefit materi yang lebih banyak untuk perusahaan dan karyawan. 9. Merupakan alat yang dipergunakan untuk manajemen resiko Penerapan HACCP akan mengelola kejadian-kejadian yang harus dicegah dan resiko-resiko terjadinya. Sehingga perusahaan dapat mempertimbangkan tindakan-tindakan apa saja yang akan dilakukan jika munculnya resiko tersebut. 10. Proteksi terhadap merek Produk pangan perusahaan yang telah menerapkan HACCP, akan selalu dikenal oleh konsumen. Secara tidak langsung konsumen akan selalu mengingat merek produk perusahaan yang telah menerapkan HACCP sebagai sistem keamanan pangannya, sehingga merek akan terproteksi dengan adanya penerapan sistem jaminan mutu keamanan pangan HACCP.

2.2.4 Langkah-langkah Penerapan HACCP

Penerapan sistem HACCP yang didasarkan pada Standar Nasional Indonesia SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian 23 Titik Kritis Hazard Analysis Critical Control Point-HACCP, terdiri dari 12 tahap yang terdapat lima tahapan awal dan tujuh prinsip HACCP. Lima tahapan awal dari sistem HACCP tersebut yaitu terdiri dari penyusunan tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi penggunaan produk, menyusun diagram alir, dan verifikasi diagram alir. Setelah tahapan tersebut selesai dilakukan, maka selanjutnya melangkah pada tujuh prinsip penyusunan rencana HACCP. Ketujuh prinsip itu terdiri dari analisa bahaya, penentuan titik kritis CCP, penetapan batas kritis untuk setiap CCP Critical Limit, menetapkan sistem pemantuan monitoring untuk sistem HACCP, penetapan tindakan koreksi untuk setiap CCP, verifikasi sistem HACCP dan dokumentasi. 1. Pembentukan tim HACCP Tim HACCP berasal dari semua komponen yang terlibat dalam berproduksi. Tim HACCP terdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan. 2. Deskripsi produk Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi mengenai komposisi, struktur fisikakimia termasuk Aw, pH, d1l., perlakuan- perlakuan mikrosidalstatis seperti perlakuan pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengasapan, dll., pengemasan, kondisi penyimpanan dan daya tahan serta metoda pendistribusiannya. 3. Identifikasi tujuan penggunaan Merupakan suatu rencana penggunaan produk dengan cara mengetahui sasaran konsumen yang akan mengkonsumsinya. Pada analisis bahaya resiko, tingkat bahaya suatu produk akan berkaitan dengan sasaran konsumennya. 4. Penyusunan diagram alir Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. 24 5. Verifikasi lapang diagram alir Merupakan pemantauan ulang tentang alur proses produksi, mem-verifikasi kejadian yang sebenarnya di lapangan dan mencatat semua kekurangan yang terdapat pada bagan alir yang sebelumnya telah dibuat. 6. Prinsip 1 = Analisa bahaya Analisa bahaya dilakukan pada semua bahan baku dan semua tahapan proses produksi. Semua bahaya yang telah teridentifikasi juga dicantumkan cara pencegahan bahayanya. Bahaya yang telah diidentifikasi juga dilakukan penetapan resiko berdasarkan peluang terjadinya bahaya dan keparahan yang akan diakibatkannya 7. Prinsip 2 = Penentuan Critical Control Point CCP Titik kendali kritis atau Critical Control Point CCP adalah sebuah titik, langkah, atau prosedur dimana kontrol dapat dilakukan dan bahaya keamanan pengan dapat dicegah, dikurangi atau dihilangkan sampai pada tingkat yang dapat diterima. CCP ditetapkan berdasarkan analisa bahaya yang telah ditetapkan. Penetapan CCP biasa diterapkan dengan decision tree atau biasa disebut dengan pohon keputusan. 8. Prinsip 3 = Penentuan Critical Limit CL Batas kritis adalah sebuah kriteria atau batasan yang memisahkan antara penerimaan dan penolakan proses ataupun bahan baku. Kriteria yang sering digunakan mencakup pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH, Aw, keberadaan chlorine, dan parameter-parameter sensori seperti kenampakan visual dan tekstur. 9. Prinsip 4 = Penetapan prosedur monitoring Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari CCP yang dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali pada CCP. 10. Prinsip 5 = Penetapan tindakan koreksi Tindakan koreksi berfungsi dalam menangani kejadian-kejadian penyimpangan pada saat proses produksi berlangsung. Tindakan-tindakan harus memastikan bahwa CCP telah berada dibawah kendali. Tindakan- tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh. 25 Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP. 11. Prinsip 6 = Penetapan prosedur verifikasi dokumen Penetapan prosedur verifikasi berfungsi untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Metode yang dapat dipilih dalam verifikasi dokumen adalah dengan metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian,termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa. 12. Prinsip 7 = Penetapan dokumentasi. Proses pendokumentasian dapat dilakukan dengan cara pencatatan dan pembukuan rekaman harian yang berasal dari kegiatan pemantauan secara akurat.

2.3 ISO 22000

ISO 22000 adalah suatu standar internasional yang menggabungkan dan melengkapi elemen utama ISO 9001 dan HACCP dalam hal penyediaan suatu kerangka kerja yang efektif untuk pengembangan, penerapan, dan peningkatan berkesinambungan dari Sistem Manajemen Keamanan Pangan SMKP. Sistem ISO 22000 diberi judul Sistem Manajemen Keamanan Pangan – Persyaratan untuk Organisasi Sepanjang Rantai Pasokan. Pada sistem ini menyatakan bahwa bahaya keamanan pangan dapat muncul pada semua tahap rantai makanan, sehingga pengendalian rantai makanan sangat penting untuk dilakukan pada perusahaan. ISO 22000 menjaga keselarasan dengan sistem manajemen lainnya, yaitu dengan ISO 9001 dan ISO 14001. Penerapan ISO 22000 dalam suatu perusahaan diharapkan dapat memberikan kepuasan pelanggan, meningkatkan efisiensi, meminimalkan risiko, peningkatan komunikasi internal dan eksternal perusahaan, dan peningkatan kepercayaan masyarakat pada perusahaan. Menurut srandar internasional ISO 22000:2005 mengenai Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai Pangan, merinci beberapa kegiatan yang berfungsi menjamin keamanan pangan sepanjang rantai pangan hingga titik akhir dikonsumsi oleh konsumen. Beberapa kegiatan dari ISO 22000 ini diantaranya : 1. Komunikasi interaktif 26 2. Manajemen sistem 3. Pengendalian proses 4. Prinsip HACCP 5. Program persyaratan dasar

2.4 Mutu, HACCP dan ISO 22000